Sopir Truk Demo ODOL
Pilu Slamet Barokah Jual Truk demi Patuh Zero ODOL: Kami Taat, Tapi Negara ke Mana?
Sementara kewajiban harian tetap menanti seperti makan, sekolah anak, dan cicilan hidup yang tak bisa ditunda.
Penulis:
Mario Christian Sumampow
Editor:
Acos Abdul Qodir
Patuh pada aturan ternyata tak menjamin kelangsungan hidup. Slamet adalah buktinya.
Ia rela kehilangan truk demi tak lagi mengangkut muatan ODOL.
Namun, pengorbanannya tak dibalas dengan dukungan. Tak ada perlindungan. Tak ada solusi.
“Kami muat seadanya. Dulu bisa lima unit, sekarang cuma dua. Bagaimana enggak rugi?” katanya.
Di saat pemerintah gencar menertibkan kendaraan ODOL, para sopir justru merasa ditinggalkan. Banyak proyek logistik berhenti sejak pergantian pemerintahan. Order makin sedikit, dan para sopir makin terdesak.
Bagi Slamet, ini bukan lagi soal aturan, tapi soal keadilan struktural.
“Negara bisa bikin aturan, kami juga bisa patuh. Tapi tolong, hadir juga pas kami butuh,” katanya.
Aspirasi yang Masih Terbentur

Audiensi para sopir dengan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat hari itu gagal menghasilkan kesepakatan.
Slamet menyebutnya “buntu”, karena tak ada komitmen tindak lanjut yang konkret.
“Kami datang jauh-jauh, enggak dibayar, ninggalin keluarga. Tapi malah enggak ada solusi,” ujarnya.
Namun, pemerintah punya versi berbeda.
Dirjen Perhubungan Darat Aan Suhanan menyebut tak ada deadlock, hanya perbedaan pemahaman soal program.
"Sebetulnya tidak ada deadlock. Kami mendengarkan semua aspirasi," katanya.
Pernyataan itu menunjukkan betapa lebar jarak antara para pengambil keputusan dan pelaku di lapangan.
Para sopir menginginkan bukan hanya didengar, tapi dipahami dan dilibatkan dalam setiap kebijakan yang menyangkut hidup mereka.
Baca juga: Bak Mukjizat, Bocah Selamat Usai Terjatuh dari Bus TNI dan Nyaris Tergilas di Tol JORR
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.