SBY: Jika Ada Masalah yang Tidak Dikehendaki Rakyat Maka Harus Diklarifikasi
SBY menjawab berbagai pertanyaan, termasuk mengenai dugaan kemunduran demokrasi di Indonesia dibandingkan kepemimpinannya.
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), menyoroti perkembangan demokrasi di Indonesia saat menghadiri diskusi dan bedah buku "Standing Firm for Indonesia’s Democracy" di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tokyo, Jepang, Jumat (7/3/2025).
Dalam acara tersebut, SBY menjawab berbagai pertanyaan, termasuk mengenai dugaan kemunduran demokrasi di Indonesia dibandingkan dengan masa kepemimpinannya pada 2004–2014.
SBY mengakui, dinamika demokrasi di Indonesia mengalami berbagai pasang surut.
Menurutnya, setiap negara memiliki idealisme dan sistem politik yang terus berkembang seiring dengan tantangan zaman. Namun, ia menekankan, demokrasi harus tetap menjunjung prinsip power of the people dan mengakomodasi aspirasi rakyat.
"Menjawab pertanyaan, apa yang akan saya lakukan jika diminta untuk menjaga demokrasi? Jawaban saya begini: jika ada tanda-tanda terkait suatu masalah yang tidak dikehendaki oleh rakyat, maka harus diklarifikasi dan disampaikan dengan cara yang baik. Tidak harus melalui media atau disampaikan di depan publik. Bisa dilakukan dengan komunikasi di balik layar, tetapi dengan niat yang baik," ujar SBY.
Ia mengingatkan, demokrasi yang sehat membutuhkan dialog antara pemerintah dan rakyat.
Menurutnya, komunikasi yang terbuka antara pemimpin dengan masyarakat sangat penting agar kebijakan yang diambil tetap selaras dengan harapan publik.
"Dialog itu ruh dari demokrasi. Jika pemimpin berpikir sesuatu, tetapi rakyat berpikir hal yang berbeda dan tidak ada titik temu, tentu ini tidak baik. Karena itu, komunikasi yang baik antara pemerintah dan masyarakat harus terus ditingkatkan," tambahnya.
Dalam kesempatan tersebut, SBY juga membandingkan perkembangan demokrasi di Indonesia dengan negara-negara lain yang selama ini dianggap sebagai panutan demokrasi.
Ia mengatakan, bahkan negara-negara besar pun mengalami tantangan dalam menjaga sistem demokrasi mereka.
"Banyak kejadian di dunia dalam 5–10 tahun terakhir yang menunjukkan bahwa negara-negara besar pun mengalami kemunduran dalam demokrasi mereka. Hal ini harus menjadi pembelajaran bagi Indonesia agar tidak terjebak dalam dinamika serupa," jelasnya.
Terkait arah demokrasi di Indonesia ke depan, SBY tetap optimistis. Ia menegaskan, Indonesia memiliki potensi besar untuk terus maju, asalkan para pemimpin memiliki visi yang kuat, integritas tinggi, serta kemampuan untuk mengelola negara dengan baik.
"Indonesia adalah negara penuh harapan. Saya masih punya harapan yang baik bagi negeri ini. Masa depan Indonesia harus dipastikan tetap cerah, bukan sebaliknya. Namun, untuk mencapai Indonesia Emas pada 2045, kita harus memahami syarat dan tantangan yang harus dilewati," pungkasnya.
Tentang Buku "Standing Firm for Indonesia’s Democracy"
Buku "Standing Firm for Indonesia’s Democracy" menyajikan sejarah lisan pertama dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selama masa kepemimpinannya (2004–2014).
Politisi PKB Farida Faricha Merapat ke Istana di Tengah Kabar Jadi Wamenkop: Pagi Dipanggil Presiden |
![]() |
---|
6 Tips Liburan ke Jepang, Dari Transportasi Hingga Belanja Pakai DANA |
![]() |
---|
10 Tempat Terlarang di Dunia, Tidak Bisa Didatangi Turis |
![]() |
---|
NOC Indonesia Gandeng NOC Jepang Buat Komitmen Strategis Pengembangan Prestasi Olahraga |
![]() |
---|
Sosok Ahmad Erani Yustika, Sekjen Kementerian ESDM yang Baru Pengganti Dadan Kusdiana |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.