Kamis, 2 Oktober 2025

3 Kasus Pembunuhan Sadis Tewaskan Wanita, Komnas Perempuan Minta Segera Bentuk Femisida Watch

Biasanya, cemburu, ketersinggungan maskulinitas, menolak bertanggung jawab, kekerasan seksual, menolak perceraian atau pemutusan hubungan menjadi

Penulis: Ashri Fadilla
Kolase Tribunnews
Tiga kasus pembunuhan menewaskan perempuan oleh orang dekat, suami dan kekasih, berbasis gender atau femisida. Kasus pembunuhan 'wanita dalam koper' asal Bandung di Cikarang, Kabupaten Bekasi; suami mutilasi istri di Ciamis, dan kasus suami bunuh istri di Minahasa, Sulawesi Utara, gara-gara mengigau.  

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Nasional Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyoroti tiga kasus pembunuhan terhadap perempuan yang belakang ini ramai di jagad maya.

Ketiga kasus itu yakni pembunuhan 'wanita dalam koper' asal Bandung yang jasadnhya ditemukan di Cikarang, Kabupaten Bekasi, suami mutilasi istri di Ciamis, dan kasus suami bunuh istri di Minahasa, Sulawesi Utara, gara-gara mengigau.

Ketiga kasus itu dinilai sebagai bagian femisida, yakni pembunuhan terhadap perempuan berbasis jenis kelamin atau gender dan sebagai akibat eskalasi kekerasan berbasis gender sebelumnya.

"Komnas Perempuan menyampaikan keprihatinan yang mendalam atas tewasnya perempuan di antaranya kasus wanita dalam koper di Cikarang dan mutilasi perempuan di Ciamis yang dikategorikan sebagai femisida," kata Komisioner Komnas Perempuan, Retty Ratnawati dalam keterangan tertulis, Jumat (10/5/2024).

Baca juga: Kronologis Pembunuhan Wanita Dalam Lemari di Cirebon, Pelaku Emosi Diminta Bayar Sebelum Kencan

Untuk meminimalisir kejadian serupa, Komnas Perempuan merekomendasikan agar pemerintah membentuk Femisida Watch.

Hal itu dimaksudkan untuk mengenali dan membangun mekanisme pencegahan, penanganan, serta pemulihan terhadap keluarga korban.

"Komnas Perempuan mengajak seluruh pihak untuk menamainya sebagai femisida, dan merekomendasikan pemerintah membentuk Femisida Watch," kata Retty.

Rekomendasi demikian bukan tanpa dasar. Komnas Perempuan pada tahun lalu mencatat adanya 159 kasus yang terindikasi femisida dalam kurun waktu satu tahun.

Angka itu merupakan data kasus yang dipantau Komnas Perempuan melalui pemberitaan.

"Pantauan melalui pemberitaan memiliki keterbatasan, karena femisida bisa tidak terdeteksi melalui kata kunci yang digunakan, perbedaan waktu pemberitaan dengan waktu terjadinya femisida serta tidak mendapatkan kontruksi kasus secara utuh, hanya didasarkan pada indikasi dari informasi yang dituliskan.

Baca juga: Motif Pembunuhan Kakek Alex di Garut, Pelaku Memendam Dendam Selama Setahun

Karena itu, pemerintah harus segera mengumpulkan, menganalisis dan mempublikasikan data statistik tentang femisida dengan membentuk mekanisme Femisida Watch," katanya.

Ironisnya, dari catatan Komnas Perempuan, kategori femisida intim menjadi yang terbanyak.

Femisida intim sendiri merupakan pembunuhan yang dilakukan oleh orang terdekat seperti suami dan pacar.

Bahkan femisida intim kerap menyasar kelompok-kelompok perempuan rentan yang cenderung tak memiliki kuasa.

"Kerentanan perempuan menjadi korban femisida juga dialami oleh perempuan disabilitas, perempuan pekerja seks dari pengguna jasanya dan mucikari, transpuan dan perempuan dengan orientasi seksual minoritas,"kata Komisioner Komnas Perempuan, Rainy M Hutabarat.

Menurut Rainy, femisida intim biasanya diiringi dengan kekerasan fisik, kekerasan psikis, penelantaran ekonomi, dan tidak adanya lingkungan yang mendukung untuk melindungi korban.

Adapun motif pelaku dalam kasus femisida biasanya dilatar belakangi banyak hal. Pembedanya dengan pembunuhan ialah adanya motivasi gender.

Kolase foto pelaku mutilasi istri dan lokasi mutilasi di Ciamis, Jumat (3/5/2024).
Kolase foto pelaku mutilasi istri dan lokasi mutilasi di Ciamis, Jumat (3/5/2024). (TribunPriangan)

Biasanya, cemburu, ketersinggungan maskulinitas, menolak bertanggung jawab, kekerasan seksual, menolak perceraian atau pemutusan hubungan menjadi motif si pelaku.

"Motif-motif tersebut menggambarkan superioritas, dominasi, hegemoni, agresi maupun misogini terhadap perempuan serta rasa memiliki perempuan, ketimpangan relasi kuasa laki-laki terhadap perempuan. Termasuk dari kasus-kasus yang terjadi beberapa hari ini,” ujar Rainy Hutabarat.

Baca juga: Viral Mobil Brimob Dicuri di Bandara Papua, Polisi Berlarian Kejar Pelaku, Dor Dor Dor !

Dengan rentannya posisi perempuan untuk menjadi korban, negara diharapkan untuk membangun mekanisme pencegahan.

Selain itu, penanganan kasus-kasus femisida secara hukum juga harus melibatkan aparat penegak hukum yang mumpuni.

Hal itu bertujuan agar saat mengidentifikasi korban, mereka dapat menggali fakta terkait faktor-faktor seperti relasi kuasa, rentetan KDRT, ancaman dan upaya manipulasi yang dilakukan pelaku, atau kekerasan seksual.

“Peningkatan kapasitas aparat penegak hukum dan petugas layanan korban dalam mengidentifikasi femisida dan membangun penilaian tingkat bahaya bagi kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan sangat diperlukan," kata Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved