Indonesia Didorong Perkuat Regulasi Nasional tentang Pengelolaan Sampah Plastik di Indonesia
Fahira Idris, menilai peringatan ini harus menjadi momentum untuk mendorong perubahan sistemik dalam pengelolaan sampah plastik di Indonesia.
Penulis:
Hasiolan Eko P Gultom
Editor:
Malvyandie Haryadi
Hasiolan EP/Tribunnews.com
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setiap 3 Juli, dunia memperingati Hari Tanpa Kantong Plastik Internasional sebagai pengingat atas dampak krisis plastik terhadap lingkungan global.
Anggota DPD RI dari Daerah Pemilihan DKI Jakarta, Fahira Idris, menilai peringatan ini harus menjadi momentum untuk mendorong perubahan sistemik dalam pengelolaan sampah plastik di Indonesia.
Menurut Fahira, persoalan plastik di Indonesia merupakan ancaman serius, mengingat negara ini adalah kepulauan dengan kekayaan hayati yang tinggi.
“Produksi plastik yang masif, rendahnya tingkat daur ulang, serta ketergantungan masyarakat terhadap plastik sekali pakai membahayakan keberlanjutan lingkungan, kesehatan, dan ekonomi,” ujarnya dikutip, Rabu (3/7/2025).
Ia menyebutkan setidaknya lima langkah strategis yang bisa dilakukan untuk menanggulangi krisis plastik secara menyeluruh.
Pertama, penguatan kebijakan pelarangan plastik sekali pakai secara nasional yang disertai insentif bagi industri yang beralih ke bahan alternatif.
Kedua, transformasi ke model ekonomi sirkular, yakni desain produk yang dapat digunakan ulang, didaur ulang, atau terurai secara hayati.
Fahira juga mendorong implementasi skema Extended Producer Responsibility (EPR), di mana produsen bertanggung jawab terhadap sampah produknya.
Strategi ketiga adalah investasi dalam sistem pengelolaan sampah yang modern dan inklusif, termasuk pelibatan komunitas dan sektor informal seperti pemulung, bank sampah, dan koperasi daur ulang.
“Teknologi waste-to-energy atau daur ulang kimiawi bisa menjadi pelengkap, tetapi prioritas tetap pada pengurangan di sumber,” tegasnya.
Keempat, perubahan perilaku konsumen melalui edukasi publik yang berkelanjutan. Ia menilai kampanye lingkungan tidak cukup bersifat seremonial, melainkan perlu menyasar pendidikan sejak usia dini dan melibatkan sektor swasta.
Kelima, Fahira menekankan pentingnya diplomasi dan kepemimpinan global dalam forum negosiasi internasional terkait perjanjian polusi plastik. Indonesia, kata dia, memiliki posisi strategis sebagai negara produsen sekaligus terdampak.
“Dengan keberanian regulasi, komitmen politik, dan partisipasi masyarakat, Indonesia berpotensi menjadi pionir pengelolaan sampah plastik di Asia Tenggara,” ujarnya.
Masjid di Garut Dibangun dari 12 Ton Sampah Plastik, Diprediksi Bisa Selamatkan 8 Ribu Pohon |
![]() |
---|
Eddy Soeparno Perjuangkan Waste to Energy untuk Palembang Selesaikan Masalah Sampah |
![]() |
---|
BPA dalam Galon: Ancaman Diam-Diam bagi Kesehatan |
![]() |
---|
Tantangan Sampah dan Ekonomi Sirkular: L’Oréal Indonesia Dorong Kolaborasi Lintas Sektor |
![]() |
---|
10 Negara Paling Tercemar di Dunia, Kebiasaan Buang Sampah Sembarangan, Indonesia Masuk Daftar |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.