Rabu, 1 Oktober 2025

KPK Tangkap Kepala Basarnas

Jampidmil Sarankan Kasus Dugaan Suap Kepala Basarnas Ditangani Koneksitas

Jampidmil memiliki kewenangan menangani perkara dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh orang sipil dan militer.

Penulis: Gita Irawan
Tribunnews/Gita Irawan
Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (Jampidmil) Mayjen Wahyoedho Indrajit saat konferensi pers di Mabes TNI Cilangkap Jakarta pada Jumat (28/7/2023). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (Jampidmil) Mayjen Wahyoedho Indrajit menyarankan kasus dugaan suap Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi dan Koorsminnya Letkol Afri Budi Cahyanto ditangani oleh pihaknya.

Menurutnya, hal tersebut agar dalam proses-proses hukum ke depannya tidak mengalami kesulitan.

Seyogyanya, saran kami, bisa ditangani oleh Jampidmil supaya nanti dalam proses-proses ini tidak ada kesulitan

Ia mengatakan Jampidmil memiliki kewenangan menangani perkara dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh orang sipil dan militer.

Baca juga: Kepala Basarnas dan Koorsminnya Diduga Terlibat Suap, Kababinkum TNI: Militer Tidak Kebal Hukum

"Kalau ini jadi satu, dilaksanakan oleh tim penyidik dari KPK maupun penyidik dari militer yang ada dalam orkestrasi Jampidmil. Jadi Jampidmil ini menjadi bagian atau organisasi baru yang ada di Kejaksaan Agung," kata Indrajit saat konferensi pers di Mabes TNI Cilangkap Jakarta pada Jumat (28/7/2023).

"Seyogyanya, saran kami, bisa ditangani oleh Jampidmil supaya nanti dalam proses-proses ini tidak ada kesulitan. Tentu saja bisa kita prediksi akan ada disparitas nanti dalam hal hukuman. Karena proses-prosesnya kan berbeda," sambung dia.

Sebelumnya, pihak TNI menilai penetapan tersangka Henri dan Afri oleh KPK menyalahi ketentuan Undang-Undang peradilan militer.

Sekadar informasi, Jampidmil telah menggarap sejumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan sipil dan militer di antaranya perkara korupsi Tabungan Wajib Perumahan (TWP) TNI AD dan perkara korupsi satelit slot orbit 123° BT Kemhan.

Baca juga: KPK Minta Maaf ke TNI, Akui Khilaf Lakukan OTT hingga Tetapkan Kepala Basarnas jadi Tersangka

Dilansir dari Kompas.com, dalam perkara dugaan korupsi Tabungan Wajib Perumahan Angkatan Darat (TWP AD) periode 2013-2020 Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta telah menjatuhkan vonis kepada Brigadir Jenderal TNI Yus Adi Kamrullah (Brigjen YAK) dan Ni Putu Purnamasari (NPP).

Mereka divonis pidana penjara selama 16 tahun dan denda sebesar Rp 750 juta.

Apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

Terhadap Brigjen Yus Adi Kamrullah juga diminta membayar uang pengganti atas kerugian keuangan negara sebesar Rp 34.375.756.533,00 dalam kurun waktu selambat-lambatnya satu bulan.

Sementara itu, Ni Putu juha diharuskan membayar uang pengganti atas kerugian keuangan negara sebesar Rp 80.333.490.434,00 selambat-lambatnya satu bulan.

Dalam amar putusan, uang pengganti harus dibayarkan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.

Jika dalam jangka waktu tersebut para terdakwa tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya akan disita.

Akan tetapi, jika Brigjen TNI Yus Adi tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama empat tahun.

Sementara itu, Ni Putu akan dipidana enam tahun penjara jika tidak bisa membayar uang pengganti.

Vonis juga memerintahkan agar para terdakwa ditahan. 

Baca juga: Puspom TNI Belum Tetapkan Kepala Basarnas Sebagai Tersangka, Danpuspom: Kita Baru Terima Laporan

Brigjen TNI Yus Adi ditahan di Instalasi Tahanan Militer Cimanggis, sementara Ni Putu ditahan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung.

Sedangkan dalam perkara korupsi satelit slot orbit 123 di Kemhan, Majelis Hakim Koneksitas menjatuhkan vonis terhadap mantan Dirjen Kuathan Kemehan Laksamana Muda (Purn) Agus Purwoto selama 12 tahun penjara.

Ia dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama dengan Komisaris Utama PT Dini Nusa Kusuma (DKN) Arifin Wiguna; dan Direktur Utama PT DNK, Surya Cipta Witoelar.

Agus juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp 500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.

Ia juga dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada terdakwa sebesar Rp 153,094,059,580,68.

Jika Agus tidak membayar uang pengganti paling lama dalam satu bulan sesudah keputusan memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.

Apabila Agus tidak mempunyai harta yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka dipidana dengan pidana penjara selama 3 tahun.

Pidana penjara yang sama juga dijatuhkan terhadap Arifin Wiguna dan Surya Cipta Witoelar.

Selain dipidana selama 12 tahun, mereka juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp 500 juta. 

Arifin dan Surya juga dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp 100 miliar.

Sementara itu, Senior Advisor PT DNK yang berkewarganegaraan Amerika Serikat Thomas Anthony van der Heyden juga menjadi terdakwa.

Namun demikian berkas perkara Thomas Anthony terpisah dari tiga terdakwa lainnya.

Keempat terdakwa dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 453.094.059.540,68 dari proyek pengadaan satelit slot orbit 123° BT tersebut.

Kerugian negara tersebut didapatkan dari laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor: PE.03.03/SR-607/D5/02/2022 tanggal 12 Agustus 2022.

Mereka dinilai telah melanggar Pasal 2 Ayat 1 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved