Pilpres 2024
Mahfud MD Banjir Kritik seusai Sebut OTT KPK Kurang Bukti Berujung Klarifikasi
Banjir kritik diterima Mahfud usai menyebut OTT KPK kerap dilakukan ketika tidak cukup bukti. Kemudian ia pun meralat pernyataannya itu.
TRIBUNNEWS.COM - Menkopolhukam sekaligus cawapres nomor urut 3, Mahfud MD banjir kritikan usai menyebut operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak cukup bukti.
Pernyataan Mahfud ini disampaikan saat menghadiri Dialog Kebangsaan dengan Mahasiswa Indonesia se-Malaysia di Kuala Lumpur pada Jumat (8/12/2023) lalu.
“Kesalahan-kesalahan yang menyebabkan orang menjadi korban, karena terlanjur orang menjadi target, terlanjur OTT padahal bukti nggak cukup, dipaksakan juga ke penjara bisa terjadi,” ujarnya.
Mahfud pun menganggap hal ini telah menjadi perhatian dan berujung kepada revisi UU KPK pada 2019 lalu.
Dia berjanji jika terpilih dalam Pilpres 2024, maka ia menegaskan KPK perlu untuk diperkuat dan menutup adanya kesewenang-wenangan dalam hukum.
“Besok kita perkuat, tetapi menutup peluang untuk terjadinya kesewenang-wenangan. Itu harus kita lakukan. Dan kita tidak bisa hanya berdasarkan pikiran kita sendiri,” jelasnya.
Adapun pernyataan ini pun berujung banjir kritik terhadap dirinya meski akhirnya berujung klarifikasi.
Baca juga: Jelang Debat Perdana, Jubir TPN: Ganjar-Mahfud Bakal Tegaskan Komitmen Penegakan Hukum dan HAM
Dalam klarifikasinya, Mahfud meralat bahwa yang dimaksudnya bukanlah OTT tetapi penetapan tersangka tanpa cukup bukti.
Lalu seperti apa kritikan yang dilayangkan terhadap Mahfud?
KPK: Penetapan Tersangka Sesuai Aturan Hukum

Ketua sementara KPK, Nawawi Pomolango menegaskan penetapan tersangka yang dilakukan sudah sesuai aturan hukum berdasarkan data dari produk pengadilan termasuk pengujian praperadilan, menunjukkan bahwa apa yang dilakukan tim penindakan KPK sudah sesuai aturan hukum.
“Jika ada penetapan-penetapan tersangka yang tak cukup bukti, data dari produk-produk putusan pengadilan termasuk pengujian pada pra peradilan, cukup menunjukkan bahwa kerja-kerja penyelidikan telah dilakukan secara tepat dan berdasar aturan hukumnya,” tuturnya, Sabtu (9/12/2023).
Nawawi pun menegaskan KPK tetap bekerja sesuai perundang-undangan yang diamanatkan dan menjunjung hak asasi manusia (HAM).
Dia mengungkapkan hal tersebut dilakukan di tiap upaya hukum seperti penindakan hingga pendidikan pencegahan korupsi.
“KPK akan tetap terus bekerja pada semua aspek ruang tugas yang diamanatkan undang-undang, pencegahan, pendidikan dan penindakan, serta kepatuhan pada norma-norma aturan hukum acara dan SOP yang ada dengan tetap mengedepankan pada prinsip-prinsip penghargaan terhadap hak asasi,” ujarnya.
MAKI Bela KPK, Mahfud Disebut Tepuk Air di Dulang Terpercik Muka Sendiri

Koordinator Masyarakt Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman membela KPK terkait pernyataan Mahfud menyebut penetapan tersangka kurang bukti.
Boyamin mengatakan KPK selalu menetapkan tersangka dengan cukup alat bukti.
Dia juga mengungkapkan jika memang ada kasus di KPK yang mangkrak, maka itu adalah persoalan teknis.
“Saya dalam posisi ini tetap membela KPK karena bahkan saya sering melakukan gugatan praperadilan pada KPK yang perkara-perkara mangkrak untuk tetap bisa diteruskan, karena perkara yang sudah berjalan apalagi penetapan tersangka.”
“Saya yakin itu secara prosedural internal sudah memenuhi alat bukti dan kalau toh ada beberapa perkara mangkrak itu karena soal teknis dan itu juga harusnya adil dibandingkan dengan kepolisian dan kejaksaan,” ujarnya kepada Tribunnews.com, Minggu (10/12/2023).
Boyamin pun meminta agar Mahfud berlaku adil ketika menilai penanganan perkara dalam sebuah institusi seperti KPK.
Menurutnya, waktu terlama KPK menangani perkara kurang lebih empat tahun.
Baca juga: Dikritik Mahfud MD Penetapan Tersangka Tak Cukup Bukti, Ketua KPK Singgung Produk Pengadilan
Hal ini berkaca dari upaya praperadilan yang kerap dilakukan Boyamin ketika menggugat suatu proses hukum sebuah kasus.
“Harus adil ketika menilai KPK itu ‘menjemur’ perkara. Itu menurut saya tidak ada, karena paling panjang itu empat tahun lah. Ketika saya gugat praperadilan beberapa kali akhirnya maju,” ujarnya.
Boyamin pun menyindir pernyataan Mahfud ibarat menepuk air di dulang terpercik ke muka sendiri.
Sindiran ini terlontar lantaran Mahfud sendiri yang menjabat sebagai Menkopolhukam alih-alih mendorong dan memperbaiki KPK tetapi justru mengkritik institusi di bawahnya.
“Justru ini harusnya bukan fokus utama kritiknya Pak Mahfud, karena Pak Mahfud itu kan dalam konteks Hari Anti Korupsi Dunia, itu kan Menko Polhukam.”
“Kalau bicara KPK ya adalah KPK periode ini, dan Pak Mahfud Menkopolhukam, sementara KPK saat ini adalah KPK yang dibawah rumpun eksekutif,” jelasnya.
Boyamin juga menganggap kritikan Mahfud tidak lah pas lantaran berkaca dari revisi UU KPK yang dilatari semangat perbaikan dan penguatan tetapi justru kini dikritik olehnya.
“Jadi dalam posisi itu, kalau perkara mangkrak itu karena posisi sekarang itu dilemahkan bukan dikuatkan, Jadi menurut saya menjadi menepuk air terpercik ke muka sendiri, karena memang Pak Mahfud punya kewenangan untuk mendorong, melakukan terobosan bersama KPK untuk lebih baik.”
“Kan alasannya dulu merevisi UU KPK untuk memperkuat, berarti kan jadi tugas dan kewajiban Pak Mahfud untuk menjadikan kendala-kendala di KPK menjadi hilang. Justru ini menjadi auto kritik yang tidak pas karena Pak Mahfud bagian dari pemerintahan itu sendiri,” tukasnya.
TKN Sebut Mahfud Lebih Parah dari Gibran karena Tak Minta Maaf

Sementara menurut Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, pernyataan ralat dari Mahfud lebih parah dari Gibran yang sempat salah menyebut asam sulfat menjadi asam folat.
“Pernyataan Pak Mahfud MD soal adanya OTT KPK tanpa cukup bukti-bukti lebih parah daripada pernyataan Gibran yang salah sebut asam folat dengan asam sulfat,” ujar Wakil Ketua Umum Gerindra, Habiburokhman dalam keterangan tertulis, Minggu.
Habiburokhman mengatakan usai Mahfud meralat pernyataannya tetapi tidak diikuti dengan permintaan maaf.
Dia menilai apa yang dilakukan Mahfud berbeda dengan Gibran yang meminta maaf usai salah menyebut asam folat menjadi asam sulfat.
“Kalau Gibran langsung, mengoreksi dan meminta maaf atas kesalahan sebut tersebut. Sementara Pak Mahfud, walaaupun meralat, tetapi justru mengatakan yang dimaksud adalah penetapan tersangka tanpa cukup bukti,” katanya.
Habiburokhman menganggap pernyataan Mahfud merupakan blunder fatal lantaran mengandung tudingan tanpa bukti kepada lembaga anti rasuah.
Sehingga, sambungnya, dinilai wajar pernyataan Mahfud menimbulkan kritik keras dari publik khususnya aktivis anti korupsi.
“Wajar kalau publik dan aktivis antikorupsi mengkritik keras pernyataan tersebut. Kalau Pak Mahfud bilang ada penetapan tersangka yang kurang cukup bukti, bukanlah ada mekanisme praperadilan? Yang bisa dilakukan oleh kuasa hukum para koruptor tersebut,” tuturnya.
Dia mengatakan seharusnya publik bersama-sama mendukung seluruh lembaga hukum untuk bekerjasama dalam pemberantasan korupsi.
“Saat ini justru kita harus menunjukkan dukungan kita kepada KPK, Kejaksaan, Polri untuk maksimal melakukan pemberantasan korupsi,” pungkasnya.
Pernyataan Ralat Mahfud, Berubah Jadi Sebut OTT KPK Bagus
Mahfud pun meralat pernyataannya dengan menyebut penetapan tersangka yang kurang bukti dan bukan OTT oleh KPK
"Saya perbaiki, bukan OTT, tapi menetapkan orang sebagai tersangka, buktinya belum cukup, sampai bertahun-tahun itu masih tersangka terus. Itulah sebabnya, dulu di dalam revisi UU itu muncul agar diterbitkan SP3 bisa diterbitkan oleh KPK," kata Mahfud setelah menghadiri acara Hari Antikorupsi Sedunia bersama relawan Ganjar-Mahfud di Bandung, Sabtu (9/12/2023).
Mahfud menuturkan sampai saat ini masih banyak yang ditetapkan sebagai tersangka tapi belum juga disidangkan karena buktinya belum cukup. Menurut Mahfud, hal itu bisa menyiksa orang.
"Tapi sekarang masih banyak tuh yang tersangka-tersangka, buktinya selalu belum cukup, belum selesai dan sebagainya. Itu kan menyiksa orang, itu tidak boleh," ujarnya.
"Kalau OTT mungkin kemarin saya keliru menyebut OTT dengan tersangka, tersangka dan OTT. Kalau OTT selama ini, KPK sudah cukup bisa membuktikan. Makanya itu diperbaiki besok agar orang tidak tersandera seumur hidup jadi tersangka tapi tidak pernah dibawa ke pengadilan," tambah dia.
Baca juga: Penyebab Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Turun 14 Tingkat Kata Mahfud MD
Mahfud mengakui OTT yang dilakukan KPK sudah bagus. KPK selama ini, kata Mahfud, bisa membuktikan hasil OTT-nya.
"Orang mau praperadilan ditetapkan tersangka karena buktinya tadi, kok takut juga karena begitu bisa saja, begitu mengajukan praperadilan buktinya dicukup-cukupkan tuh bisa saja terjadi. Itu saya akui, tapi kalau OTT KPK oke, bagus, nggak ada satu pun orang di-OTT KPK selama ini lolos. Kalau OTT pasti masuk, bisa membuktikan itu yang dilakukan," imbuhnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Ilham Rian Pratama)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.