Selasa, 7 Oktober 2025

Mengabdi di Wilayah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar, Tiga Dai Terima Penghargaan dari Kemenag

Tiga dai yang mengabdi di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) menerima penghargaan dari Kementerian Agama.

HO/Kemenag
PENGABDIAN - Tiga dai yang mengabdi di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) menerima penghargaan dari Kementerian Agama dalam ajang Anugerah Syiar Ramadan (ASR) 2025 di Auditorium H.M. Rasjidi, Kantor Kemenag RI, Jakarta, Jumat (23/5/2025) kemarin. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tiga dai yang mengabdi di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) menerima penghargaan dari Kementerian Agama dalam ajang Anugerah Syiar Ramadan (ASR) 2025 di Auditorium H.M. Rasjidi, Kantor Kemenag RI, Jakarta, Jumat (23/5/2025) kemarin.

Ketiga dai tersebut adalah Atropal Asparina, Abdul Latif, dan Aji Suprapto. 

Direktur Penerangan Agama Islam, Ahmad Zayadi menyebut, penghargaan ini merupakan bentuk penghormatan atas peran para dai sebagai ujung tombak dakwah Islam di pelosok negeri.

“Para dai yang bertugas di wilayah 3T adalah ujung tombak dakwah Islam rahmatan lil ‘alamin di pelosok negeri. Mereka hadir mengisi ruang kosong dakwah dengan pendekatan yang edukatif dan moderat,” ujar Zayadi melalui keterangan tertulis, Sabtu (24/5/2025).

Ia menjelaskan, penilaian Dai 3T Inspiratif dilakukan oleh tim internal Subdirektorat Dakwah dan HBI berdasarkan laporan kegiatan para dai

Ketiga dai yang terpilih dinilai dari program dakwah yang inovatif.

Aji Suprapto (35), asal Bekasi, tidak menyangka namanya akan disebut di panggung ASR. Selama Ramadan, ia mengabdi di Kampung Zakat, Desa Selajambe, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. 

Ia hanya menjalani misi dakwah dengan sepenuh hati, tanpa pernah membayangkan akan mendapat penghargaan.

“Saya benar-benar terharu. Tidak pernah punya ekspektasi apa pun. Ini rezeki yang datang dari arah yang tak disangka,” katanya.

Bagi Aji, dakwah adalah jalan pengabdian. Ia menjangkau masyarakat desa dengan pendekatan yang membumi dan humanis. 

Dirinya menggunakan bahasa sederhana yang mudah dipahami, menyelipkan nilai-nilai Islam dalam percakapan sehari-hari, dan menyapa masyarakat tidak hanya di masjid, tetapi juga di sawah, warung kopi, serta kegiatan gotong royong.

Metode yang ia gunakan menekankan pada dakwah kultural, yakni mendekati masyarakat melalui adat dan tradisi setempat. 

Ia tidak datang dengan pendekatan formal dan menggurui, melainkan dengan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. 

Aji juga aktif menggelar pengajian keluarga dari rumah ke rumah, pelatihan ibadah praktis untuk remaja dan lansia, serta kegiatan sosial seperti berbagi sembako, bersih-bersih masjid, dan bimbingan keluarga sakinah.

“Saya tidak ingin mereka hanya mendengar ceramah, tetapi juga merasakan manfaat kehadiran dai dalam kehidupan sehari-hari,” jelasnya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved