Jumat, 3 Oktober 2025

Pemilu 2024

KPK Sebut Politik Uang Masih Ada Karena 50 Persen Rakyat Belum Sejahtera

Atas dasar itu pula, menurut Alex, KPK kesulitan menangani politik uang sebab sudah menjadi kebiasaan.

YouTube KPK RI
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyebut sebanyak 50 persen persen masyarakat Indonesia belum sejahtera dan tidak memiliki kualitas pendidikan yang baik.

Hal itu lah yang mendorong politik uang atau money politic masih menjamur di Tanah Air.

Atas dasar itu pula, menurut Alex, KPK kesulitan menangani politik uang sebab sudah menjadi kebiasaan.

"Tidak mudah untuk mengubah suatu kebiasaan atau apapun namanya ya yang sudah terjadi selama ini. Kenapa money politic masih berjalan? Ya saya harus sampaikan 50 persen masyarakat kita itu masih belum sejahtera dan 50 persen lebih itu juga tingkat pendidikannya belum baik. Itu sebetulnya syarat mutlak ya kalau kita ingin demokrasi kita sehat," kata Alex dalam keterangannya, Selasa (15/8/2023).

Baca juga: KPU Bolehkan Baksos Sebagai Sarana Kampanye, Perludem: Buka Potensi Politik Uang

Alex mengimbau agar masyarakat tak berharap pada calon pimpinan atau anggota DPRD yang berintegritas.

Tetapi tidak kalah penting adalah bagaimana masyarakat juga sebaliknya.

"Jadi jangan berharap saja dengan calon pimpinan atau anggota DPRD yang berintegritas, penyelenggara yang berintegrasi, tetapi tidak kalah pentingnya adalah bagaimana rakyat, masyarakat selaku pemilih itu juga berintegritas," kata dia.

"Kan kuncinya di sana bagaimana kita mendorong masyarakat itu untuk menolak setiap tawaran atau apapun," ujar Alex menambahkan.

Alex turut mengungkapkan bahwa tidak jarang uang yang dibagikan dalam praktik politik uang bersumber dari hasil dugaan korupsi.

Baik bersumber dari APBD maupun APBN.

"Memang dari berbagai survei yang termasuk survei KPK sendiri, uang yang digunakan atau dibagi-bagi itu antara lain, ya itu berasal dari dugaan penyimpangan atau korupsi, otomatis terkait dengan anggaran baik APBN maupun APBD," tuturnya.

"Nah bagaimana kita menjaga APBN atau APBD agar tidak disalahgunakan atau tidak dikorupsi. Dan ya ini juga menjadi tugas dari para kepentingan dalam hal ini misalnya inspektorat atau bendahara di daerah maupun di pemerintah pusat," tambahnya.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved