Selasa, 30 September 2025

Kasus Suap di Kementerian Tenaga Kerja

Identitas 8 Tersangka Kasus Pemerasan TKA di Kemnaker yang Diusut KPK, Haryanto Raup Rp 18 Miliar 

KPK mengumumkan identitas tersangka kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). Ada Dirjen.

Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/ Ilham Rian Pratama
DIRDIK KPK - Plt Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo Wibowo mengumumkan identitas delapan tersangka kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) dan penerimaan gratifikasi, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (5/6/2025). Ada yang raup Rp 18 miliar. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan identitas tersangka kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) dan penerimaan gratifikasi.

KPK diketahui sudah menetapkan 8 tersangka dalam kasus ini.

"Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka," kata Plt Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo Wibowo dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (5/6/2025).

Berikut delapan tersangka dimaksud:

1. Suhartono (SH), selaku Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta & PKK) Kemnaker tahun 2020–2023.

2. Haryanto (HY), selaku Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) tahun 2019–2024; kemudian diangkat menjadi Dirjen Binapenta & PKK Kemnaker tahun 2024–2025.

Baca juga: KPK Duga Sopir di Kemnaker Terima Uang dari Pengepul terkait Kasus Pemerasan TKA

3. Wisnu Pramono (WP), selaku Direktur PPTKA Kemnaker tahun 2017–2019.

4. Devi Anggraeni (DA), selaku Koordinator Uji Kelayakan Pengesahan PPTKA tahun 2020–Juli 2024 kemudian diangkat menjadi Direktur PPTKA Kemnaker tahun 2024–2025.

5. Gatot Widiartono (GTW), selaku Kepala Subdirektorat Maritim dan Pertanian Ditjen Binapenta & PKK tahun 2019–2021; Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) PPTKA tahun 2019–2024; serta Koordinator Bidang Analisis dan Pengendalian Tenaga Kerja Asing Direktorat PPTKA Kemnaker tahun 2021–2025.

Baca juga: KPK Panggil 2 Tersangka Kasus Pemerasan Tenaga Kerja Asing di Kemnaker

6. Putri Citra Wahyoe (PCW), selaku Staf pada Direktorat PPTKA pada Ditjen Binapenta & PKK Kemnaker tahun 2019–2024.

7. Jamal Shodiqin (JMS), selaku Staf pada Direktorat PPTKA pada Ditjen Binapenta & PKK Kemnaker tahun 2019–2024.

8. Alfa Eshad (ALF), selaku Staf pada Direktorat PPTKA pada Ditjen Binapenta & PKK Kemnaker tahun 2019–2024

Konstruksi Perkara

Dijelaskan, RPTKA adalah izin rencana penggunaan tenaga kerja asing (TKA) pada jabatan tertentu dan jangka waktu tertentu yang diterbitkan oleh Kemnaker kepada pemberi kerja yang akan mempekerjakan TKA di Indonesia. 

Setiap pemberi kerja yang akan mempekerjakan TKA wajib memiliki dokumen pengesahan RPTKA.

Pengurusan pengesahan RPTKA dilakukan di Direktorat PPTKA pada Ditjen Binapenta dan PKK Kemnaker.

Di mana dalam proses pengajuan RPTKA akan diterbitkan dua dokumen, yaitu hasil penilaian kelayakan (HPK) dan pengesahan RPTKA.

Pengajuan kedua dokumen tersebut dilakukan secara online oleh pemohon (perusahaan/agen yang terdaftar di Kemnaker dan diberikan kewenangan untuk mengurus RPTKA). 

Atas permohonan tersebut dilakukan verifikasi secara berjenjang pada Dirjen Binapenta dan PKK. 

"Dalam proses penerbitan pengesahan RPTKA, pihak-pihak di Kemnaker melalui pegawai di Direktorat PPTKA diduga melakukan pemerasan kepada pemohon," kata Budi.

KPK menduga tersangka SH, WP, HY, DA memerintahkan PCW, ALF, dan JMS selaku verifikator di Direktorat PPTKA untuk meminta sejumlah uang kepada pemohon agar dokumen RPTKA disetujui dan diterbitkan.

Adapun permintaan uang dilakukan dengan modus sebagai berikut: 

1. Dalam proses permohonan RPTKA secara online oleh pemohon, PCW, ALF, dan JMS, hanya memberitahukan kekurangan berkas melalui WhatsApp kepada pihak pemohon yang sudah pernah menyerahkan sejumlah uang pada pengajuan sebelumnya, atau pemohon yang menjanjikan akan menyerahkan uang setelah RPTKA selesai diterbitkan. Sedangkan bagi pemohon yang tidak memberikan uang, tidak diberitahu kekurangan berkasnya, tidak diproses, atau diulur-ulur waktu penyelesaiannya. 

2. Pemohon yang tidak diproses akan mendatangi kantor Kemnaker dan bertemu dengan petugas. Pada pertemuan tersebut, PCW, ALF, dan JMS menawarkan bantuan untuk mempercepat proses pengesahan RPTKA, dan meminta sejumlah uang.

Setelah diperoleh kesepakatan, maka pihak Kemnaker menyerahkan nomor rekening tertentu untuk menampung uang dari pemohon.

3. Dalam proses pengajuan RPTKA juga terdapat tahapan wawancara terkait identitas dan pekerjaan TKA yang akan dipekerjakan, melalui Skype dengan jadwal yang ditentukan secara manual. 

PCW, ALF, dan JMS tidak memberikan jadwal Skype pada pemohon yang tidak memberikan uang dalam pengurusan RPTKA tersebut. 

4. RPTKA merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh TKA untuk memenuhi persyaratan-persyaratan lain terkait izin kerja dan izin tinggal.

Apabila RPTKA tidak diterbitkan, maka penerbitan izin kerja dan izin tinggal TKA akan terhambat. Hal ini menyebabkan pengeluaran denda kepada TKA selama RPTKA belum terbit, yaitu sebesar Rp 1 juta per hari.

Sehingga, para pemohon RPTKA terpaksa memberikan sejumlah uang kepada Direktur PPTKA dan Dirjen Binapenta melalui PCW, ALF, JMS selaku verifikator, supaya tidak terkena denda.

5. SH, WP, HY, dan DA juga memerintahkan pegawai Direktorat PPTKA agar memprioritaskan pengesahan RPTKA untuk pihak pemohon yang telah menyerahkan sejumlah uang.

Selain memberikan perintah untuk meminta uang, SH, WP, HY, dan DA secara aktif meminta dan menerima uang dari GTW, PCW, ALF, JMS yang bersumber dari pengajuan RPTKA, dan digunakan untuk keperluan pribadi. 

Selain itu, uang dari pemohon tersebut dibagikan setiap dua minggu dan membayar makan malam pegawai di Direktorat PPTKA.

Budi mengatakan, selama periode 2019–2024, jumlah uang yang diterima para tersangka dan pegawai dalam Direktorat PPTKA yang berasal dari pemohon RPTKA sekurang-kurangnya adalah Rp 53,7 miliar.

Berikut rinciannya:

  1. SH sekurang-kurangnya Rp 460 juta
  2. HY sekurang-kurangnya Rp 18 miliar
  3. WP sekurang-kurangnya Rp 580 juta
  4. DA sekurang-kurangnya Rp 2,3 miliar
  5. GTW sekurang-kurangnya Rp 6,3 miliar 
  6. PCW sekurang-kurangnya Rp 13,9 miliar
  7. ALF sekurang-kurangnya Rp 1,8 miliar
  8. JMS sekurang-kurangnya Rp 1,1 miliar

"Sedangkan sisanya digunakan untuk dibagikan kepada para pegawai di Direktorat PPTKA sebagai uang dua mingguan. Bahwa para pihak tersebut menggunakan uang itu untuk kepentingan sendiri dan untuk membeli sejumlah aset yang dibeli atas nama sendiri maupun atas nama keluarga," kata Budi.

Selain dinikmati oleh SH, HY, WP, DA, GTW, PCW, ALF, dan JMS, atas perintah 
SH dan HY, uang tersebut juga diberikan kepada hampir seluruh pegawai Direktorat PPTK (kurang lebih 85 orang) sekurang-kurangnya sebesar Rp8,94 miliar. 

Budi memastikan penelusuran aliran uang dan keterlibatan pihak lain dalam perkara ini masih terus dilakukan penyidikan. 

"Penyidik menemukan fakta bahwa perbuatan pemerasan kepada para pemohon RPTKA di Kemnaker sudah dilakukan sebelum tahun 2019 dan hal ini masih terus dilakukan pendalaman," ujarnya.

Di samping itu, hingga saat ini para pihak termasuk para tersangka telah mengembalikan uang ke negara melalui rekening penampungan KPK dengan total sebesar Rp5,4 miliar. 

Penyidik pun telah melakukan penggeledahan di beberapa tempat di Jabodetabek yang merupakan kantor Kemnaker, rumah para tersangka, rumah pihak terkait, dan kantor para agen pengurusan TKA.

"Penyidik juga melakukan penyitaan di antaranya 11 unit kendaraan roda empat dan 2 unit kendaraan roda dua dari hasil penggeledahan di beberapa rumah para tersangka dan pihak terkait," sebut Budi. 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved