Kamis, 2 Oktober 2025

KPK Tangkap Pejabat Basarnas

Eks Kabasarnas Alfan Baharudin Sebut Dana Komando Dibagi Rata Pejabat Eselon I Hingga Office Boy

Eks Kepala Basarnas Muhammad Alfan Baharudin mengetahui soal adanya dana komando (Dako) pada saat dirinya menjabat.

Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/ Fahmi Ramadhan
Eks Kabasarnas Muhammad Alfan Baharudin saat hadir sebagai saksi di sidang kasus korupsi pengadaan truk angkut personel dan RCV Basarnas tahun 2014 di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (20/1/2025) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Muhammad Alfan Baharudin hadir sebagai saksi dalam sidang kasus korupsi pengadaan truk angkut personel dan Rescue Carrier Vehicle (RCV) di Basarnas tahun anggaran 2014 di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (20/1/2025).

Dalam kesaksiannya, Alfan mengaku mengetahui soal adanya dana komando (Dako) pada saat dirinya menjabat Kepala Basarnas periode Agustus 2012 hingga Maret 2014 silam.

Ia mengatakan bahwa dana komando yang diterima dibagi rata ke seluruh pegawai mulai dari pimpinan hingga ke petugas office boy (OB).

Adapun dalam sidang kasus ini duduk sebagai terdakwa mantan Sekertaris Utama (Sestama) Basarnas Max Ruland Boseke, William Widarta selaku Direktur CV Delima Mandiri sekaligus penerima manfaat PT Trikaya Abadi Prima dan Anjar Sulistyono selaku Kasubdit Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas sekaligus pejabat pembuat komitmen Basarnas tahun 2014.

Pengakuan itu bermula saat Hakim Anggota Alfis Setyawan menggali pengetahuan Alfan perihal adanya Dako di lingkungan Basarnas.

Baca juga: Pengusaha Wiliam Widarta Hadiahkan Eks Sestama Basarnas Alpard Seken Usai Menang Lelang Truk Angkut

Alfan pun mengatakan, bahwa Dako itu telah ada sebelum dirinya menjabat sebagai Kabasarnas tahun 2012.

"Disaat bapak mulai menjabat di 2014 dana komando itu sudah ada sebelumnya atau bagaimana?," tanya Hakim di ruang sidang.

"Sudah ada Yang Mulia," jawab Alfan.

"Berarti itu bukan kebijakan bapak sebagai Kepala Basarnas tahun 2014? Tapi melanjutkan kebijakan kepala Basarnas sebelumnya?" tanya Hakim.

"Siap Yang Mulia," ujarnya.

Lebih jauh Alfan juga menjelaskan, bahwa dana komando itu pihaknya peroleh dari pemenang lelang yang selama ini bekerja sama dengan Basarnas.

Hanya saja saat dicecar Hakim Alfis soal bagaimana mekanisme pemberian dana komando dari perusahaan pemenang lelang kepada Basarnas, Alfan mengaku tidak tahu.

Baca juga: Eks Sestama Basarnas Max Ruland Boseke Disebut Minta Uang Fee Berkedok Sumbangan ke Pemenang Lelang

Dirinya pun beralasan, bahwa pihak yang mengetahui soal mekanisme penyerahan dako dari perusahaan ke Basarnas yakni eks Sestama Max Ruland Boseke yang juga selaku kuasa pengguna anggaran (KPA).

"Bagaimana, ada gak laporan dari KPA (ke Kabasarnas) itu melaporkan teknisnya bagaimana melaporkan?" tanya Hakim.

"Tidak dilaporkan pak, hanya hasil akhir saja," kata Alfan.

"Seperti apa hasil akhirnya?" tanya Hakim.

"Jumlahnya," sebut Alfan.

"Kapak pak dilaporkan? Kalau kita bicara di masa bapak sebagai pimpinan Basarnas?" tanya Hakim lagi.

"Di Oktober, November, Desember pak," jawab Alfan.

"Berapa jumlahnya waktu itu?" cecar Hakim.

"Saya lupa," ucap Alfan.

Kemudian Hakim Alfis juga mencecar soal penggunaan dako tersebut kepada Alfan.

Menjawab pertanyaan Alfis, Alfan menyebut bahwa dako-dako itu dibagi rata ke seluruh pegawai dan dipergunakan untuk beberapa keperluan.

"Bagi rata kemudian untuk pendidikan terjun payung, pendidikan Basarnas spesial," kata Alfan.

"Artinya dibagi ke seluruh pegawai di Basarnas, sampai pimpinan?" tanya Hakim.

"Sampai ke OB kami pak," kata Alfan.

"Dari Eselon 1 sampai ke bawah? Termasuk bapak dapat juga?" tanya Hakim.

"Dapat saya pak," ucap Alfan.

Adapun dalam perkara ini, Mantan Sekertaris Utama (Setama) Badan Sar Nasional (Basarnas) Max Ruland Boseke didakwa telah merugikan keuangan negara senilai Rp 20,4 miliar terkait kasus pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014.

Kerugian itu muncul akibat dugaan korupsi pengadaan truk pengangkut personel yang memiliki nilai Rp 42.558.895.000 dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014 Rp 43.549.312.500.

Adapun sidang perdana itu digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (14/11/2024).

Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Max Ruland diduga melakukan tindak pidana korupsi bersama dua terdakwa lainnya yakni William Widarta selaku CV Delima Mandiri sekaligus penerima manfaat PT Trikaya Abadi Prima dan Anjar Sulistyono selaku Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas sekaligus pejabat pembuat pembuat komitmen (PPK) Basarnas tahun anggaran 2014.

"Telah turut serta atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan secara melawan hukum," kata Jaksa KPK Richard Marpaung di ruang sidang.

Dalam surat dakwaannya, Jaksa menyebutkan, bahwa perbuatan tersebut dilakukan oleh Max Ruland dan dua terdakwa lainnya pada tahun 2013 hingga 2014.

Dimana kata Richard perbuatan yang dilakukan di Kantor Basarnas RI, Kemayoran, Jakarta Pusat itu telah memperkaya Max Ruland Boseke yakni Rp 2,5 miliar dan William Widarta sebesar Rp 17,9 miliar.
"Dalam pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014 memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya William Widarta sebesar Rp 17.944.580.000,00 dan memperkaya terdakwa Max Ruland Boseke sebesar Rp 2.500.000.000,00 yang dapat merugikan negara sebesar Rp 20.444.580.000,00," jelas Jaksa.

Kemudian Richard menjelaskan bahwa Max dan Anjar diduga mengarahkan William selaku pemenang lelang pengadaan truk tahun 2014 untuk menaikkan harga penawaran sebesar 15 persen.

Yang dimana penawaran 15 persen itu dengan rincian 10 persen untuk dana komando dan 5 persen sisanya untuk perusahaan pemenang lelang.

Selain itu Richard menuturkan, bahwa dari nilai pengadaan truk Rp 42.558.895.000 itu diketahui jumlah yang benar-benar digunakan hanya senilai Rp 32.503.515.000.

Alhasil kata dia terdapat selisih angka kelebihan bayar yaitu senilai Rp 10.055.380.000.

Sedangkan terkait pembelian pengadaan Rescue Carrier Vehicle hanya sebesar Rp 33.160.112.500 yang benar-benar digunakan dari anggaran yang telah ditandatangani yaitu Rp 43.549.312.500.

Sehingga lanjut Richard terdapat selisih sebesar Rp 10.389.200000 dari nilai pembelian peralatan tersebut.

"Yang mengakibatkan kerugian keuangan negara seluruhnya Rp Rp 20.444.580.000,00 sebagaimana laporan investigative dalam rangka penghitungan kerugian negara atas pengadaan truk angkut personel 4WD dan pengadaan Rescue Carrier Vehicle pada Badan Sar Nasional (Basarnas) tahun 2014 yang dibuat Tim Auditor Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI tanggal 28 Februari 2024," pungkasnya.

Akibat perbuatannya Max Ruland Boseke Cs didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) ke-1 KUHP.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved