Kamis, 2 Oktober 2025

Pejuang Indonesia Maju Dorong Sistem Zonasi Pendidikan Diperluas

Pemenuhan akan kebutuhan pendidikan anak-anak merupakan satu hal yang tidak bisa ditawar. 

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hasanudin Aco
HO
Ilustrasi Pelatihan Bedah Kurikulum Merdeka di sekolah. 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pergantian menteri di bidang pendidikan memunculkan tuntutan dari masyarakat.

Salah satunya adalah perluasan sistem zonasi dan kurikulum.

Terkait hal itu, Ketua DPP Litbang Relawan Pejuang Indonesia Maju (PENEMU), Randy Dwi Bastian menilai sistem zonasi penerimaan siswa baru yang diterapkan oleh Kementerian Pendidikan terdahulu sebaiknya diperluas hingga tingkat provinsi.

"Sistem zonasi sekarang mengutamakan lokasi tempat tinggal calon siswa yang berdekatan dengan sekolah yang radiusnya kelurahan atau kecamatan, sebaiknya diperluas hingga tingkat provinsi," kata Randy kepada wartawan di Jakarta, Sabtu, (9/11/2024).

Menurutnya, penerapan sistem zonasi yang radiusnya hanya mencakup kelurahan atau kecamatan menimbulkan masalah.

Pasalnya, jumlah calon siswa terkadang lebih banyak daripada ketersediaan jumlah bangku di sekolah yang tersedia di wilayah tersebut.

"Penyebaran sekolah di Indonesia belum merata. Begitu juga dengan penyebaran penduduknya, ada satu wilayah padat penduduknya, sementara di wilayah lain penduduknya sedikit," kata Randy.

Dengan diperluasnya sistem zonasi, Randy berharap siswa yang tidak dapat bersekolah di dekat rumahnya bisa mencari sekolah negeri di wilayah Jakarta lainnya yang masih menerima siswa baru.

Terpenting, Randy mengusulkan agar proses penerimaan siswa baru dilakukan secara transparan dan diumumkan secara online untuk menghindari praktik-praktik yang tidak diinginkan.

Menyinggung soal sekolah swasta, Randy berpendapat, kehadirannya sangat membantu terpenuhinya kuota bangku sekolah bagi masyarakat.

Dia juga mengusulkan, agar pemerintah memberikan subsidi sekolah swasta, sehingga biayanya tidak memberatkan masyarakat dari kalangan menengah ke bawah.

"Pemberian subsidi kepada sekolah swasta sangat membantu ketika siswa dari keluarga kurang mampu tidak mendapatkan sekolah negeri. Kalaupun tidak gratis, setidaknya tidak mahal biaya bersekolah di sekolah swasta," katanya.

Randy kemudian menyinggung soal pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus (ABK).

Menurutnya harus dicarikan solusinya tersendiri, misalnya setiap sekolah negeri minimal memiliki satu guru untuk siswa ABK dan memiliki minimal satu psikolog mulai dari jenjang dasar, sebab melakukan kegiatan pendidikan dan mencetak SDM pasti akan sangat dibutuhkan terkait pengetahuan psikologi.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved