183 Ribu TKI Ilegal Tetap Nekat Berangkat ke Arab Saudi Meski Sudah Dilarang Pemerintah
Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Karding menyebut sebanyak 183.000 TKI tetap berangkat secara ilegal ke Arab Saudi.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Karding menyebut sebanyak 183.000 tenaga kerja Indonesia (TKI) tetap berangkat secara ilegal ke Arab Saudi.
Padahal, Karding mengatakan pemerintah sudah melarang atau melakukan moratorium sejak 2011.
"Totalnya dari kunjungan ke Riyadh, itu total pekerja kita yang ada di sana itu ada 183.000 yang rawan tidak terlindungi," kata Karding dalam rapat bersama Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (28/4/2025).
Karding mengatakan setiap tahunnya, ada 25.000 TKI ilegal yang nekat berangkat.
"25.000 ini tidak terdata di Sisko P2MI atau terdaftar oleh negara kita. Sehingga 25.000 per tahun ini menjadi sangat riskan perlindungannya untuk mereka. Jadi tidak ada perlindungan sama sekali," kata dia.
Baca juga: TKI Asal Banyumas Meninggal di Peru, Pemulangan Jenazah Terbentur Biaya Rp 250 Juta
Karding menjelaskan, meski moratorium sudah dilakukan pemerintah RI, setiap harinya selalu ada saja TKI yang berangkat ke Arab Saudi secara ilegal.
Menurutnya, kondisi ini perlu diperhatikan demi melindungi tenaga kerja Indonesia.
"Setelah 2011 sampai sekarang, Arab Saudi mulai melakukan reformasi hukum," imbuhnya.
Sebelumnya, Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding mengungkapkan alasan pemerintah, ingin moratorium pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Arab Saudi.
Baca juga: Gaji Dodi Romdani sebagai Kepala Desa di Ciamis, Pilih Mengundurkan Diri dan Jadi TKI di Jepang
Ia menyebut, dibukanya kembali penempatan PMI ke Arab Saudi lantaran maraknya keberangkatan pekerja secara non-prosedural atau ilegal ke negara tersebut.
"Kita ingin yang pertama jaga agar selama sistem perlindungan ini berjalan, karena ada sekitar 25 ribu pekerja migran non-prosedural atau ilegal kita yang terus mengalir setiap tahun," kata Karding di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.
Menurutnya, para pekerja ilegal ini tidak terdaftar dalam Sistem Komputerisasi Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (Sisko P2MI) sehingga negara tidak memiliki data dan kendali atas mereka.
Akibatnya, perlindungan hukum dan sosial terhadap mereka menjadi sangat lemah.
"25 ribu ini tidak terdata di Sisko P2MI atau terdaftar oleh negara kita. Sehingga 25 ribu per tahun ini menjadi sangat riskan perlindungannya untuk mereka. Jadi tidak ada perlindungan sama sekali," ucap Karding.
Ia menambahkan, meskipun moratorium pengiriman pekerja migran ke Arab Saudi, faktanya pengiriman secara ilegal tetap berlangsung setiap hari.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.