Revisi UU TNI
Pengamat Militer Ungkap Beda Peluang Perpanjangan Pensiun KSAL & Panglima TNI Mengacu UU TNI Baru
Ada banyak pertanyaan dan spekulasi mengenai masa depan jabatan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) dan Panglima TNI
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengungkapkan beda peluang perpanjangan pensiun KSAL Laksamana TNI Muhammad Ali dan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto jika mengacu pada Undang-Undang (UU) TNI yang baru.
Fahmi mencatat beberapa hari terakhir ada banyak pertanyaan dan spekulasi mengenai masa depan jabatan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) dan Panglima TNI.
Hal itu seiring telah dicapainya usia 58 tahun oleh Laksamana TNI Muhammad Ali pada 9 April 2025, sementara Jenderal TNI Agus Subiyanto akan menyusul pada bulan Agustus mendatang.
Di saat bersamaan, lanjut dia, DPR RI memang telah menyetujui perubahan UU TNI yang mengubah ketentuan usia pensiun bagi perwira tinggi.
Namun, kata dia, hingga saat ini UU hasil revisi tersebut belum diundangkan secara resmi dalam Lembaran Negara, sehingga belum memiliki kekuatan hukum berlaku.
Padahal, menurut Pasal 73 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, apabila dalam waktu 30 hari sejak disetujui bersama DPR Presiden tidak menandatangani RUU, maka RUU tersebut tetap sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.
Artinya, kata Fahmi, secara konstitusional, revisi UU TNI sudah sah, dan kini hanya menunggu proses administratif pengundangan oleh Kementerian Hukum dan HAM agar dapat diberlakukan secara efektif.
Ia mencatat revisi UU TNI yang baru mengatur bahwa khusus untuk perwira tinggi bintang empat, termasuk Panglima TNI dan para Kepala Staf Angkatan, batas usia pensiun paling tinggi adalah 63 tahun.
Masa dinas tersebut, lanjutnya, dapat diperpanjang maksimal dua kali, sesuai kebutuhan yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden, dengan ketentuan bahwa satu kali perpanjangan berlaku untuk satu tahun.
Artinya, kata Fahmi, secara normatif seorang perwira tinggi bintang empat dapat menjabat hingga maksimal usia 65 tahun, apabila Presiden memutuskan untuk memberikan dua kali perpanjangan penuh.
Namun selama UU tersebut belum diundangkan, ketentuan lama tetap berlaku, yakni batas usia pensiun 58 tahun.
Dalam konteks ini, KSAL Laksamana Muhammad Ali telah mencapai usia 58 tahun pada 9 April 2025.
Secara hukum substantif, menurut Fahmi, Muhammad Ali sebenarnya telah memasuki masa pensiun sejak tanggal tersebut.
Tanggal 1 Mei 2025, kata dia, hanya berfungsi sebagai batas administratif pengakhiran masa dinas, mengikuti praktik birokrasi militer yang biasa mengakhiri jabatan pada awal bulan berikutnya.
"Dengan demikian, secara yuridis masa dinas KSAL saat ini telah selesai, dan setiap keputusan lanjutan tergantung sepenuhnya pada arah kebijakan Presiden," kata Fahmi saat dihubungi Tribunnews.com pada Kamis (10/4/2025).
"Sebaliknya, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto masih memiliki waktu hingga Agustus 2025, sehingga lebih memungkinkan untuk diperpanjang," lanjut dia.
Kewenangan Presiden
Namun demikian, menurut Fahmi penting untuk dipahami bahwa perpanjangan masa dinas bukanlah hak otomatis, melainkan sepenuhnya merupakan kewenangan Presiden yang dapat diberikan atau tidak, tergantung pada pertimbangan kebutuhan organisasi dan situasi nasional.
Ia juga menekankan presiden memiliki hak prerogatif untuk mengganti kepala staf angkatan kapan saja, serta berwenang untuk mengajukan nama baru Panglima TNI ke DPR tanpa harus menunggu batas usia pensiun tercapai.
"Usia pensiun adalah batas akhir masa dinas, bukan jaminan seseorang akan terus menjabat sampai usia tersebut, karena pengisian jabatan strategis mestinya mengacu pada kebutuhan strategis organisasi TNI dan arah kebijakan pertahanan nasional," kata dia.
Pernah Terjadi
Fahmi mencatat dalam sejarah militer kita, situasi serupa pernah terjadi saat transisi dari UU No. 2 Tahun 1988 ke UU No. 34 Tahun 2004.
Saat itu, ungkap dia, Panglima TNI Jenderal Endriartono Soetarto, KSAL Laksamana Bernard Kent Sondakh, dan KSAU Marsekal Chappy Hakim telah menjalani "penahanan dalam dinas" sesuai ketentuan lama yang memungkinkan mereka pensiun hingga usia 60 tahun.
Sebaliknya, KSAD Jenderal Ryamizard Ryacudu, yang belum menjalani penahanan dalam dinas ketika UU baru berlaku, dibatasi usia pensiunnya menjadi maksimal 56 tahun sesuai pasal 71 huruf b angka 1 UU No. 34/2004.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat itu kemudian memilih tidak melanjutkan usulan Presiden Megawati yang menjelang akhir masa jabatannya mengajukan nama Ryamizard ke DPR untuk diangkat sebagai Panglima TNI.
SBY, kata dia, lebih memilih mempertahankan Endriartono yang secara hukum punya ruang pensiun lebih longgar, untuk terus menjabat hingga diganti pada Februari 2006.
Sementara itu, ungkapnya, seluruh kepala staf angkatan (Ryamizard, Bernard Kent Sondakh dan Chappy Hakim) diganti serentak pada Februari 2005, meskipun usia mereka belum mencapai batas pensiun.
Preseden tersebut menurut Fahmi menegaskan bahwa batas usia pensiun tidak otomatis menjadi batas akhir jabatan, dan keputusan pengangkatan atau pemberhentian pejabat tinggi TNI tetap berada sepenuhnya di tangan Presiden, termasuk untuk mengusulkan pergantian Panglima TNI kepada DPR RI.
Dengan demikian, kata dia, meskipun secara konstitusional revisi UU TNI telah sah dan akan diberlakukan setelah 30 hari disetujui DPR, saya berpandangan bahwa ketentuan baru mengenai batas usia pensiun tidak dapat serta-merta diterapkan pada KSAL saat ini.
Sebab, lanjut dia, pada saat UU yang baru akan mulai berlaku efektif, yakni diperkirakan 20 April 2025, Laksamana Muhammad Ali telah melewati batas usia 58 tahun yang diatur dalam UU lama, sehingga dasar hukum perpanjangan masa dinasnya menjadi tidak relevan secara administratif.
"Dengan demikian, kecuali terdapat ketentuan peralihan yang secara eksplisit mengatur sebaliknya, beliau tetap harus memasuki masa pensiun mengikuti ketentuan sebelumnya," katanya.
Oleh sebab itu, menurut dia, memperdebatkan apakah UU TNI yang baru akan diundangkan tepat waktu atau tidak sebenarnya sudah tidak lagi relevan bagi posisi KSAL saat ini, karena secara hukum dan administratif beliau telah melewati usia pensiun.
"Yang masih perlu diperhatikan adalah posisi Panglima TNI, yang secara hukum masih bisa mengikuti ketentuan baru, dan sepenuhnya akan bergantung pada pertimbangan strategis Presiden Prabowo Subianto dalam menentukan arah kebijakan serta kebutuhan organisasi TNI," pungkas Fahmi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.