Jumat, 3 Oktober 2025

Wacana Pergantian Wapres

Pemakzulan Gibran Tidak Mudah, Legislator PKB Ungkap Syarat yang Harus Dipenuhi

Abdullah menilai pemberhentian wapres Gibran tidak mudah dilaksanakan, karena banyak syarat yang harus dipenuhi.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Dewi Agustina
HandOut/IST
WACANA PERGANTIAN WAPRES - Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKB Abdullah, merespons wacana pemberhentian Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Menurutnya langkah politik itu tidak mudah dilaksanakan, karena banyak syarat yang harus dipenuhi sesuai yang diatur dalam konstitusi. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKB Abdullah, merespons wacana pemberhentian Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. 

Menurutnya langkah politik itu tidak mudah dilaksanakan, karena banyak syarat yang harus dipenuhi sesuai yang diatur dalam konstitusi.

Baca juga: Rumah Politik Indonesia Rilis Hasil Survei Terbaru soal Kinerja Wapres Gibran

Abdullah mengatakan, proses pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden RI dapat dilakukan, jika Presiden melakukan pelanggaran berat, seperti pengkhianatan terhadap negara, korupsi, dan penyalahgunaan kekuasaan.

"Tidak mudah untuk melengserkan presiden atau wakil presiden. Sejumlah langkah harus dilalui," kata dia kepada wartawan, Rabu (30/4/2025).

Ia menjelaskan dalam Pasal 7A Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) atas usul Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela.

Kemudian Pasal 7B menjelaskan, proses pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden harus dilakukan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar dan peraturan perundang-undangan lainnya.

Baca juga: Silfester: Isu Pemakzulan Wapres Gibran Pintu Masuk Lengserkan Presiden Prabowo

Legislator asal Dapil Jawa Tengah VI itu mengatakan, DPR harus terlebih dulu mengajukan proposal pemberhentian kepada MPR. 

Kemudian, MPR melakukan investigasi dan pemeriksaan. 

Lalu MPR mengadakan sidang untuk membahas proposal pemberhentian dan mendengarkan keterangan presiden. 

"MPR dapat memutuskan untuk memberhentikan presiden atau wakil presiden jika terbukti melakukan pelanggaran berat baik pada saat menjabat maupun sebelum menjabat," ujarnya.

Misalnya, terbukti pernah melakukan korupsi atau bersekongkol dalam skandal korupsi seperti Presiden Korea Selatan  Park Geun-hye. 

Kemudian terbukti telah melakukan manipulasi dokumen syarat pencalonan presiden, seperti memalsukan ijazah, atau seperti Presiden Lithuania Rolandas Paksas yang terbukti membuat dokumen palsu dengan memberikan kewarganegaraan Lithuania kepada seorang pengusaha Rusia dengan imbalan pembayaran uang.

Atau pernah terlibat dalam skandal pelecehan seksual seperti yang pernah dituduhkan terhadap Bill Clinton dengan Monica Lewinsky pada tahun 1995. 

"Selain itu, seorang presiden atau wakil presiden juga bisa di-impeache karena terbukti menebar ujaran kebencian, menyebar hoaks dalam tipu muslihat yang mengancam nasionalisme bangsa," ucap Abdullah.

Dia pun mengajak semua pihak, baik elite politik, tokoh masyarakat, agamawan, dan masyarakat secara umum untuk lebih fokus mendukung pembangunan yang dilakukan pemerintah.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved