Mutasi dan Promosi di TNI
Hendardi Setara Institute Cium Motif Politik di Balik Pembatalan Mutasi Letjen TNI Kunto Arief
Hendardi menyoroti pembatalan mutasi tujuh perwira tinggi TNI, termasuk di dalamnya, putra purnawirawan TNI Try Sutrisno, Letjen Kunto Arief Wibowo.
Editor:
Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Dewan Nasional Setara Institute, Hendardi menyoroti pembatalan mutasi tujuh perwira tinggi TNI, termasuk di dalamnya, putra purnawirawan TNI yang juga Wakil Presiden RI ke-6 Try Sutrisno, Letjen Kunto Arief Wibowo.
Letjen Kunto Arief Wibowo saat ini tetap pada jabatan semula sebagai Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I.
Hal tersebut terutang dalam Keputusan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto Nomor KEP 554.a/IV/2025 tanggal 30 April 2025.
Padahal, sehari sebelumnya Letjen Kunto bersama enam perwira tinggi lainnya dimutasi dengan KEP 554/IV/2025, yang dikeluarkan pada tanggal 29 April 2025.
Dalam keputusan tersebut Letjen Kunto dimutasi menjadi staf khusus Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).
Baca juga: Pengamat Sebut Ada Andil Prabowo Dalam Pembatalan Mutasi Anak Try Sutrisno Letjen TNI Kunto Arief
Hendardi mencium adanya motif politik di balik pembatalan mutasi 7 perwira tinggi TNI tersebut.
Diketahui Try Sutrisno bersama sejumlah purnawirawan TNI membuat pernyataan meminta Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dicopot, sebelum keluarnya mutasi terhadap Letjen Kunto.
"Pembatalan KEP 554 hanya selang sehari tersebut semakin menegaskan spekulasi bahwa mutasi berkaitan dengan dan didorong motif politik," kata Hendardi dalam pernyataan tertulisnya, Sabtu (3/5/2025).
Baca juga: Polemik Mutasi Letjen Kunto Arief Wibowo, TB Hasanuddin Soroti Kepemimpinan Panglima Agus Subiyanto
Meskipun spekulasi tersebut dibantah Markas Besar TNI yang menegaskan bahwa mutasi merupakan bagian dari mekanisme pembinaan karier dan kebutuhan organisasi, menurut Hendardi, publik sulit mempercayai hal itu.
Letjen Kunto baru menjabat selama empat bulan sebagai Pangkogabwilhan I.
Hendardi menilai mutasi sebelumnya tersebut terbilang cepat dan tidak lazim.
"Mutasi dan pembatalan mutasi tersebut patut diduga tidak melibatkan kerja profesional Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti)," ucapnya.
Menurut Hendardi, mutasi yang dibatalkan tersebut merupakan pelajaran penting bahwa TNI tidak boleh menjadi alat politik kekuasaan dan menjadi perpanjangan kepentingan politik pihak tertentu, termasuk Presiden atau pihak lain yang mempengaruhinya.
"TNI hanya boleh menjadi instrumen politik negara dan menjalankan fungsi utamanya di bidang pertahanan untuk melindungi kedaulatan dan keselamatan negara," ucapnya.
Di samping itu, Hendardi menilai, pembatalan mutasi dalam sehari itu pasti menggerus kepercayaan publik.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.