Belum Ada Tersangka dalam Kasus Balita yang Diamputasi Diduga Korban Malapraktik, Ini Kata Polisi
Kanit Tipidter Reskrim Polres Bima, Ipda Binawan menjelaskan bahwa penetapan tersangka itu harus melalui penyidikan terlebih dahulu.
TRIBUNNEWS.COM - Hingga saat ini, belum ada tersangka yang ditetapkan dalam kasus balita berusia 16 bulan bernama Arumi Aghnia Azkayra, di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang diduga menjadi korban malapraktik hingga tangan kanannya harus diamputasi.
Padahal, kasus tersebut sudah dilaporkan sejak 21 April lalu, tetapi sampai saat ini polisi belum menetapkan tersangka.
Mengenai hal ini, Kanit Tipidter Reskrim Polres Bima, Ipda Binawan, menjelaskan penetapan tersangka itu harus melalui penyidikan terlebih dahulu.
"Terkait penetapan tersangka, kita harus melakukan benar-benar penyidikan, karena bicara soal penetapan tersangka seseorang, kita benar-benar harus mengeluarkan 148 KUHP minimal dua alat bukti, dua alat bukti harus kami peroleh baru kami melakukan gelar perkara" ungkapnya, dikutip dari YouTube Kompas TV, Senin (16/6/2025).
"Untuk kepastian, ini kan kita bicara tenaga medis dan tenaga kesehatan, berbicara tentang tindak pidana malapraktik, kita bicara tentang Lex specialis."
"Di mana, dasar hukum terkait pasalnya, yaitu pasal 440 Undang-undang nomor 17 tahun 2023, yang bisa menentukan bahwa benar ini patut diperiksa dalam tahap penyidikan," imbuhnya.
Sejauh ini, sudah ada 14 saksi yang diperiksa oleh pihak kepolisian, mulai dari dokter hingga tenaga kesehatan lainnya.
"Secara keseluruhan ya, Puskesmas Bolo, di situ ada beberapa dokter, tenaga medis dan kesehatan, di Rumah Sakit Sondosia ada beberapa tenaga medis dan kesehatan," ucap Binawan.
"Untuk hasil lengkapnya, nanti kita akan menginformasikan lebih lanjut," sambungnya.
Terkait dugaan malapraktik, Binawan mengatakan pihaknya akan menggali lebih dalam lagi soal peran-peran tenaga medis saat penanganan Arumi.
"Terkait dugaan terjadinya malapraktik, kami nanti gali lebih dalam lagi terkait peran-peranan tenaga medis dan tenaga kesehatan itu," katanya.
Baca juga: Balita di NTB yang Tangannya Diamputasi karena Diduga Korban malapraktik akan Jalani Operasi Lagi
"Untuk yang kami periksa, kami buatkan berita acara interogasi, baru Puskesmas Bolo, Rumah Sakit Sondosia, RSUD Bima, kemudian nanti penanganan terakhir yaitu RSUP Mataram," ujar Binawan.
Sebagai informasi, Arumi diketahui kembali menjalani operasi pada hari ini, Senin (16/6/2025), setelah tangannya diamputasi.
Persiapan operasi lanjutan itu pun sudah selesai dilakukan dan melibatkan dokter anak, dokter anestesi, dokter ortopedi, hingga dokter bedah plastik.
Kabid Hukum RSUD Provinsi NTB, Lalu Dody Setiawan, mengatakan tim dokter RSUD Provinsi NTB terus memastikan perawatan terhadap bayi malang tersebut, agar kondisinya terus membaik setelah kehilangan pergelangan tangannya.
Kronologi Tangan Balita Arumi Diamputasi
Bayi perempuan berusia 16 bulan yang akrab disapa Kibo itu diduga menjadi korban malapraktik tenaga kesehatan (nakes) di Puskesmas Bolo, akibat pemasangan infus yang tidak sesuai prosedur pada 10 April 2025 lalu.
Karena hal itu, tangan Kibo mengalami infeksi parah hingga menjalar ke seluruh lengan.
Dengan kondisi Kibo tersebut, tim dokter terpaksa mengambil tindakan amputasi pada 12 Mei 2025.
"Anak saya diamputasi tanggal 12 Mei 2025 lalu. Serasa enggak percaya. Hancur rasanya hati saya melihat putri satu-satunya harus menanggung cacat lantaran ulah orang yang tidak bertanggung jawab," ucap ibu Kibo, Marlina, saat ditemui di Mataram, Rabu (4/6/2025), dikutip dari TribunLombok.com.
Marlina menjelaskan, saat Kibo mengalami infeksi itu, dia mengaku sudah menyampaikan keluhan mengenai pembengkakan di tangan anaknya, tetapi tanggapannya dianggap tidak memadai.
Bahkan, kata Marlina, Kibo juga harus menjalani enam kali operasi dalam kurun waktu satu bulan. Selain luka fisik, trauma mental juga dirasakan sang anak.
Selain itu, proses perawatan juga dinilai penuh hambatan, seperti saat Marlina meminta agar Kibo dirujuk ke rumah sakit lebih besar.
Dia mengatakan permintaannya tersebut sempat ditolak oleh petugas Puskesmas.
"Saya meminta rujukan ke RSUD Bima tapi ditolak. Saya hanya diberi salep dan suntikan. Baru pada tanggal 15 April sore saya dapat rujukan, itupun setelah saya menangis sambil gendong anak saya di IGD RSUD Sondosia," jelasnya.
Namun, setibanya di RSUD Bima, kata Marlina, kondisi Kibo kembali disepelekan.
Pemeriksaan fisik oleh dokter jaga dinilai tidak maksimal dan respons tenaga kesehatan terhadap kekhawatirannya dianggap meremehkan.
"Waktu saya bilang takut anak saya diamputasi, saya malah dijawab kurang baik," tuturnya.
Kemudian, pada 16 April pukul 11.00 WITA, dokter spesialis akhirnya melakukan pemeriksaan menyeluruh dan menyatakan bahwa infeksi sudah menyebar luas.
Saat itu juga, Kibo langsung menjalani operasi darurat, tetapi kerusakan pada jari-jari tangan tidak bisa diperbaiki.
"Padahal malam itu anak saya kesakitan, demam tinggi, dan mual, tetapi tidak ada tindakan berarti," jelasnya.
Setelah itu, Kibo dirujuk ke RSUD Provinsi NTB di Kota Mataram pada 18 April 2025.
Setelah observasi lebih lanjut di sana, dokter menyimpulkan amputasi adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan nyawanya.
Amputasi kemudian dilakukan pada 12 Mei 2025.
"Operasi darurat pun dilakukan pada saat itu dan hasilnya jari-jari tangan anak saya tidak berfungsi lagi."
"Dokter pun menjelaskan kalau tangan anak saya terinfeksi bakteri yang ganas dan terjadinya infeksi itu berasal dari bekas tusukan jarum," ungkapnya.
Selama hampir dua bulan mendampingi sang anak menjalani pengobatan, Marlina dan suaminya bahkan rela kehilangan pekerjaan.
"Saya dan suami sudah resign dari pekerjaan. Untuk biaya pengobatan alhamdulillah masih ada donatur. Tapi kami tidak tahu ke depan seperti apa," ujarnya.
Marlina dan suaminya pun hanya bisa berharap keadilan ditegakkan atas apa yang dialami anak mereka.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunLombok.com dengan judul Kisah Pilu Kibo, Balita 16 Bulan Asal Bima Kehilangan Tangan Diduga Akibat malapraktik
(Tribunnews.com/Rifqah) (TribunLombok.com/Ahmad Wawan)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.