Hasto Kristiyanto dan Kasusnya
Penyelidik KPK Arif Budi Tuding Hasto Kristiyanto Aktor Intelektual dalam Kasus Harun Masiku
Penyataan Arif itu tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP) nomor 20 saat diperiksa pada tahap penyidikan pada 6 Januari 2025.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyelidik KPK Arif Budi Raharjo menuding Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebagai aktor intelektual di balik kasus suap pergantian antar waktu (PAW) Harun Masiku yang melibatkan eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Penyataan Arif itu tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP) nomor 20 saat diperiksa pada tahap penyidikan pada 6 Januari 2025.
Pernyataan Arif dalam BAP-nya ini pun sontak disoroti oleh kuasa hukum Hasto, Patra M Zen saat mendampingi kliennya dalam sidang lanjutan kasus suap dan perintangan penyidikan PAW Harun Masiku di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jum'at (16/5/2025).
Dalam sidang ini, Arif Budi dihadirkan oleh Jaksa KPK sebagai saksi.
Dalam persidangan itu, Patra mencecar Arif perihal pernyataannya dalam BAP yang menyatakan bahwa Hasto merupakan dalang kasus suap tersebut.
"Itu bapak tegas bilang aktor intelektual. Nah ini ngeri, saya bacakan biar gak salah karena sadis ini ngeri ini. Dalam kasus penyuapan terhadap Wahyu Setiawan menurut pendapat saya adalah Hasto Kristiyanto begitu yang bapak bilang kan?" tanya Patra.
"Jadi menurut bapak, aktor intelektualnya itu Pak Hasto. Sekarang saya tanya langsung, kalau saksi memang saksi fakta, apa yang bapak lihat dan alami sendiri. Ada gak Pak Hasto itu mengarahkan atau memerintahkan, ada enggak?" tanya Patra kemudian.
Menanggapi rentetan pertanyaan itu, kemudian Arif pun menjelaskan bahwa dugaan keterlibatan Hasto itu ia ketahui berdasarkan bukti dan petunjuk serta keterangan saksi yang dirinya dapatkan.
Bukti dan petunjuk serta keterangan itu dia peroleh ketika melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap tim hukum PDIP Donny Tri Istiqomah, Eks kader PDIP Saeful Bahri dan mantan Komisioner Bawaslu Agustiani Tio Fridelina.
"Jadi dari hasil yang kami temukan dalam proses penyelidikan, bahwa masing-masing pihak melakukan penyuapan dalam hal ini Donny, Saeful, Tio itu memang berada di dalam satu kesatuan dengan terdakwa. Karena dia menerima arahan dan kemudian mereka melaporkan..," ucap Arif yang kemudian dipotong oleh Patra.
Saat memotong keterangan Arif, Patra pun kemudian menegaskan kembali pertanyaannya terkait tudingan Hasto sebagai aktor intelektual dalam perkara suap tersebut.
Patra coba mengkonfirmasi pernyataan Arif bahwa dugaan Hasto sebagai aktor intelektual hanya berdasarkan bukti petunjuk penyelidikan.
"Betul, bukti petunjuk dan keterangan," jawab Arif membenarkan.
Tak berhenti disana, kemudian Patra pun kembali mencecar Arif apakah dugaan Hasto sebagai aktor intelektual berdasarkan apa yang ia alami sendiri dan melihat langsung keterlibatan Sekjen PDIP itu atau bukan.
Menanggapi pertanyaan Patra, Arif mengaku bahwa ia tidak melihat langsung adanya arahan Hasto melakukan tindak pidana suap melainkan berdasarkan bukti petunjuk dari hasil penyelidikan.
"Sekarang saudara saksi fakta ini, saudara lihat langsung gak?," cecar Patra.
"Tidak," jawab Arif.
"Saudara juga tidak mendengar langsung perintah bapak (Hasto) ngarahin, enggak ya?," tanya Patra lagi.
"Jadi beberapa bukti petunjuk dari komunikasi," jawab Arif.
Seperti diketahui Sekertaris Jenderal (Sekjen) PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam kepengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.
Adapun hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (Jpu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan berkas dakwaan Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jum'at (14/3/2025).
"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu," kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto.
Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaanya yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 ribu Dollar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
"Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang termasuk penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme," ucap Jaksa.
Jaksa mengatakan, peristiwa itu bermula pada 22 Juni 2019 dilaksanakan rapat pleno DPP PDIP untuk membahas perolehan suara Nazarudin Kiemas calon anggota legislatif dapil Sumatera Selatan 1 yang telah meninggal dunia.
Adapun dalam pemilu 2019, Nazarudin dinyatakan memperoleh 34.276 suara, disusul Riezky Aprilia 44.402 suara, Darmadi Djufri 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, Diana Oktasari 13.310 suara.
Kemudian di urutan kelima ada Harun Masiku dengan perolehan suara 5.878 suara, Suharti 5.669 suara dan Irwan Tongari 4.240 suara.
Lalu berdasarkan hasil rapat pleno tersebut, Hasto selaku Sekjen memerintahkan Tim Hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah menjadi pengacara partai untuk menggugat materi Pasal 54 ayat (5) huruf k tentang peraturan KPU nomor 3 tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA).
Setelah itu Hasto memanggil Donny dan Saeful Bahri ke rumah aspirasi di Jakarta Pusat untuk memberi perintah agar membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI.
"Dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku kepada Terdakwa," ujar Jaksa.
Setelah itu selang satu bulan yakni Juli 2019, DPP PDIP kembali menggelar rapat pleno dengan keputusan menetapkan Harun Masiku sebagai caleg mengganti posisi Nazarudin Kiemas.
Atas keputusan itu Hasto pun memberitahu kepada Donny Tri untuk mengajukan surat permohonan kepada KPU.
Kemudian DPP PDIP bersurat kepada KPU yang pada pokoknya meminta agar perolehan suara Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku.
"Menindaklanjuti surat dari DPP PDIP tersebut yang pada pokoknya KPU RI tidak dapat memenuhi permohonan DPP PDI-P karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku," sebutnya.
Setelah tidak bisa memenuhi permintaan DPP PDIP, KPU pun menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon anggota DPR RI terpilih berdasarkan rapat pleno terbuka pada 31 Agustus 2019.
Akan tetapi operasi pengajuan Hasto sebagai anggota DPR masih berlanjut.
Dimana Hasto meminta fatwa dari MA hingga menyuap Wahyu Setiawan sebesar 57.350 SGD atau setara Rp 600 juta.
Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.