Senin, 29 September 2025

Tambang Nikel di Raja Ampat

Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Papua Barat Daya akan Demo Tolak Aktivitas Tambang di Raja Ampat

Tema besar dalam aksi demo ini adalah “Suara Mahasiswa dan Pemuda Papua Selamatkan Pulau Indonesia” dengan tagar #SaveRaja dan #PapuaBukanTanahKosong.

Penulis: Rifqah
dok.
TAMBANG DI RAJA AMPAT - Aktivitas tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, merusak alam dan mengancam status Raja Ampat sebagai kawasan wisata strategis nasional. Tema besar dalam aksi demo ini adalah “Suara Mahasiswa dan Pemuda Papua Selamatkan Pulau Indonesia” dengan tagas #SaveRaja dan #PapuaBukanTanahKosong. 

TRIBUNNEWS.COM - Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Papua Barat Daya di Kota Jayapura akan menggelar aksi demonstrasi pada Kamis (12/6/2025) besok.

Ketua Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Papua Barat Daya se-Kota Jayapura, Nia Kambu mengatakan bahwa demo tersebut sebagai bentuk penolakan terhadap aktivitas tambang di Raja Ampat.

“Kami akan menggelar aksi demonstrasi besok, Kamis. Keputusan ini kami ambil setelah melakukan diskusi di Asrama Kabupaten Tambrauw,” ujar Nia kepada Tribun-Papua.com, Rabu (11/6/2025).

Aksi demonstrasi akan dilakukan di dua titik utama, yaitu Kantor DPR Papua dan Majelis Rakyat Papua (MRP).

Adapun, tema besar yang diusung dalam aksi ini adalah “Suara Mahasiswa dan Pemuda Papua Selamatkan Pulau Indonesia”, dengan tagar #SaveRaja dan #PapuaBukanTanahKosong.

Nia menegaskan, aksi ini merupakan inisiatif murni dari gerakan solidaritas mahasiswa dan pemuda Papua Barat Daya di Jayapura.

“Aksi kami murni, tanpa ada yang menunggangi atau membawa kepentingan sponsor dari pihak manapun. Ini adalah murni gerakan solidaritas mahasiswa dan pemuda Papua Barat Daya di Jayapura, bersama partisipasi BEM PTN/PTS, LSM, dan OKP/OKPI yang bersedia terlibat di lapangan,” tegasnya.

Nia pun menyampaikan harapannya agar kunjungan dari Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian ESDM, Gubernur Papua Barat Daya, dan aktivis lingkungan yang akan memantau langsung situasi di empat pulau terdampak tambang, bisa menunggu kehadiran perwakilan mahasiswa dari Jayapura.

“Setelah aksi Kamis, kami berencana berangkat ke Sorong pada Jumat untuk bergabung dengan rombongan pemerintah."

"Kami ingin memastikan informasi yang simpang siur bisa diklarifikasi, dan kami sebagai mahasiswa juga memiliki data yang valid untuk ikut mengawasi implementasi keputusan Presiden terkait pencabutan izin empat perusahaan tambang nikel di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil,” ujarnya.

Nia juga memberikan apresiasi kepada Aliansi Masyarakat Selamatkan Alam dan Manusia Papua yang telah menggelar aksi di Bandara Deo pada 7 Juni 2025, serta Gerakan Solidaritas untuk Raja Ampat yang menggelar aksi di Kantor Gubernur Papua Barat Daya di Sorong pada 10 Juni 2025.

Baca juga: Aktivitas Penambangan di Raja Ampat Bisa Picu Sedimentasi dan Hancurkan Terumbu Karang

“Semua aksi ini merupakan akumulasi gerakan masyarakat sipil. Terakhir, kami mahasiswa di Jayapura pun tidak tinggal diam. Kami akan bergerak pada Kamis, 12 Juni 2025,” katanya.

Sementara itu, terkait pencabutan Izin Usaha Penambangan (IUP) yang sebelumnya telah dilakukan pemerintah, Nia menyatakan dukungannya terhadap langkah cepat Presiden Prabowo Subianto tersebut.

“Kenapa kami mendukung pencabutan izin ini? Karena keempat perusahaan tersebut secara terang-terangan telah melakukan eksplorasi dan pengelolaan di wilayah pesisir serta pulau-pulau kecil, yang jelas dilarang oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta mendapat pengakuan dari UNESCO,” kata Nia.

Izin Tambang 4 Perusahaan di Raja Ampat Dicabut, Hanya 1 yang Beroperasi

Sebelumnya, empat IUP perusahaan yang dicabut itu dinilai melanggar aturan, terutama terkait aturan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Selain itu juga, pemerintah telah melakukan peninjauan di lapangan, dan menemukan beberapa kawasan yang menjadi area tambang nikel harus dilindungi.

Keempat perusahaan itu adalah PT Kawei Sejahtera Mining yang berlokasi di Pulau Kawe, PT Mulia Raymond Perkasa yang berlokasi di Pulau Batang Pele dan Pulau Manyaifun, PT Anugerah Surya Pertama yang berlokasi di Pulau Manuran, dan PT Nurham yang berlokasi di Pulau Yesner Waigeo Timur.

Namun, ada satu perusahaan yang tidak dicabut IUP-nya di Raja Ampat, yakni PT GAG Nikel.

Alasan pemerintah tak mencabut izin tambang PT GAG di Raja Ampat karena itu merupakan bagian dari aset negara.

Selain itu, operasional pertambangan yang dilakukan anak usaha PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM) itu, dinilai sudah sesuai prosedur.

Bahkan, operasi perusahaannya juga disebut telah memenuhi syarat Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, hasil evaluasi Kementerian ESDM terkait PT GAG Nikel sangat baik.

"Untuk PT GAG karena itu adalah dia melakukan sebuah penambangan yang menurut dari hasil evaluasi tim kami itu baik sekali," ungkap Bahlil, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa.

"Dan tadi kan sudah lihat foto-fotonya waktu saya meninjau itu, alhamdulillah sesuai dengan AMDAL, sehingga karena itu juga adalah bagian dari aset negara," kata Bahlil.

Aktivitas Penambangan di Raja Ampat Bisa Picu Sedimentasi dan Hancurkan Terumbu Karang

Direktur Pesisir dan Pulau Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Ahmad Aris mengungkapkan kegiatan penambangan di pulau-pulau kecil di Raja Ampat itu bisa berdampak langsung pada ekosistem laut yang merusak terumbu karang.

"Dampaknya memicu sedimentasi," ujar Ahmad di Kantor KKP, Jakarta Pusat, Rabu.

Dampak itu, kata Ahmad, baru akan terlihat ketika hujan turun sehingga akhirnya ke laut, kemudian hingga adanya arus.

Sementara ketika cuaca baik-baik saja, tidak ada gelombang atau tidak ada hujan, dampaknya belum terlihat.

"Jadi itu proses itu butuh waktu, butuh proses untuk melihat dampak-dampak itu," ucap Ahmad.

Sedimen-sedimen itu nantinya akan menutupi terumbu karang, lamun, dan sebagainya. 

Padahal, wilayah pesisir menjadi tempat untuk memijah ikan serta kegiatan bahari lainnya, termasuk sektor pariwisata.

Rusaknya ekosistem Pesisir itu nantinya akan mempengaruhi perekonomian masyarakat sekitar.

Saat ini, tim dari Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP telah melakukan tinjauan lapangan di kawasan Raja Ampat untuk melihat dampak-dampaknya.

Namun, dampak dari kegiatan penambangan ini membutuhkan waktu dan tidak bisa dilihat dalam waktu dekat, khususnya saat cuaca cerah. 

Pulau-pulau yang terdapat di wilayah Raja Ampat merupakan pulau kecil dan sangat kecil.

Berdasar Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, disebutkan pada Pasal 2.3 bahwa kegiatan pertambangan merupakan kegiatan yang tidak diprioritaskan.

Lalu, Pasal 35 melarang kegiatan pertambangan di pulau-pulau kecil, apabila secara teknis mengakibatkan kerusakan lingkungan serta memberikan dampak sosial,

"Itu sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi bahwa itu tidak diperbolehkan," katanya.

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribun-Papua.com dengan judul Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Papua Barat Daya Segera Gelar Aksi Tolak Tambang di Raja Ampat

(Tribunnews.com/Rifqah/Dennis) (Tribun-Papua.com/Yulianus)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan