Senin, 6 Oktober 2025

Polemik 4 Pulau Aceh dengan Sumut

Anggota Komisi II DPR Minta Kemendagri Lebih Cermat Tentukan Batas Wilayah

Menurut Giri, penetapan batas administratif tak boleh dilakukan secara terburu-buru tanpa mempertimbangkan berbagai aspek penting

Tribunnews/Taufik Ismail
POLEMIK 4 PULAU - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menunjukan dokumen kesepakatan Gubernur Aceh dan Sumatera Utara tahun 1992 terkait batas wilayah, di Kantor Presiden, Komplek Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa, (17/6/2025). Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Giri Ramanda Nazaputra Kiemas, meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) agar lebih cermat dan bijak dalam mengambil keputusan mengenai penetapan batas wilayah. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Giri Ramanda Nazaputra Kiemas, meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) agar lebih cermat dan bijak dalam mengambil keputusan mengenai penetapan batas wilayah.

Hal ini merespons dibatalkannya Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 oleh Presiden Prabowo Subianto. 

Baca juga: Empat Pulau Masuk Wilayah Aceh, Musa Rajekshah: Prabowo Tunjukkan Kepemimpinan Problem Solver

Keputusan tersebut sebelumnya menetapkan empat pulau, yakni Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil masuk ke dalam wilayah Provinsi Sumatera Utara, namun belakangan dibatalkan sehingga tetap berada di wilayah Provinsi Aceh.

"Kemendagri ke depan harus lebih cermat dan lebih bijak dalam mengambil keputusan. Apalagi ketika berurusan dengan batas wilayah," kata Giri kepada Tribunnews.com, Kamis (19/6/2025).

Menurut Giri, penetapan batas administratif tak boleh dilakukan secara terburu-buru tanpa mempertimbangkan berbagai aspek penting, seperti sejarah, budaya, dan kesepakatan yang telah lama terbangun di tengah masyarakat.

"Karena bisa saja banyak kejadian yang sama terjadi dalam penyelesaian batas wilayah yang tidak memperhatikan aspek-aspek sejarah, budaya dan kesepakatan kesepakatan yang sudah ada ketika menentukan batas wilayah," ujarnya.

Dia menegaskan bahwa kasus ini seharusnya menjadi pelajaran penting bagi Kemendagri agar ke depan lebih berhati-hati dalam merumuskan kebijakan terkait tapal batas.

"Ke depan ini harus menjadi pelajaran yang berharga untuk Kemendagri, sebagai kementerian yang harusnya menjaga persatuan kesatuan malah bisa membuat perpecahan dalam Negara Kesatuan Indonesia," ucap Giri.

Giri juga mengapresiasi sikap Presiden Prabowo yang membatalkan keputusan tersebut demi menjaga persatuan nasional.

Terima kasih kepada presiden Prabowo yang dengan tegas mengambil kebijakan yang menjaga utuhnya Negara Kesatuan Indonesia," tuturnya.

Baca juga: Empat Pulau Masuk Wilayah Aceh, Musa Rajekshah: Prabowo Tunjukkan Kepemimpinan Problem Solver

Hal senada diungkapkan Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi Partai Gerindra, Bahtra Banong. Dia mengingatkan Kemendagri agar tak mengulangi keputusannya yang memicu polemik.

"Mudah-mudahan ke depan tidak terjadi lagi hal yang serupa," ucap Bahtra kepada Tribunnews.com, Kamis.

Bahtra menekankan pentingnya pembenahan data kewilayahan berbasis geospasial sebagai landasan kebijakan yang akurat.

"Dan harapan kami pemerintah cepat menyelesaikan terkait data kewilayahan yang berbasis geospasial agar pendataan kita makin akurat," ujarnya.

Menurut Bahtra, persoalan batas wilayah tidak hanya terjadi antarprovinsi, tetapi juga terjadi antarkabupaten hingga antardesa.

"Sebab, banyak PR kita ke depan baik itu antarperbatasanprovinsi, antarkabupaten, maupun perbatasan antardesa," ucapnya.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved