Selasa, 30 September 2025

Malam 1 Suro 2025 Jatuh pada Tanggal Berapa? Cek Jadwalnya

Malam 1 Suro adalah malam pertama bulan Suro dalam kalender Jawa, bertepatan dengan malam ke-1 Muharram berdasarkan kalender Islam.

zoom-inlihat foto Malam 1 Suro 2025 Jatuh pada Tanggal Berapa? Cek Jadwalnya
TRIBUN JOGJA/HASAN SAKRI GHOZALI
KIRAB PUSAKA - Sejumlah keluarga dan abdi dalem Pura Mangkunegaran melakukan kirab pusaka mengelilingi benteng di Kota Solo, Jawa Tengah, Senin (06/12/2010). Kirab tersebut diadakan untuk memperingati malam 1 Suro tahun baru penanggalan jawa atau 1 Muharam 1432 Hijriah. Malam 1 Suro adalah malam pertama bulan Suro dalam kalender Jawa, bertepatan dengan malam ke-1 Muharram berdasarkan kalender Islam.

TRIBUNNEWS.COM - Malam 1 Suro adalah malam pertama bulan Suro dalam kalender Jawa, bertepatan dengan malam ke-1 Muharram berdasarkan kalender Islam.

Malam 1 Suro yang juga merupakan peringatan Tahun Baru Jawa diperingati setiap tahun dan menjadi budaya di pulau Jawa.

Biasanya akan ada tradisi di setiap wilayah untuk merayakan Malam 1 Suro.

Malam 1 Suro biasanya dirayakan pada malam hari, mulai dari matahari terbenam.

Malam 1 Suro Jatuh Pada Tanggal Berapa?

Malam 1 Suro 2025 yang bertepatan dengan malam 1 Muharram 1447 H, dipastikan akan jatuh pada Kamis, 26 Juni 2025, dimulai setelah matahari terbenam.

Hari berikutnya, Jumat 27 Juni 2025, adalah hari pertama tahun baru Jawa/Islam di siang harinya.

Sejarah Malam 1 Suro

Penanggalan Hijriyah, yang digunakan umat Islam di seluruh dunia, pertama kali ditetapkan oleh Khalifah Umar bin Khattab, dikutip dari Gramedia.

Ia menetapkan 1 Muharram sebagai awal tahun dalam kalender Islam, sebuah sistem penanggalan yang dihitung sejak peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah.

Penanggalan ini kemudian dikenal dan digunakan di berbagai wilayah Islam, termasuk tanah Jawa.

Baca juga: Resep Bubur Suro, Sajian Khas Perayaan Tahun Baru Islam atau 1 Muharram

Masuknya Islam ke tanah Jawa membawa pengaruh besar, termasuk dalam sistem penanggalan.

Sekitar tahun 931 H (1525 M), Sunan Giri II, salah satu tokoh penting dari Wali Songo, menyelaraskan penanggalan Hijriyah Islam dengan kalender Jawa yang saat itu masih berbasis kalender Saka (Hindu-Buddha).

Namun, langkah besar dalam penyatuan penanggalan ini dilakukan oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo, raja Kesultanan Mataram. 

Pada tahun 1633 M, Sultan Agung secara resmi menciptakan sistem Kalender Jawa Islam, dengan 1 Suro sebagai titik awalnya, yang identik dengan 1 Muharram Hijriyah.

Ia ingin menyatukan rakyatnya yang terdiri dari dua golongan utama santri (golongan yang taat menjalankan ajaran Islam)  dan abangan (masyarakat yang memegang kuat tradisi dan kepercayaan lokal).

Dengan menyatukan kalender Hijriyah dan sistem penanggalan Jawa, Sultan Agung berharap tidak ada lagi sekat keyakinan atau kebudayaan, dan masyarakat bisa memiliki satu sistem waktu yang dihormati bersama.

Sejak saat itu, 1 Suro dianggap sakral dalam tradisi Jawa.

Terutama jika jatuh pada hari Jumat Kliwon, hari ini dianggap sangat kuat secara spiritual. 

Sultan Agung sendiri menekankan agar hari ini digunakan untuk aktivitas keagamaan seperti, mengaji, berdoa, ziarah ke makam para wali (seperti Sunan Ampel dan Sunan Giri) dan menunaikan ibadah haji (bagi yang mampu).

Tradisi Malam 1 Suro

Malam 1 Suro bukan sekadar penanda tahun baru dalam kalender Jawa, tetapi juga malam yang sarat makna spiritual dan budaya.

Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, malam ini adalah waktu untuk berintrospeksi, menjaga batin, serta mendekatkan diri kepada Tuhan. 

Beragam tradisi dan ritual unik pun tumbuh di berbagai daerah Jawa untuk menyambut malam yang dianggap sakral ini.

1. Kebo Bule dan Kirab Pusaka di Solo

Di Kota Solo, tradisi kirab pusaka Malam Suro menjadi salah satu yang paling ikonik. 

Prosesi ini dimulai dari Keraton Kasunanan Surakarta, dan pusat perhatiannya adalah Kebo Bule Kyai Slamet, seekor kerbau albino yang dianggap keramat.

Kebo bule ini bukan sembarang hewan, ia adalah warisan penting keraton dan dipercaya membawa keselamatan dan keberkahan. 

Dalam kirab, kebo bule diarak mengelilingi keraton bersama abdi dalem dan warga yang mengikuti prosesi dengan penuh hormat dan khidmat.

2. Pawai Pusaka dan Keris di Yogyakarta

Berbeda dengan Solo, Yogyakarta memperingati malam 1 Suro dengan kirab pusaka yang tak kalah megah. 

Keris-keris pusaka, tombak, dan benda-benda bertuah lainnya dikeluarkan dari keraton dan diarak keliling kota.

Pelataran istana menjadi titik awal kirab, yang kerap menampilkan gunungan tumpeng, simbol kemakmuran dan keseimbangan alam. 

Ritual ini mencerminkan penghormatan kepada leluhur dan harapan agar tahun yang akan datang dipenuhi berkah.

3. Tapa Bisu

Salah satu ritual yang paling unik adalah Tapa Bisu, yang dilakukan dengan cara tidak berbicara sama sekali selama prosesi berlangsung. 

Ini merupakan bentuk simbolis dari introspeksi dan pengendalian diri, diam untuk mendengar suara hati dan menyucikan pikiran.

Tapa Bisu biasanya dilakukan sambil berjalan kaki mengikuti kirab atau saat merenung dalam kesunyian malam. 

Meski terlihat sederhana, tradisi ini menyimpan makna spiritual yang sangat dalam.

(Tribunnews.com/Farra)

Artikel Lain Terkait Malam 1 Suro

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved