Selasa, 30 September 2025

Pimpinan MPR: Bangun Kesadaran Anak Bangsa untuk Mewujudkan Toleransi dalam Keberagaman

Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat mengatakan hal paling penting diimplementasikan adalah persamaan sebagai anak bangsa Indonesia.

Editor: Adi Suhendi
Istimewa
Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat mengatakan hal paling penting diimplementasikan adalah persamaan sebagai anak bangsa Indonesia. 

Dengan empat keterampilan itu, tegasnya, diharapkan peserta didik mampu memahami keberagaman yang ada dan membangun sikap toleransi dalam keseharian.

Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM, Putu Elvina berpendapat membangun toleransi merupakan langkah untuk memperkaya kebhinekaan.

Apalagi, ujar Putu, survei BPS pada 2010 tercatat Indonesia terdiri dari enam agama, 1.128 suku dan 633 kelompok suku besar, sehingga BPS menilai Indonesia sangat heterogen dari sisi etnis.

Berdasarkan catatan itu, tambah Putu, negara dan masyarakat kita membutuhkan kemampuan yang baik untuk mengelola keberagaman. Karena, tegasnya, bila negara tidak mampu mengelola keberagaman yang ada akan berisiko besar muncul banyak friksi.

Komnas HAM, ujar Putu, merekomendasikan adanya regulasi dan kurikulum yang konkret dan aplikatif. Selain itu, visi yang baik terkait pendidikan karakter sejak dini dan memperkuat edukasi diseminasi toleransi lewat kolaborasi.

Tidak kalah penting, tegasnya, role model di masyarakat dalam proses membangun toleransi di tengah keberagaman.

Direktur Riset Setara Institute, Halili Hasan mengungkapkan benih-benih intoleransi sudah ada sejak di bangku sekolah.

Berdasarkan riset Setara terhadap pelajar SMA Negeri pada 2016, ujar Halili, tercatat ada 35,7 persen pelajar terindikasi intoleran aktif dan 2,4% intoleran pasif. Menurut Halili, temuan tersebut sangat mengkhawatirkan.

Pada kesempatan itu, Halili merekomendasikan agar Kemendikbud Ristek melakukan diseminasi mahasiswa dan pelajar lewat revitalisasi forum akademik, perbanyak ruang perjumpaan dan pembudayaan tradisi dan kearifan lokal.

Selain itu, tambahnya, penting juga membangun sinergi kampus, orang tua dan mahasiswa.

Mencegah kampus dan sekolah menjadi enabling enviroment bagi berkembangnya paham dan gerakan keagamaan yang intoleran, eksklusif, ekstrem dan kekerasan.

Dan yang tidak kalah penting, tegas Halili, mewujudkan tata kelola organisasi mahasiswa yang inkulsif dan menerapkan inklusivitas serta meritokrasi dalam rekrutmen guru.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved