Selasa, 30 September 2025

Kala DPR Dianggap 'Ngaco' dan Bikin Rusak Negara Buntut Revisi Tatib Jadi Bisa Copot Pejabat Negara

DPR dianggap ngaco dan membuat rusak ketatanegaraan usai merevisi aturan tata tertib sehingga bisa memiliki wewenang mencopot pejabat negara.

Dok DPR
DPR REVISI TATIB - Gedung DPR RI di Senayan, Jakarta. Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dan Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna menganggap DPR ngaco dan merusak ketatanegaraan usai merevisi Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib (Tatib). Dalam revisi tersebut, DPR bisa mengevaluasi pejabat negara hingga mencopotnya jika perlu. 

Namun, imbuhnya, rekomendasi tersebut tidak bersifat mengikat terhadap mitra yang dievaluasi.

"Misalnya, ada dia (DPR) punya catatan untuk mencopot Jaksa Agung karena dinilai kinerja lemahnya. Kan, harus ada ukuran bukan penilaian politis."

"Atau, ada ukuran pelanggaran hukum. Kalau pelanggaran kinerja kan debatable dan ukurannya jelas," tegas Sugeng.

Sugeng juga menegaskan bahwa jika memang semisal DPR merekomendasikan ada pejabat tinggi negara perlu dicopot seperti Jaksa Agung atau Kapolri, maka hal tersebut dilaporkan kepada Presiden dan bukannya melakukannya sendiri.

Dia menilai ketika aturan ini akhirnya dipraktekan, maka evaluasi atau penilaian terhadap pejabat tinggi negara lebih bersifat politis alih-alih obyektif.

Selain itu, aturan revisi Tatib ini dianggap bakal merusak konstitusi.

"Ini permainan politik. Keputusan-keputusan politik menjadi lebih kuat daripada norma hukum itu sendiri. Ini bisa rusak negara ke depan kalau seperti ini."

"Bisa semau-maunya keputusan politik seakan-akan menjadi hukum yang mengikat dan bahkan melebihi konstitusi," tuturnya.

Lebih lanjut, Sugeng berharap DPR tetap bijaksana dalam menggunakan aturan revisi Tatib tersebut ke depannya.

Dia tidak ingin aturan itu digunakan seenaknya dan semakin banyak muncul keputusan-keputusan politis yang tidak bersifat obyektif dan bukan untuk kepentingan rakyat.

"Kita harus menguatkan kembali jiwa daripada konstitusi tentang Indonesia adalah negara hukum dan bukannya negara kekuasaan."

"Sehingga, ketika politik menjadi panglima, maka akan mengarah menjadi negara kekuasaan yang mengatur sedemikian rupa. Padahal, ada norma-norma yang mengikat yaitu norma hukum yang diutamakan dalam praktek ketatanegaraan kita," tuturnya.

Ketua MKMK: Rusak Negara Ini, Bos!

Terpisah, Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), I Dewa Gede Palguna menilai aturan revisi Tatib ini menjadi wujud DPR tak ingin Indonesia berdiri tegak di atas UUD 1945.

Palguna menjelaskan, seharusnya DPR memahami soal hierarki dan beragam kekuatan mengikat dalam norma hukum.

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan