Saat SBY Diprotes Anak Buahnya karena Pajang Foto Moeldoko di Museumnya di Pacitan
Protes atas terpampangnya foto Moeldoko di Museum SBY itu diungkapkan Ketua DPP Partai Demokrat, Jansen Sitindaon.
TRIBUNNEWS.COM - Presiden ke-6 RI yang juga Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sempat diprotes oleh anak buahnya karena memasang foto Kepala Staf Presiden (KSP), Moeldoko, di Museum SBY di Pacitan, Jawa Timur.
Diketahui, hubungan SBY dan Partai Demokrat dengan Moeldoko memanas sejak terjadinya upaya kudeta kepemimpinan Partai Demokrat yang diketuai oleh Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) pada 2021 lalu.
Hal itu masih berlangsung hingga saat ini lantaran Moeldoko mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas keputusan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang menolak pengesahan kepengurusan Demokrat kubu Moeldoko.
Protes atas terpampangnya foto Moeldoko di Museum SBY itu diungkapkan Ketua DPP Partai Demokrat, Jansen Sitindaon.
Melalui akun Twitternya, Jansen mengatakan hal itu bermula saat Jansen bersama sejumlah rekan-rekannya berjalan-jalan di Musem SBY.
Baca juga: Pengamat: Tawaran Barter Moeldoko Belum Cukup Buat Demokrat Merapat Dukung Ganjar Pranowo
Dikatakan Jansen, di museum itu terdapat banyak foto yang dipajang di dinding-dinding museum.
Saat berjalan-jalan itu, Jansen kaget karena melihat ada foto yang menampilkan wajah Moeldoko.
Jansen bersama rekan-rekannya tidak terima atas terpampangnya foto Moeldoko itu.
"Di Museum Pak SBY di Pacitan, di dindingnya terpasang banyak foto.
Ketika kemarin jalan2 di dalamnya, di salah satu sudutnya kami kaget. Krn melihat di salah satu dinding terpasang foto ada wajah Moeldoko (salah satunya foto di bawah). Sontak saya dan beberapa teman tidak terima," tulis Jansen sebagaimana dikutip Tribunnews.com, Kamis (22/6/2023).
Pada sore harinya, saat bertemu dengan SBY, Jansen kemudian menyampaikan protes atas adanya foto Moeldoko di museum.
Jansen meminta agar foto yang memuat wajah Moeldoko itu diturunkan saja dan diganti foto yang lain.
Hal ini karena bagi Jansen, Moeldoko dianggap sebagai pengkhianat.
"Sorenya ketika jumpa Pak SBY dgn berapi-api kami ngomong “Pak, mohon izin kenapa foto yg ada wajah Moeldoko itu tidak diturunkan saja, diganti dgn yg lain biar wajahnya tidak ada di Museum ini, penghianat dia itu pak dst”," tulisnya.

Menjawab hal itu, SBY mengatakan bagaimanapun Moeldoko adalah sejarah dari pemerintahannya.
Karena itu tidak mungkin untuk tidak memunculkan wajah Moeldoko di Musem SBY yang memang menceritakan masa pemerintahan SBY.
Menurut SBY, sejarah tetaplah sejarah yang tidak boleh dihapus.
"Beliau kemudian menjawab kami dgn tenang, lebih kurang: “Sudah gak apa-apa, kan memang dia bagian dari pemerintahan saya. Saya yg mengangkatnya jadi KASAD dan Panglima. Ini kan Museum terkait sejarah perjalanan pemerintahan itu, kan tidak mungkin wajah dia sama sekali tidak ada di Museum ini. Sejarah itu ya tetap sejarah tidak boleh kita hapuskan apapun kondisinya. Biarlah yang dia lakukan skrg menerima balasnya sendiri nanti. Termasuk tentu yg dia lakukan skrg ini sejarah yang juga harus kalian ingat selaku kaderkan dst”."
Menerima penjelasan SBY, Jansen dan teman-temannya akhirnya terdiam dan menerima penjelasan SBY.
AHY yakin hakim bakal tolak PK Moeldoko
Diberitakan sebelumnya, Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), masih menaruh keyakinan kepada para hakim di Mahkamah Agung (MA) dapat memutus Peninjauan Kembali (PK) sengketa Moeldoko dengan Partai Demokrat secara adil dan benar.
“Oleh karena itu kami tentu dengan rendah hati tetap memiliki keyakinan bahwa para hakim yang kami muliakan di MA juga memiliki rasa kebenaran dan keadilan di atas segala-galanya sebelum pada akhirnya memutuskan PK KSP Moeldoko ini,” kata AHY dalam konferensi pers di DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat, disiarkan Youtube Partai Demokrat, Rabu (7/6/2023).
AHY pun yakin para hakim MA bisa menerapkan prinsip kebenaran dan keadilan secara tegak, termasuk ketika memutus perkara Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Moeldoko.
“Kami yakin beliau semua juga akan tergerak bahwa pada akhirnya kebenaran dan keadilan harus tegak di negeri kita,” katanya.
Sebagaimana diketahui dalam PK ini, Moeldoko menggugat Menkumham Yasonna Laoly dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang saat ini sebagai ketua umum Partai Demokrat.
Permohonan PK Moeldoko telah masuk ke MA pada 15 Mei 2023 dan telah mengantongi nomor perkara 128 PK/TUN/2023.
Dalam PK tersebut, novum atau alat bukti baru yang dilampirkan Moeldoko yakni sejumlah dokumen berita acara massa terkait pemberitaan, bahwa AD/ART Partai Demokrat Tahun 2020 merupakan AD/ART abal-abal karena dilahirkan dan dikarang di luar Kongres V, tanpa persetujuan anggota partai dan tidak disahkan dalam kongres, serta bertentangan dengan Undang-undang (UU) Partai Politik dan AD/ART Partai Demokrat.
Baca juga: Jika MA Terima PK Moeldoko, Demokrat Sebut SBY Bakal Turun Tangan
Kemudian pada novum kedua, berisi surat berupa Keputusan Sidang Kongres Luar Biasa Partai Demokrat 2021 Nomor 06/KLB-PD/III/2021 tentang Penjelasan tentang Perubahan dan Perbaikan AD/ART Partai Demokrat, tertanggal 5 Maret 2021.
Isinya yakni, membatalkan AD/ART Partai Demokrat Tahun 2020, AD/ART Partai Demokrat Kembali pada AD/ART hasil Kongres Bali 2005 dengan penyesuaian terhadap UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.
Novum ketiga yaitu surat berupa keputusan sidang Kongres Luar Biasa Partai Demokrat 2021 Nomor 08/KLB-PD/III/2021 tentang Laporan Pertanggungjawaban Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat periode 2020-2021 yang pada pokoknya menetapkan DPP Partai Demokrat periode 2020-2021 dinyatakan demisioner.
Novum keempat, berisi dokumen-dokumen berupa berita media massa terkait pertemuan Dirjen Administrasi Hukum Kemenhumham Cahyo R Muzhar dengan AHY yang merupakan bukti nyata keberpihakan termohon PK I (Menkumham) kepada termohon PK II intervensi (AHY) sebagai bentuk pelanggaran terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) dan asas asas umum pemerintahan yang baik.
Sebelumnya, MA sudah menolak kasasi yang diajukan oleh Moeldoko terkait keputusan Menkumham yang menolak hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Deli Serdang.
(Tribunnews.com/Daryono/Danang Triatmojo)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.