Kamis, 2 Oktober 2025

Menteri Nadiem Kesal Banyak yang Salah Ajar, Kini Hapuskan Tes Calistung Sebagai Syarat Masuk SD

Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim mengatakan sekolah kini dilarang melakukan tes calistung bagi dalam penerimaan siswa baru di SD.

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim mengatakan sekolah kini dilarang melakukan tes calistung bagi dalam penerimaan siswa baru di SD.TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikburistek) menghapuskan tes membaca, menulis, dan menghitung (calistung) pada penerimaan peserta didik baru (PPDB) di jenjang SD/MI.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim mengatakan sekolah kini dilarang melakukan tes calistung bagi dalam penerimaan siswa baru di sekolah dasar (SD).

Baca juga: Mendikbudristek Nadiem Makarim Hapus Syarat Tes Calistung untuk Masuk SD

”Jadi dengan itu kebijakan kita pada saat ini Merdeka Belajar Episode ke-24 akan memandatkan satuan pendidikan untuk pertama, menghilangkan semua jenis tes calistung dari proses penerimaan murid SD,” kata Nadiem dalam peluncuran Merdeka Belajar Episode ke-24, Selasa (28/3/2023).

Kemampuan calistung saat ini masih dianggap sebagai satu-satunya bukti keberhasilan belajar dan dibangun secara instan.

Menurut Nadiem, banyak satuan pendidikan yang salah dalam mengajari siswa calistung.

"Bukan berarti calistung itu suatu topik tidak penting untuk diajarkan di PAUD. Saya tidak mau ada salah pengertian di sini. Poinnya adalah adanya miskonsepsi bahwa hanya calistung yang terpenting dan cara ngajarin calistungnya juga salah," kata Nadiem.

Baca juga: Mendikbudristek Nadiem Makarim Kesal Calistung jadi Syarat Masuk SD

Ia menyebut calistung merupakan metode tidak menyenangkan bagi anak-anak untuk belajar.

Selain itu, miskonsepsi lain adalah bahwa mengajari anak calistung merupakan tugas satuan pendidikan PAUD bukan SD. Padahal kata Nadiem, itu adalah sebaliknya.

”Ini hal yang membuat saya kesal bahwa calistung dijadikan kriteria untuk anak masuk SD. Ini suatu hal yang sudah tidak bisa lagi ditolerir dan kami mohon bantuan semua bapak ibu di
dalam ruangan ini dan yang menonton di YouTube untuk segera menghilangkan error besar ini. Seolah-olah SD-SD di seluruh Indonesia tidak punya tanggung jawab sama sekali mengenai calistung dan itu tanggung jawabnya PAUD," ungkap Nadiem.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim mengikuti Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi X DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/1/2023). Raker tersebut membahas evaluasi program kerja dan anggaran tahun 2022 dan persiapan pelaksanaan program kerja tahun 2023. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim mengikuti Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi X DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/1/2023). Raker tersebut membahas evaluasi program kerja dan anggaran tahun 2022 dan persiapan pelaksanaan program kerja tahun 2023. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Nadiem mengkhawatirkan nasib anak-anak kecil di masa emasnya yang seharusnya mendapatkan pembelajaran yang lebih menyenangkan.

"Konsekuensi yang paling menakutkan adalah anak merasa bahwa belajar itu tidak menyenangkan dari umur kecil. Kalau mereka bisa merasakan itu pada masa PAUD, masa periode emas, akan sulit memutar balik persepsi itu kepada anak bahwa sekolah itu bisa menyenangkan, belajar itu menyenangkan, baca buku menyenangkan, matematika menyenangkan," katanya.

"Bisa sekali seumur hidup, anak itu akan mengasosiasikan sekolah sebagai suatu beban yang tidak menyenangkan yang dipaksa aja sama orangtua untuk melakukan," tambah Nadiem.

Baca juga: Nadiem Makarim: Miskonsepsi Soal Calistung Buat Anak PAUD Anggap Sekolah Tak Menyenangkan

Nadiem mengatakan perlu langkah untuk mengakhiri miskonsepsi mengenai calistung ini.

Proses transisi dari PAUD ke SD, kata Nadiem, harus berjalan dengan mulus.

"Anak itu punya hak bapak ibu punya hak untuk bisa mendapatkan fondasi bukan hanya kognitif, tapi kematangan emosi. Kemandirian, kemampuan berinteraksi hal yang menurut saya bahkan lebih penting daripada kompetensi dasar calistung, karena itu akan menentukan kemampuan dia menjadi pelajar yang teladan selama sepanjang hayat," ujar Nadiem.

Kemendikbudristek melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah saat ini tengah berusaha memperkuat transisi dari PAUD ke SD menjadi lebih menyenangkan.

Dalam upaya ini, terdapat tiga poin penting yang perlu diperhatikan oleh SD/MI.

Pertama, kata Nadiem, satuan pendidikan perlu menghilangkan tes calistung dari proses PPDB pada SD/ MI/sederajat.

ilustrasi
ilustrasi (net)

“Masih ada anak-anak yang belum pernah mendapatkan kesempatan belajar di satuan PAUD. Sangat tidak tepat apabila anak diberikan syarat tes calistung untuk dapat mendapatkan layanan pendidikan dasar,” tutur Nadiem.

Selanjutnya, pada target capaian kedua, satuan pendidikan perlu menerapkan masa perkenalan bagi peserta didik baru selama dua minggu pertama.

Satuan PAUD dan SD/ MI/ sederajat dapat memfasilitasi anak serta orang tua untuk berkenalan dengan lingkungan belajarnya, sehingga peserta didik baru dapat merasa nyaman dalam kegiatan belajar.

“Kenali peserta didik baru dengan menerapkan kegiatan pembelajaran yang memberi informasi tentang kebutuhan belajar. Hargai proses anak yang berbeda-beda, karena membangun kemampuan pondasi perlu dilakukan bertahap,” imbau Nadiem.

Baca juga: Nadiem Makarim: Indonesia Masih Kekurangan Ahli di Bidang Pemrograman

Pada capaian ketiga, satuan pendidikan di PAUD dan SD/ MI/ sederajat perlu menerapkan pembelajaran yang membangun enam kemampuan fondasi anak.

Di antaranya mengenal nilai agama dan budi pekerti, keterampilan sosial dan bahasa untuk berinteraksi, kematangan emosi untuk kegiatan di lingkungan belajar, kematangan kognitif untuk melakukan kegiatan belajar seperti kepemilikan dasar literasi dan numerasi.

Selanjutnya pengembangan keterampilan motorik dan perawatan diri untuk berpartisipasi di lingkungan belajar secara mandiri, dan pemaknaan terhadap belajar yang positif.

Juga kemampuan pondasi tersebut dibangun secara berkelanjutan dari PAUD hingga kelas dua pada jenjang pendidikan dasar.

"Untuk itu, standar kompetensi lulusan bagi PAUD tidak dirancang per usia, namun sebagai capaian yang perlu dicapai di akhir fase dan dapat dipenuhi hingga kelas dua pendidikan dasar, serta tidak ada evaluasi kelulusan untuk siswa PAUD,” tegas Nadiem.(tribun network/fah/dod)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved