Jumat, 3 Oktober 2025

Catatan Pengamat Soal PR TNI AU ke Depan dan Kandidat Potensial Pengganti Marsekal Fadjar Prasetyo

Dengan demikian, tugas pembinaan TNI Angkatan Udara (AU) ke depan akan dilanjutkan oleh Perwira Tinggi TNI AU yang menggantikannya.

Penulis: Gita Irawan
Tangkapan Layar: Kanal Youtube Airmen TV TNI AU
Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Fadjar Prasetyo. 

Belanja itu, kata Fahmi, juga harus merupakan bagian dari upaya membangun supremasi dan superioritas udara sebagai variabel penting untuk meningkatkan kewibawaan, bargaining position, dan mengamankan arah kepentingan nasional Indonesia agar tetap terjaga.

"Jadi walaupun kapasitas kekuatan udara saat ini masih kalah dari Australia dan Singapura, setidaknya upaya Indonesia untuk menjadi stabilisator kawasan sudah akan berjalan di jalur yang tepat," kata Fahmi.

"Saya kira harus diakui bahwa kekuatan udara kita masih belum cukup memadai untuk menjaga ruang udara sepenuhnya. Apalagi untuk benar-benar menjadi kekuatan yang disegani dunia. Masih jauh," lanjut dia.

Dilihat dari capaian MEF saja, kata dia, TNI AU masih paling bawah.

TNI AU, menurut catatannya baru separuh capaian atau baru mendekati 50 persen MEF.

"Itu artinya, kata dia, masih tertinggal dengan matra lain sehingga tentu saja perlu menjadi perhatian supaya peremajaan maupun pengembangan kekuatan ini tetap proporsional," kata Fahmi.

Menurutnya harus dipertimbangkan juga laporan Panglima TNI pada Komisi I DPR soal meningkatnya pelanggaran ruang udara oleh pesawat asing beberapa tahun terakhir.

Menurutnya hal itu sudah cukup untuk menunjukkan tantangan dan ancaman itu.

"Apalagi pertahanan udara Indonesia memang sedang dihadapkan pada kesenjangan antara kekuatan faktual dengan kebutuhan hadirnya kekuatan udara yang bukan saja modern, tapi juga siap tempur, memiliki efek deteren memadai serta mampu beroperasi multimisi dan multiperan," kata dia.

Ke depan, kata Fahmi, TNI AU juga harus terus memperkuat kemampuan interoperabilitas baik antar kesatuan di lingkungan TNI AU sendiri, maupun antarmatra.

Interoperabilitas, kata dia, adalah kemampuan bertindak bersama secara koheren, efektif dan efisien untuk mencapai tujuan taktis, operasional dan strategis.

Secara khusus, menurutnya interoperabilitas memungkinkan kekuatan, unit dan/atau sistem untuk beroperasi bersama, berkomunikasi dan berbagi kesamaan doktrin dan prosedur, serta infrastruktur dan basis masing-masing.

Interoperabilitas, kata dia, akan mengurangi duplikasi, memungkinkan pengumpulan sumber daya, dan menghasilkan sinergi.

Sebagian besar pesawat tempur yang dimiliki Indonesia, kata dia, merupakan pesawat multi-role yang berorientasi ke serangan darat, yakni F-16 dan TA-50.

Pesawat fighter, lanjut dia. masih terbatas pada Sukhoi yang operasionalnya sedikit banyak terdampak oleh krisis Rusia-Ukraina.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved