Kamis, 2 Oktober 2025

Kasus Korupsi Minyak Mentah

Kasus Korupsi Pertamina, DEN Sebut Tren Impor BBM 2021-2023 Meningkat, Paling Banyak Pertalite

DEN menyebut tren impor BBM mengalami peningkatan dalam kurun waktu 2021-2023. Adapun paling banyak adalah Pertalite di mana naik tiap tahunnya.

HANDOUT
TREN IMPOR BBM - Anggota DEN Eri Purnomohadi. Dia menyebut tren impor BBM mengalami peningkatan dalam kurun waktu 2021-2023. Adapun paling banyak adalah Pertalite di mana naik tiap tahunnya. Hal ini disampaikannya dalam acara Indonesia Summit 2025 bertajuk Kasus Pertamina vs Kepercayaan Publik, Rabu (5/3/2025). 

Padahal, imbuhnya, kebutuhan BBM dalam negeri selalu meningkat tiap tahunnya.

"Di dalam kemampuan kilang dalam negeri, kita tidak bisa memenuhi konsumsi BBM yang terus meningkat."

"Jadi kita 50 persen mengimpor BBM, 50 persen kita mengimpor crude bahkan lebih. Karena apa? Produksi crude kita hanya 600 ribu per barel menurut APBN," jelasnya.

Peran 9 Tersangka Kasus Mega Korupsi Rp193,7 T

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus mega korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Patra Niaga periode 2018-2023.

Adapun perannya adalah Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga, Riva bersama Direktur Feedstock and Product Optimization PT Pertamina International, Sani Dinar Saifuddin, dan Vice President (VP) Feedstock Management PT Kilang Pertamina International, Agus Purwono, memenangkan DMUT/broker minyak mentah dan produk kilang yang diduga dilakukan secara melawan hukum.

Sementara itu, tersangka DW dan GRJ melakukan komunikasi dengan tersangka Agus untuk memperoleh harga tinggi (spot) pada saat syarat belum terpenuhi dan mendapatkan persetujuan dari SDS untuk impor produk kilang.

Adapun DW atau Dimas Werhaspati adalah Komisaris PT Navigator Katulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim.

Sementara, GRJ atau Gading Ramadhan Joedoe selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

Baca juga: 9 Pejabat Ditjen Migas dan Pertamina yang Diperiksa Kejagung dalam Kasus Korupsi Minyak Mentah

Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Riva kemudian melakukan pembelian untuk produk Pertamax (RON 92). 

Namun, sebenarnya, hanya membeli Pertalite (RON 90) atau lebih rendah. Kemudian, Pertalite tersebut di-blending di Storage/Depo untuk menjadi RON 92. Padahal, hal tersebut tidak diperbolehkan. 

Selanjutnya, pada saat telah dilakukan pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang, diperoleh fakta adanya mark up kontrak shipping yang dilakukan Yoki Firnandi selaku Dirut PT Pertamina International Shipping.

"Pada saat kebutuhan minyak dalam negeri mayoritas diperoleh dari produk impor secara melawan hukum, maka komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan HIP (Harga Indeks Pasar) Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk dijual kepada masyarakat menjadi mahal/tinggi."

"Sehingga dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun dari APBN."

"Akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, telah mengakibatkan adanya kerugian negara sekitar Rp 193,7 triliun, yang bersumber dari berbagai komponen," kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, Senin (24/2/2025).

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved