Hakim PN Jakarta Selatan Tak Terima Gugatan LP3HI Soal Dugaan KPK Hentikan Perkara Deddy Sitorus
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak menerima permohonan praperadilan yang diajukan LP3HI terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak menerima permohonan praperadilan yang diajukan Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
KPK digugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan lantaran diduga menghentikan penyidikan dugaan gratifikasi Anggota DPR Fraksi PDIP, Deddy Yevri Hanteru Sitorus.
“Menyatakan permohonan praperadilan pemohon tidak diterima,” ucap hakim tunggal Afrizal Hady dalam persidangan di Ruang 7 PN Jakarta Selatan, Selasa (4/3/2025).
Dalam pertimbangannya, hakim mengabulkan eksepsi KPK yang menyatakan penghentian penyidikan secara materiil atau diam-diam tidak dikenal dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan bukan merupakan lingkup praperadilan.
Hal ini sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 ayat 10 KUHAP juncto Pasal 7 KUHAP juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 21/PUU- XI/2014 juncto PERMA 4/2017 serta Pasal 109 Ayat (2) dan Ayat (3) KUHAP.
Baca juga: Deddy Sitorus: Seluruh Anggota DPRD PDIP Ingin Megawati Kembali Jadi Ketua Umum
Hakim menjelaskan bahwa penyidikan adalah kewenangan penyidik, dan hakim tidak memiliki kewenangan untuk memerintahkan penyidik menyelesaikan penyidikan maupun menetapkan seseorang sebagai tersangka.
Adapun gugatan ini dilayangkan sebab KPK tidak memproses laporan Lembaga Studi dan Advokasi Anti-Korupsi (LSAK) terhadap Deddy Sitorus pada 17 Desember 2024.
Deddy Sitorus diduga melakukan tindak pidana korupsi dan/atau gratifikasi sebagaimana yang dimaksud Pasal 12B Ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Baca juga: Deddy Sitorus Nilai Jokowi Tak Punya Kesetiaan pada PDIP hingga Dipecat, Wanti-wanti Partai Lain
Dalam permohonannya, Wakil Ketua LP3HI, Kurniawan Adi Nugroho, menerangkan bahwa laporan ini terkait dengan kegiatan pada masa kampanye calon anggota legislatif periode 28 November 2023 sampai dengan 10 Februari 2024.
Waktu itu, Deddy Sitorus selaku calon anggota DPR dari Fraksi PDIP daerah pemilihan Kalimantan Utara, yang saat itu masih berstatus anggota DPR, melaksanakan kegiatan kampanye dengan mendatangi lokasi-lokasi tempat kegiatan kampanye.
“Bahwa menurut LSAK, dugaan gratifikasi muncul saat Deddy Sitorus menggunakan helikopter jenis EC130T2 milik PT SCA yang disewa melalui PT MBA selama kampanye pemilu 2024 di Kalimantan Utara sebanyak 8 kali pada rentang waktu 28 November 2023 sampai dengan 10 Februari 2024, yang mana pemberi gratifikasi tersebut diduga dua orang pengusaha muda berasal dari Ternate berinisial GSF dan TJF selaku pemilik CV SA,” kata Kurniawan.
Berdasarkan laporan LSAK, helikopter itu digunakan Deddy Sitorus sekitar 48 jam penerbangan dengan harga sewa per/jamnya kurang lebih sebesar 4.000 dolar Amerika Serikat (AS).
Dengan demikian, seharusnya ada pembayaran biaya penyewaan helikopter sekitar 192.000 dolar AS atau setara dengan Rp3 miliar.
“Bahwa semenjak LSAK menyampaikan laporan dugaan gratifikasi tersebut kepada termohon, hingga kini tidak ada keterangan atau pernyataan dari termohon tentang kejelasan dan kepastian hukum terhadap penanganan perkara atau penyidikan yang dilakukan terhadap Deddy Sitorus,” ujar Kurniawan.
“Seolah-olah laporan dari LSAK tersebut dijemur atau didiamkan oleh termohon, sehingga perbuatan termohon tersebut patut lah dianggap dan diduga sebagai penghentian penyidikan materiil atau diam-diam secara tidak sah dan melawan hukum,” imbuhnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.