Jumat, 3 Oktober 2025

Eks Komisioner Kompolnas Surati Kapolri Terkait Penegakan Hukum Medis di Wilayah Babel

Medical Doctor atau dokter, lanjutnya, memiliki kewenangan independensi profesi yang otoratif untuk mempertimbangkan melakukan atau tidak melakukan

Penulis: Reynas Abdila
zoom-inlihat foto Eks Komisioner Kompolnas Surati Kapolri Terkait Penegakan Hukum Medis di Wilayah Babel
Tribunnews.com/Tribunnews.com/Fx Ismanto
Dua Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Adrianus E Meliala dan M Nasser, kunjungi Kantor Redaksi Tribunnews, Rabu (24/6/2015) di Jakarta. Dalam kunjungannya mereka diterima langsung oleh Dirkel Tribun Herman Darmo didampingi GM Newsroom Febi Mahendra dan beberapa petinggi Tribunnews. (Tribunnews.com/Fx Ismanto)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Komisioner Kompolnas Muhammad Nasser mengirim surat ke Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo terkait adanya dugaan intervensi penegakan  tindak pidana medik di wilayah Bangka Belitung (Babel).

Nasser menuturkan bahwa perkara itu ditangani Polda Bangka Belitung dan sedang dilakukan proses sidik-lidik.

"Dalam pengamatan kami, perkara ini sarat dengan kepentingan politik lokal dan sangat berpotensi mendapatkan intervensi dari beberapa pihak yang memiliki posisi kuat di daerah tersebut," kata Nasser dalam keterangannya, Jumat (30/5/2025).

Ketua Umum Public Interest for Police Trust tersebut khawatir intervensi politik berpotensi menganggu upaya-upaya konkret pimpinan Polri untuk memperbaiki kepercayaan publik.

"Karena itu kami surati Kapolri demi menjaga dan meningkatjan kuakitas proses penegakan hukum sekaligus menambah bobot profesionalisme dan presisi penyidik Polri," paparnya. 

Menurutnya, surat tersebut sudah dikirimkan ke Kapolri pada 26 Mei lalu dengan tembusan ke Irwasum, Kabareskrim, dan Kapolda Babel.

Terdapat sejumlah poin dalam surat tersebut.

Di antaranya, tindak pidana medik bukanlah tindak pidana umum, sehingga proses penanganannya walaupun mengikuti ketentuan KUHAP. Namun, dilakukan dengan prinsip-prinsip medical crime scientific investigation

Medical Doctor atau dokter, lanjutnya, memiliki kewenangan independensi profesi yang otoratif untuk mempertimbangkan melakukan atau tidak melakukan prosedur medik. 

Sehingga, perlu hati-hati ketika menyidik adanya dugaan sebuah tindak pidana dalam menjalankan prosedur medik sangat berkaitan dengan otonomi keilmuan profesi.

"Misalnya saja ada penyidik yang mempersoalkan mengapa tidak memeriksa albumin darah pasien? Padahal pemeriksaan albumin tidak selalu bermanfaat saat tertentu, lagi pula tidak diatur/bukan standard tertulis sehingga tidak dapat mengandalkan pendapat orang perorang (pendapat lisan) yang dapat dibantah kesahihannya," paparnya. 

Baca juga: Kejagung Meyakini Pembacokan Pegawainya di Depok Tak Terkait Perkara: Mungkin Mau Begal

Poin selanjutnya, Nasser menuturkan bahwa tindak pidana medik biasanya didasarkan pada tidak adanya kompetensi dan pelanggaran terhadap standar profesi atau standar pelayanan tertulis. 

"Adalah kesukaran penegakkan hukum bila menyandarkan pada yang bukan standard tertulis yang berlaku untuk umum," tegasnya. 

Tak hanya itu, tindak pidana medik selalu atau hampir selalu tidak disertai niat.

"Bila ditemukan adanya unsur niat seharusnya perkara digeser menjadi tindak pidana umum," ujarnya. 

Ia menambahkan, demi menjaga kepercayaan publik terhadap Polri, maka diharapkan dan perlu diturunkan tim untuk menjaga independensi dan profesionalisme penyidik kepolisian, khususnya di Polda Babel.
 

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

asia sustainability impact consortium

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved