DKI Jakarta dan Bali Terancam Depopulasi Lebih Cepat, Studi LD FEB UI Sebut Dampak Serius
Fenomena depopulasi atau penyusutan jumlah penduduk kini tidak hanya menjadi isu di negara-negara maju. Indonesia juga terancam mengalami.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Fenomena depopulasi atau penyusutan jumlah penduduk kini tidak hanya menjadi isu di negara-negara maju seperti Jepang dan Korea Selatan.
Baca juga: 71 Ribu Perempuan Indonesia Memilih Childfree, BKKBN: Bisa Membuat Depopulasi
Sebuah studi terbaru dari Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI) mengungkap bahwa DKI Jakarta dan Bali berpotensi menjadi wilayah pertama di Indonesia yang akan mengalami depopulasi lebih cepat dibandingkan provinsi lain.
Jakarta Alami Depopulasi pada 2026, Bali Menyusul 2046
Studi bertajuk "Masa Depan Penduduk Indonesia: Kebijakan dan Strategi untuk Menghadapi Potensi Depopulasi", yang dirilis oleh LD FEB UI, menyebut bahwa DKI Jakarta diperkirakan mengalami depopulasi pada tahun 2026, sementara Bali pada 2046.
Data ini diperkuat oleh proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS) berdasarkan Sensus Penduduk 2020, yang memperlihatkan bahwa pertumbuhan penduduk Indonesia terus mengalami penurunan, bahkan diproyeksikan hanya akan tumbuh sebesar 0,25 persen pada 2050.
Mengapa Depopulasi Menjadi Ancaman Serius?
Depopulasi adalah kondisi di mana jumlah penduduk suatu wilayah terus menurun secara signifikan, akibat menurunnya angka kelahiran dan tingginya angka migrasi keluar.
Menurut Turro Wongkaren, peneliti senior LD FEB UI, depopulasi bisa membawa dampak besar terhadap banyak sektor.

Apa saja dampaknya per sektor? Berikut paparannya.
Dampak Ekonomi
Menurunnya jumlah tenaga kerja produktif
Bertambahnya beban sistem jaminan sosial
Naiknya angka ketergantungan penduduk lanjut usia
Dampak Sosial dan Politik
Potensi konflik akibat migrasi tenaga kerja asing
Ketimpangan budaya dan integrasi sosial
Infrastruktur seperti sekolah dan rumah sakit menjadi tidak terpakai optimal
Rendahnya Tingkat Kelahiran Jadi Faktor Utama Depopulasi
Salah satu faktor utama penyebab depopulasi adalah menurunnya tingkat kelahiran, terutama di kota-kota besar. DKI Jakarta misalnya, memiliki disparitas kelahiran yang tinggi antara kawasan elit dan kawasan menengah ke bawah.
“Wilayah dengan kelas ekonomi atas cenderung memiliki angka kelahiran yang sangat rendah. Sebaliknya, wilayah menengah ke bawah justru masih memiliki kelahiran tinggi,” ungkap Turro.
Kondisi ini memperlihatkan pentingnya perumusan kebijakan kependudukan yang bersifat personal dan kontekstual di setiap daerah.
Solusi Menghadapi Depopulasi: Pendekatan Medis dan Sosial
LD FEB UI merekomendasikan sejumlah kebijakan antisipatif guna meningkatkan atau mempertahankan tingkat kelahiran:
Pendekatan Medis:
Meningkatkan akses terhadap layanan infertilitas
Mengakui infertilitas sebagai penyakit yang dapat ditangani
Edukasi kesehatan reproduksi sejak usia muda
Pendekatan Sosial dan Keluarga:
Penyediaan dan peningkatan fasilitas penitipan anak
Insentif pajak dan tunjangan keluarga bagi pasangan dengan anak lebih dari satu
Kampanye publik untuk menyeimbangkan kehidupan kerja dan keluarga
"Kebijakan perencanaan keluarga tidak bisa bersifat satu ukuran untuk semua. Harus berbasis data demografi lokal dan kondisi sosial ekonomi wilayah," tegas Turro dalam FGD Policy Dialogue di Jakarta.
Belajar dari Jepang dan Korea: Jangan Terlambat Bertindak
Kondisi depopulasi yang telah lebih dulu dialami negara-negara maju seperti Jepang dan Korea Selatan menjadi cerminan penting bagi Indonesia.
Kedua negara tersebut kini tengah menghadapi tantangan besar seperti:
Kekurangan tenaga kerja produktif
Sistem pensiun yang tidak lagi seimbang
Kota-kota mati akibat penurunan populasi ekstrem
Indonesia, melalui studi LD FEB UI, punya peluang untuk mengantisipasi lebih awal jika kebijakan pro-keluarga dan peningkatan angka kelahiran diterapkan secara konsisten dan inklusif.
Perlu Tindakan Nyata dari Sekarang
Meski secara nasional Indonesia belum akan mengalami depopulasi hingga 2050, tanda-tanda ke arah sana sudah terlihat jelas di wilayah-wilayah tertentu.
DKI Jakarta dan Bali, sebagai pusat ekonomi dan pariwisata, justru berada di garis depan risiko ini. Oleh karena itu, kebijakan peningkatan kelahiran dan perlindungan keluarga harus menjadi prioritas dalam agenda pembangunan nasional.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.