Jumat, 3 Oktober 2025
Tujuan Terkait

Hari Hak Asasi Manusia

Komnas HAM Menilai UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Perlu Direvisi

Komnas HAM memandang Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) perlu direvisi.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Dewi Agustina
Tribunnews.com/Gita Irawan
Ketua Komnas HAM RI Atnike Nova Sigiro (tengah) bersama Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya (baju hitam) Menko bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra batik) dan Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah di sela-sela acara Peringatan Hari HAM Sedunia di kantor Komnas HAM RI Jakarta, Selasa (10/12/2024). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Ketua Komnas HAM RI  Atnike Nova Sigiro memandang Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) perlu direvisi.

Ia mengatakan dalam sejarahnya pembentukan UU HAM dilatari situasi politik transisi di mana ada kedaruratan perlunya segera mekanisme HAM nasional menyangkut munculnya persoalan-persoalan HAM karena terbukanya ruang demokratisasi. 

Baca juga: Komnas HAM Dorong Soal Hak Asasi Manusia Tak Hanya Jadi Isu Sektoral di Kabinet Merah Putih

Sebab itu, ia memandang masih adanya pertimbangan pragmatis yang digunakan dalam pembentukan UU itu.

Sehingga, UU HAM saat ini perlu direvisi untuk mengakomodir perkembangan yang terjadi setelahnya.

Hal itu disampaikannya di sela-sela Peringatan Hari HAM Sedunia di kantor Komnas HAM RI Jakarta Pusat, Selasa (10/12/2024).

Tema Hari HAM Sedunia kali ini adalah "25 Tahun Undang-Undang Nomor 29 Tentang Hak Asasi Manusia: Memperkuat Demokrasi dan HAM Menuju Indonesia Emas".

"Di dalam UU 39 kalau kita lihat, ada persoalan-persoalan teknis dari Undang-Undang. Yang paling sederhana, jumlah anggota Komnas HAM di situ disebut 35 orang. Karena waktu itu provinsi Indonesia itu ada 33, lalu ada dua pimpinan. Jadi hitungannya pragmatis saja dulu ketika bikin aturan itu," kata Atnike. 

"Sekarang tentu harus kita revisi dong, kita review. Masa' ada hukum tapi tidak ditaati 35, bahkan setiap periode tidak sama. Itu kan harus dibuat sesuai dengan analisis yang rasional terhadap fungsi dari Komnas HAM. Apakah Komnas HAM jumlah anggotanya 5 seperti komisi negara lain, atau 7," sambungnya.

Baca juga: Diduga Ada Pelanggaran HAM, Komnas HAM Cari Bukti dan Fakta, 14 Saksi Dimintai Keterangan

Selain itu, lanjutnya, saat Komnas HAM dibentuk para pegawainya bukalah pegawai negeri.

Sementara saat ini, kata Atnike, para pegawai di Komnas HAM adalah ASN.

"Itu ada implikasi terhadap bagaimana status kepegawaian dari staf Komnas HAM. Kompetensi apa yang dimiliki, itu juga sekarang kami dorong. Bahwa Komnas HAM tidak hanya diberi tugas untuk mendorong penegakan HAM melalui pemantauan tetapi juga didukung dengan jabatan fungsional yang sesuai dengan tugas dan fungsi," sambung dia.

Terkait itu, Atnike pun mencontohkan soal tugas pemantauan atau penyelidikan HAM.

Menurutnya, bila Komnas HAM diberikan tugas pemantauan dan penyelidikan HAM oleh UU HAM, maka Komnas HAM juga membutuhkan jabatan fungsional pemantau HAM atau penyelidik HAM.

"Hal-hal seperti itu kelihatannya teknis, tapi penguatan kelembagaan kami sangat dibutuhkan. Penyelidik UU 26 (pelanggaran HAM berat), kami butuh jabatan fungsional penyelidik, kami butuh jabatan fungsional mediasi," ungkapnya.

Halaman
12

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

asia sustainability impact consortium

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved