Minggu, 5 Oktober 2025

Dedi Mulyadi Ingin Siswa Nakal Dididik di Barak Militer, DPR: Pendekatan Psikologis Lebih Tepat

Anggota Komisi X DPR RI Bonnie Triyana menilai pendekatan psikologis lebih tepat diterapkan ke siswa nakal timbang kirim ke barak militer.

Editor: Nuryanti
Tribunnews.com/ Rizki Sandi Saputra
GUBERNUR JABAR - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi di Gedung Nusantara Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (29/4/2025). Ia mengatakan siswa sering tawuran hingga main game Mobile Legend bakal dibina TNI. Anggota Komisi X DPR RI Bonnie Triyana menanggapi soal rencana Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi yang inin mendisiplinkan siswa-siswa nakal dengan cara mengirim mereka ke barak militer. 

Hasilnya aktivitas siswa bisa lebih diarahkan ke hal-hal yang positif dan terhindar dari tindakan-tindakan yang mengarah ke kriminal. 

akan lebih baik jika penanganan siswa bermasalah dilakukan dengan memfasilitasi serta menyalurkan minat dan bakat mereka di bidang tertentu.

Dengan demikian, aktivitas siswa bisa lebih diarahkan ke hal-hal yang positif dan terhindar dari tindakan-tindakan yang mengarah ke kriminal. 

Akan lebih baik jika penanganan siswa bermasalah dilakukan dengan memfasilitasi serta menyalurkan minat dan bakat mereka di bidang tertentu. 

“Penyediaan fasilitas olahraga dan kesenian juga seharusnya bisa dilakukan pemerintah agar siswa-siswa bermasalah bisa menyalurkan energi dan kreativitasnya,” pungkas Bonnie

Baca juga: Kritik Tajam DPR ke Dedi Mulyadi soal Rencana Kirim Siswa Bermasalah ke Barak Militer

Berpotensi Langgar Hak Asasi Anak

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyoroti potensi pelanggaran hak-hak asasi anak terkait rencana kerja sama Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan TNI Angkatan Darat terkait pembinaan siswa bermasalah.

Usman memandang pelibatan personel TNI untuk melakukan pembinaan siswa bermasalah dengan cara militer adalah cara yang tidak tepat.

Disiplin militer, menurutnya tidak cocok untuk pertumbuhan anak karena metode militer sering kali melibatkan disiplin keras dan hukuman fisik yang tidak sesuai untuk anak-anak yang masih dalam proses perkembangan dan pertumbuhan.

Menurutnya, anak-anak justru membutuhkan pendekatan yang mendukung perkembangan emosi, sosial, dan kognitif mereka.

"Pendekatan itu membawa potensi terjadinya pelanggaran hak-hak asasi anak. Pembinaan dengan cara militer dapat berpotensi melanggar hak-hak anak, seperti hak atas perlindungan dari kekerasan fisik dan psikologis, serta hak untuk berkembang dalam lingkungan yang aman, nyaman, dan mendukung," kata Usman saat dihubungi Tribunnews.com pada Rabu (30/4/2025).

Baca juga: TNI AD: Akan Ada Kerja Sama Antara Kodam III Siliwangi dan Pemprov Jabar Tangani Siswa Bermasalah

Menurutnya, pendekatan yang dibutuhkan untuk menangani siswa bermasalah adalah pendekatan yang lebih holistik.

Pendekatan tersebut menurutnya termasuk dukungan psikologis, pendidikan khusus, dan bantuan sosial. 

"Metode militer tidak dirancang untuk menangani kebutuhan kompleks anak-anak tersebut, apalagi hak anak yang utama adalah bermain. Ada risiko trauma dan dampak jangka panjang," kata dia.

"Pengalaman kekerasan atau disiplin keras dapat menyebabkan trauma dan memiliki dampak jangka panjang pada kesehatan mental dan emosi anak. Ini bertentangan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia yang menekankan perlindungan dan kesejahteraan anak," sambung Usman.

(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Gita Irawan)(Tribun Jakarta/ Rr Dewi Kartika H)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved