Penulisan Ulang Sejarah RI
Bicara soal Penulisan Ulang Sejarah Indonesia, Sejarawan Singgung Pelanggaran HAM 1998 Tak Disebut
Sejarawan mengatakan banyak anggapan soal penulisan ulang sejarah Indonesia sudah didikte, mulai dari target penulisan hingga pembentukan Dewan Gelar.
TRIBUNNEWS.COM - Sejarawan, Asvi Warman Adam, mengatakan banyak anggapan soal penulisan ulang sejarah Indonesia sudah didikte.
Hal tersebut, kata Asvi, bisa dilihat dari penulisan ulang sejarah yang ditargetkan selesai bulan Juli dan akan segera diterbitkan pada 17 Agustus 2025 mendatang.
"Saya melihat kronologi ya bahwa penulisan sejarah ini ditargetkan selesai bulan Juli dan kemudian diterbitkan 17 Agustus, dan kemudian pada bulan November itu ada pengangkatan pahlawan nasional," ungkapnya, dikutip dari YouTube Kompas TV, Kamis (19/6/2025).
Selain itu, pembentukan Dewan Gelarnya juga berbeda dengan masa-masa sebelumnya, karena pada saat ini, Dewan Gelarnya diketuai oleh Menteri Kebudayaan, Fadli Zon.
Padahal, sebelumnya, Ketua Dewan Gelar itu dari Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Republik Indonesia (Menkopolkam) atau Menteri Pertahanan, karena berurusan dengan pemberian tanda jasa kepada tentara dan polisi.
"Pada bulan Juni beberapa hari yang lalu itu diangkat Dewan Gelar yang berbeda dengan masa sebelumnya."
"Sekarang ini, ketua Dewan Gelarnya adalah Menteri Kebudayaan, dulu itu Menkopolkam atau bahkan Menteri Pertahanan, karena ini berurusan dengan tanda jasa yang diberikan kepada tentara dan polisi," kata Asvi.
Karena hal tersebutlah, kata Asvi, banyak yang beranggapan bahwa penulisan ulang sejarah ini sudah didikte.
Bahkan, Asvi juga menyinggung mengenai kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi pada 1998 silam.
"Mungkin ya orang akan beranggapan ini satu paket gitu bahwa ada satu penulisan sejarah yang sudah didikte tadi, yang kalau kita lihat konsep pada bulan Januari itu terlihat memperlihatkan keberhasilan Orde Baru bahwa pelanggaran HAM itu hanya sekedar ekses saja."
"Dan kemudian penghilangan aspek yang merugikan, Prabowo Subianto misalnya dalam soal pelanggaran HAM tahun 98 tidak disebut gitu," ujarnya.
Baca juga: Mahfud MD Kritik Penulisan Ulang Sejarah Indonesia: Nggak Perlu, Negara Tulis Buku Pelajaran Saja
"Nah, orang mungkin akan menduga gitu bahwa ini paket untuk memberikan legitimasi kepada Orde Baru, kembalinya Orde Baru dan di mana Prabowo itu adalah pewarisnya atau pelanjutnya gitu, ada dugaan seperti itu, kita akan lihat lagi nanti apakah betul seperti itu," pungkas Asvi.
Sebelumnya, penunjukkan Fadli Zon sebagai Ketua Dewan Gelar itu juga diduga menjadi bagian dari upaya sistematis pemerintah untuk menggeser narasi sejarah kelam dan menghapus dosa pelanggaran HAM berat di masa lalu.
Untuk diketahui, jabatan Fadli Zon itu didapat berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 3/TK/2025 yang ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto.
Salah satu tugas yang dijabat oleh Fadli Zon yakni dapat memberi pertimbangan kepada presiden soal siapa yang berhak mendapatkan gelar pahlawan nasional.
Selain itu, dia juga diberi wewenang untuk mempertimbangkan tokoh yang mendapatkan gelar tanda jasa dan tanda kehormatan lainnya.
Fadli Zon Sebut Penulisan Ulang Sejarah Kedepankan Tone Positif
Sebelumnya, Fadli Zon meyakini, penulisan ulang sejarah nasional Indonesia bakal selesai dan dirilis pada tahun 2025 ini.
Dimungkinkan pada perayaan Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80, bangsa ini sudah memiliki tulisan terkait dengan sejarah nasional yang baru.
"Tahun ini (akan selesai), 80 tahun Indonesia merdeka," kata Fadli Zon saat ditemui awak media di Kawasan Taman Sriwedari, Depok, Minggu (1/6/2025).
Terkait dengan penulisan ulang sejarah ini, Fadli Zon memastikan kalau apa yang akan ditulis mengedepankan tone positif terhadap sejarahnya bangsa Indonesia.
Termasuk dengan menghilangkan bias-bias kolonial sehingga menjadikan Indonesia sentris.
"Dan tone kita adalah tone yang lebih positif. Karena kalau mau mencari-cari kesalahan, mudah. Pasti ada saja kesalahan dari setiap zaman, setiap masa. Kita ingin sejarah ini Indonesia centris. Mengurangi atau menghapus bahkan bias-bias kolonial," kata dia.
menurut Fadli Zon, penulisan sejarah ulang ini juga penting agar relevan dengan generasi saat ini, karena sudah selama 26 tahun sejak tahun 1999, sejarah nasional Indonesia belum mendapatkan pembaruan.
"Dan tentu saja juga untuk menjadikan sejarah itu semakin relevan bagi generasi muda. Terutama adalah capaian-capaian yang positif. Kalau mau mencari-cari kesalahan atau mencari-cari hal yang negatif, saya kira itu selalu ada," beber dia.
"Jadi yang kita inginkan tone-nya dari sejarah kita itu adalah tone yang positif. Dari era Bung Karno sampai era Presiden Jokowi dan seterusnya," tukas Fadli Zon.
Dalam hal ini, Fadli Zon memastikan, pihaknya melibatkan 113 sejarawan dari berbagai perguruan tinggi di seluruh Indonesia dalam proyek penulisan ulang sejarah nasional.
"Ada 113 sejarawan ya, dari lebih dari 30-an perguruan tinggi dan juga para penulisnya dari Aceh sampai Papua," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/5/2025).
Fadli menjelaskan, proyek ini bertujuan membangun kembali penulisan sejarah nasional yang selama ini dinilai masih banyak dipengaruhi perspektif kolonial.
Dengan melibatkan akademisi dari berbagai daerah, dia berharap sejarah dapat ditulis dengan pendekatan Indonesia sentris.
(Tribunnews.com/Rifqah/Rizki)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.