Senin, 6 Oktober 2025

Dugaan Korupsi di BAKTI Kominfo

Bantah Terima Uang Kasus BTS, Menpora Dito Ariotedjo Ngaku Tak Pernah Jabat Tangan Johnny G Plate

Menurut Dito selama ia menjabat sebagai Menpora, dirinya baru satu kali mengikuti rapat kabinet di Istana Presiden.

Tribunnews.com/Ashri Fadilla
Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo hadir di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (11/10/2023). Dito terpantau hadir pada sekira pukul 10.30 WIB didampingi pihak Kejaksaan yang mengajukan Dito untuk menjadi saksi di persidangan. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Pemuda dan Olahrga (Menpora) Dito Ariotedjo hadir sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi pengadaan tower BTS 4G BAKTI yang melibatkan mantan Menkominfo Johnny G Plate di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (11/10/2023).

Mengawali persidangan, hakim sempat bertanya soal kedekatan Dito dengan Johnny G Plate.

Dito mengaku kenal namun tidak pernah sama sekali berinteraksi.

Bahkan, Dito mengaku tidak pernah berjabat tangan dengan politisi asal Partai NasDem itu.

"Kenal pak menteri?" kata Hakim

"Kenal," jawab Dito.

"Pernah bicara soal kementerian masing-masing," ucap hakim lagi.

"Tidak pernah pak, saya tidak pernah komunikasi sama sekali," jawab Dito.

Baca juga: Menpora Dito Ariotedjo Bantah Terima Uang Terkait Kasus BTS BAKTI Kominfo

Menurut Dito selama ia menjabat sebagai Menpora, dirinya baru satu kali mengikuti rapat kabinet di Istana Presiden.

Saat itu juga kata Dito, ia sama sekali tidak pernah berbicara ataupun berjabat tangan

"Pernah ngobrol, saat sidang?" kata Hakim

"Belum, saya diundang rapat kabinet setelah beliau non aktif," tutur Dito.

Sekalipun saat pelantikan Dito sebagai menpora, ia juga tidak pernah berjabat tangan dengan Johnny G Plate.

"Waktu dilantik," tanya Hakim.

"Tidak, karena kita PAW jadi tidak semua kabinet diundang," ungkap Dito.

"Belum sempat disilahturahmi? Jabatan tangan belum pernah?" ujar hakim lagi

"Belum," kata pria bertubuh besar ini.

"Atau waktu itu Pak Johnny sedang ke luar negeri," kata hakim dengan nada bercanda.

"Gak tahu yang mulia," ungkap Dito.

Dalam keterangannya sebagai saksi, Dito mengungkapkan bahwa tak ada sepeserpun uang yang mengalir kepadanya terkait kasus ini, termasuk untuk pengamanan perkara.

Ia membantah tuduhan bahwa ia berusaha menutup kasus BTS ini.

"Soalnya yang berkembang itu Pak Dito, itu Galumbang Menak (terdakwa yang juga teman eks Dirut BAKTI, Anang Achmad Latif) pernah bertemu saudara membicarakan masalah ada yang berusaha menutup kasus BTS," kata Hakim Ketua, Fahzal Hendri.

"Tidak benar, Yang Mulia," kata Dito.

Tuduhan ke Menpora

Dalam persidangan sebelumnya, saksi bernama Resi Yuki Bramani yang merupakan anak buah terdakwa Galumbang Menak Simanjuntak mengungkapkan adanya pengantaran bingkisan ke rumah Dito Ariotedjo.

Di persidangan, Resi mengakui bahwa dirinya melakukan itu sebab diperintah terdakwa Irwan Hermawan.

Galumbang dan Irwan sendiri dalam kasus ini memiliki posisi sebagai teman eks Dirut BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif.

"Pak Irwan memerintahkan untuk memberikan bingkisan dua kali ke Jalan Denpassar," ujar Resi dalam persidangan Senin (9/10/2023) di Pengadilan Tipikor pada Pengadian Negeri Jakarta Pusat.

"Rumah siapa itu?" tanya Hakim.

"Rumah saudara Dito, pak. Dito Ariotedjo," jawab Resi.

Selain Resi, pada persidangan Selasa (26/9/2023) juga, nama Dito sempat disebut-sebut oleh Irwan Hermawan yang saat itu menjadi saksi mahkota.

Kata Irwan, ada Rp 27 miliar yang digelontorkannya untuk mengamankan kasus melalui Dito.

Uang tersebut merupakan bagian dari ratusan miliar rupiah yang dia kutip dari para rekanan proyek BTS Kominfo atas perintah Anang Achmad Latif.

"27 miliar," kata Irwan.

"Siapa itu?" tanya Hakim Fahzal Hendri.

"Pada saat itu saya tidak serahkan langsung titip ke teman namanya Resi dan Windi. Terakhir namanya Dito. Pada saat itu namanya Dito saja. Belakangan saya ketahui Dito Ariotedjo," ujar Irwan.

Namun pengakuan tersebut telah dibantah Dito, sebab dirinya mengaku tak mengenal Irwan Hermawan.

Adapun keterangan Dito sebagai saksi ini kemudian menjadi fakta persidangan atas perkara tiga terdakwa, yakni: eks Menkominfo, Johnny G Plate; eks Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif; dan Tenaga Ahli HUDEV UI, Yohan Suryanto.

Selain mereka bertiga, dalam kasus BTS ini juga sudah ada tiga orang yang dimeja hijaukan, yakni: Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan; Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak; dan Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali.

Enam terdakwa itu telah dijerat dugan tindak pidana korupsi.

Namun khusus Anang Latif, Galumbang Menak, dan Irwan Hermawan juga dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Kemudian ada dua orang yang perkaranya tak lama lagi dilimpahkan ke pengadilan, ialah Direktur Utama Basis Investments, Muhammad Yusrizki Muliawan dan Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera, Windi Purnama.

Yusrizki dijerat pasal korupsi, sedangkan Windi Purnama TPPU.

Lalu seiring perkembangan proses persidangan, ada empat tersangka yang telah ditetapkan, yakni: Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BAKTI Kominfo, Elvano Hatohorangan; Kepala Divisi Backhaul/ Lastmile BAKTI Kominfo, Muhammad Feriandi Mirza; Direktur Utama PT Sansaine Exindo, Jemmy Sutjiawan; dan Tenaga Ahli Kominfo, Walbertus Natalius Wisang.

Keempatnya dijerat dugaan korupsi dalam kasus BTS ini.

Terkhusus Walbertus, selain dijerat korupsi juga dijerat dugaan perintangan proses hukum.

Mereka yang dijerat korupsi, dikenakan Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kemudian yang dijerat TPPU dikenakan Pasal 3 subsidair Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Sementara yang dijerat perintangan proses hukum dikenakan Pasal 21 atau Pasal 22 Jo. Pasal 35 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved