Revisi UU TNI
Prabowo Janji Tak Akan Khianati Reformasi Meski Dukung UU TNI 2025: Saya Menghendaki Perubahan
Prabowo mengatakan, jika dilihat dari catatan sejarah, menunjukkan bahwa dirinya sebagai ABRI menghendaki perubahan dan mendukung reformasi.
TRIBUNNEWS.COM - Bicarakan Undang-undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) 2025, Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa dirinya tidak akan mengkhianati reformasi meski mendukung pengesahan UU tersebut.
Hal itu disampaikan Prabowo di hadapan tujuh jurnalis kawakan untuk berbincang on the record di perpustakaan pribadinya.
Mereka adalah Lalu Mara Satriawangsa (TV One), Uni Lubis (IDN Times), Najwa Shihab (Narasi), Alfito Deannova (Trans), Valerina Daniel (TVRI), Sutta Dharmasuta (Kompas), dan Retno Pinasti (SCTV).
Prabowo menekankan, ucapannya itu bisa dibuktikan dari catatan sejarah yang menunjukkan dirinya menghendaki perubahan dan mendukung reformasi.
“Saudara bisa membuka catatan sejarah dan membaca saya adalah bagian dari ABRI yang menghendaki perubahan dan mendukung reformasi,” ucap Prabowo, Minggu (6/4/2025), dilansir Kompas TV.
“Karena itu, saya tidak akan mengkhianati reformasi,” lanjutnya.
Prabowo pun menjelaskan bahwa esensi utama dari diubahnya UU TNI adalah untuk perpanjangan usia pensiun.
Alasannya, karena sangat sulit bagi TNI jika setiap tahun harus mengganti Panglima karena terbatas usia tadi.
“Esensi utama dari UU TNI 2025 adalah perpanjangan usia pensiun."
"Sangat sulit bagi TNI untuk berkembang sebagai organisasi jika setiap beberapa tahun kita harus ganti Panglima karena terbatas usia pensiun. Tidak ada agenda lain,” terang Prabowo.
Selain itu, Prabowo juga ditanya tentang adanya kritik dan demonstrasi atas pembahasan UU TNI 2025 yang dinilai tidak transparan, serta kekhawatiran RUU Polri juga akan tidak transparan.
Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil Bakal Ajukan Uji Materi UU TNI ke Mahkamah Konstitusi
“Saya menerima ada publik yang khawatir karena membaca naskah RUU yang tidak resmi, dan tidak mendapatkan naskah RUU yang resmi,” ucap Prabowo.
“Untuk itu saya akan bantu pastikan transparansi proses RUU Polri, dan pastikan naskah RUU yang resmi diedarkan berkala untuk diikuti oleh publik,” lanjutnya.
Sebelumnya, melalui sidang paripurna yang dipimpin Puan Maharani, DPR RI telah mengesahkan UU TNI pada Kamis, 20 Maret 2025 lalu.
Ada tiga poin perubahan dalam revisi UU TNI itu, pertama adalah Pasal 47 terkait jabatan TNI aktif di kementerian/lembaga sipil.
Dalam Pasal 47 Ayat (1) TNI yang lama disebutkan, prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun.
Sementara dalam UU TNI 2025, poin itu diubah, sehingga TNI aktif bisa menjabat di 14 kementerian/lembaga.
Kemudian untuk jabatan di luar 14 kementerian/lembaga, TNI aktif diharuskan mundur atau pensiun.
Kedua, Pasal 53 Ayat (3) UU TNI yang mengatur batas usia pensiun bintara dan tamtama 55 tahun, perwira 58 tahun.
Kemudian untuk perwira tinggi bintang 1 adalah 60 tahun, perwira bintang 2 adalah 61 tahun, perwira bintang 3 adalah 62 tahun, dan perwira bintang 4 adalah 63 tahun dan dapat diperpanjang maksimal 2 kali sesuai dengan kebutuhan yang ditetapkan Keppres sebagaimana tertulis pada Pasal 53 Ayat (4).
Ketiga adalah Pasal 7 Ayat 15 dan 16 soal tugas pokok TNI, yaitu membantu dalam upaya menanggulangi ancaman siber dan membantu melindungi dan menyelamatkan warga negara serta kepentingan nasional di luar negeri.
Kata Najwa Shihab Setelah Wawancara Eksklusif dengan Prabowo
Setelah wawancara dengan Prabowo, Najwa Shihab mengatakan ada banyak sekali pertanyaan yang diajukan oleh para jurnalis senior kepada sang presiden.
Najwa Shihab bahkan mengatakan, para jurnalis bisa bebas menanyakan apa saja tanpa harus menyerahkan daftar pertanyaan terlebih dahulu.
"Jadi betul-betul ini pertanyaannya, bahkan sesama jurnalis kita tidak tahu akan saling nanya apa."
"Jadi semua pertanyaan spontan, kita yang siapkan sendiri, tak perlu kirim list pertanyaan. Dan akhirnya yang ditanyakan beragam banget," ujar Najwa saat dihubungi Kompas.com, Minggu.
Dikatakan Najwa Shihab, Prabowo ditanya mengenai Revisi UU (RUU) TNI yang sempat ramai di publik dan memicu demo di sana-sini, serta terkait aparat yang represif dalam menangani demo tersebut.
"Dari mulai isu yang ramai kemarin UU TNI, demonstrasi, bagaimana perlakuan aparat yang represif terhadap para demonstran."
"Termasuk paramedis pada saat kemarin demo yang berlangsung di puluhan kota," jelasnya.
Para jurnalis juga bertanya terkait RUU Polri yang saat ini sedang ramai diantisipasi publik, karena muncul kekhawatiran bahwa kewenangan polisi malah bisa bertambah melalui RUU Polri ini.
"Padahal, yang dibutuhkan kan justru pengawasan terhadap aparat," ucap Najwa.
Tak hanya itu saja, jurnalis bahkan bertanya mengenai komunikasi pemerintah yang disorot karena amburadul.
Prabowo, kata Najwa, mengakui bahwa komunikasi pemerintah masih jauh dari kata ideal.
"Ditanya juga bagaimana Pak Prabowo lihat teror yang terjadi pada media, terutama spesifiknya pada teman-teman Tempo yang dikirimi kepala babi," katanya.
"Ditanya juga soal apa komentar Pak Prabowo atas respons dari Istana yang dinilai tidak patut. Apakah Pak Prabowo sependapat dengan respons yang Kepala PCO (Hasan Nasbi) bilang, 'Dimasak saja'. Itu ditanyakan ke Pak Prabowo," sambung Najwa.
Sementara itu, isu ekonomi yang sedang hangat seperti kebijakan tarif Amerika Serikat juga tidak luput ditanyakan ke Prabowo.
Lalu, soal Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sempat anjlok turut ditanya para pemred kepada Prabowo.
"Soal ancaman pengangguran. Soal Danantara. Soal birokrasi. Ada banyak dan beragam sih memang yang ditanyakan. Makanya durasinya sampai tiga jam," jelas Najwa Shihab.
(Tribunnews.com/Rifqah) (Kompas.com)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.