Pakar Hukum: Asas Dominus Litis pada Rancangan KUHAP Bakal Timbulkan Tumpang Tindih Kewenangan
Asas tersebut berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan, dalam penegakan hukum di Indonesia.
Penulis:
Fahdi Fahlevi
Editor:
Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Trunojoyo Madura, Prof. Dr. Deni Setya Bagus Yuherawan, menyoroti penerapan asas dominus litis dalam draf revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Sebagai info, Asas dominus litis disebut akan menempatkan jaksa sebagai pihak yang menentukan apakah suatu perkara layak dilanjutkan ke pengadilan atau dihentikan tentunya akan mengambil alih kewenangan kepolisian dalam mengungkap dan menghentikan suatu perkara.
Asas tersebut berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan, dalam penegakan hukum di Indonesia.
Deni mengatakan dominus litis, adalah asas yang menempatkan lembaga tertentu sebagai pihak penentu, apakah suatu perkara layak dilanjutkan atau dihentikan dalam proses peradilan.
"Pandangan kami, apabila kewenangan tersebut dimiliki oleh jaksa tentu akan menimbulkan tumpang tindih dalam penegakan kepastian hukum, dan dapat menimbulkan karut-marut" ujar Deni melalui keterangan tertulis, Senin (24/2/2025).
Hal tersebut diungkapkan oleh Deni pada Focus Group Discussion (FGD) dengan tema "Penguatan Penegak Hukum dalam KUHAP" yang digelar Centrum Muda Proaktif (CMPRO).
Deni menyebut fungsi kepolisian bakal bergeser jika dominus litis diterapkan.
Menurut dia, jaksa cukup berperan sebagai penuntut dalam suatu perkara. Selebihnya Rancangan KUHAP lebih kepada penguatan fungsi penegak hukum.
"Pembacaan kami kewenangan jaksa sudah jelas dalam penuntutan pidana, kami mengingatkan bahwa kewenangan jaksa dalam sistem hukum Indonesia sudah ada, dan sementara kepolisian memiliki peran dalam penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, tinggal dikuatkan saja” ungkap Deni.
Ketua Umum Centrum Muda Proaktif Onky Fachrur Rozie juga menekankan agar Rancangan KUHAP bisa mengakomodir keseimbangan antar lembaga dan kepentingan masyarakat, bukan kepentingan satu lembaga.
Hal ini, menurut Fachrur, dapat menimbulkan praktik monopolistik dalam penegakan hukum.
"Rekomendasi kita dari FGD ini jelas, agar rancangan KUHAP ini lebih mengakomodir keseimbangan antar lembaga dan kepentingan masyarakat, bukan kepentingan lembaga tertentu yang akan menciptakan praktik monopolistik dalam KUHAP" katanya.
Ia menambahkan, jika RUU KUHAP disahkan, kewenangan jaksa dalam menghentikan atau melanjutkan perkara berpotensi membingungkan masyarakat dalam mencari kepastian hukum.
Menurutnya, hal ini akan menimbulkan masalah baru dalam penegakan hukum.
“Sehingga apabila jaksa diberi wewenang untuk menghentikan suatu perkara yang dilimpahkan oleh kepolisian tentunya akan menimbulkan masalah baru dan Jaksa bisa berpotensi menyalahgunakan wewenang atau Abuse of power" pungkasnya.
Kejaksaan Jadi Lembaga Penegak Hukum Paling Dipercaya Publik versi Polling Institute, Ini Alasannya |
![]() |
---|
Kata Mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman Soal 'Kedekatan' Kejaksaan Agung dengan TNI Saat Ini |
![]() |
---|
Pakar Hukum: Tak Perlu Izin Jaksa Agung Jika Ada Jaksa yang Tertangkap Tangan Kasus Pidana |
![]() |
---|
Kejagung Periksa Jaksa yang Acungkan Pistol ke Warga Karena Ditegur Parkir Sembarangan |
![]() |
---|
Jurist Tan dan Riza Chalid Kabur ke Luar Negeri, Kejagung Langsung Ajukan Permintaan Red Notice |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.