Selasa, 30 September 2025

Polisi Tembak Polisi

Tuntutan 12 Tahun Bharada E Trending di Twitter, Mahfud MD: Kawal Terus

Tuntutan 12 Tahun Bharada E Trending di Twitter, Mahfud MD sebut masih ada pleidoi, putusan majelis hingga minta kawal terus.

Istimewa
Hakim Wahyu Imam Santoso sempat mengusir peserta sidang karena membuat gaduh di sidang tuntutan terdakwa Richard Eliezer atau Bharada E, Rabu (18/1/2023). Kejagung hingga Menkopolhukam Mahfud MD merespons soal tuntutan 12 tahun Bharada E yang Trending di Twitter karena tuai polemik dan lebih tinggi dari tuntutan Putri Candrawathi. 

"Proses penuntutan dilakukan secara arif dan bijaksana," jelas Fadil, Kamis ?(19/1/2023) dikutip dari Kompas Tv.

Simak fakta Bharada E dituntut hukuman 12 tahun penjara. Pembacaan tuntutan ini dilakukan dalam sidang di PN Jaksel, Rabu (18/1/2023).
Simak fakta Bharada E dituntut hukuman 12 tahun penjara. Pembacaan tuntutan ini dilakukan dalam sidang di PN Jaksel, Rabu (18/1/2023). (YouTube KompasTV)

Sebagai lembaga penegak hukum, Kejaksaan mendengar, melihat dan selalu mempertimbangkan semua hal terkait proses penuntutan perkara ini.

"Kami sungguh-sungguh membuktikan itu kan terlihat bagaimana Jaksa dalam proses pra penuntutan telah menguji hasil penyidikan itu sehingga kami simpulkan memenuhi syarat untuk dilimpahkan."

"Setelah melimpahkan, Jaksa saya berupaya membuktikan semaksimal mungkin."

"Tapi ketika berapa tuntutan yang pantas diberikan kepada seorang terdakwa itu ada parameternya, jelas sekali pandangannya ada."

"Nggak bisa dong kita menuntut orang tanpa memperhatikan peran dan alat bukti yang muncul di persidangan dan siapapun nggak bisa membantah bukti itu," jelas Fadil.

Pihaknya juga telah mengupayakan sidang ini digelar secara live, sehingga siapa pun bisa mengikuti jalannya persidangan.

"Sidang ini live semua, terbuka untuk umum dan bahkan ini sidang luar biasa live dan dibahas oleh para ahli," sambung Fadil.

Sehingga kalau banyak ditemukan beda pendapat itu wajar.

"Sudut pandang saya adalah membuktikan surat dakwaan yang dibuat dari Jaksa, bagaimana Jaksa menuntut secara Arif memberikan keadilan, tapi tidak semua bisa saya penuhi permintaan itu."

"Tapi kan kami punya parameter yang jelas dalam melakukan penuntutan, sesuai dengan ketentuan dan kewenangan yang ditentukan oleh undang-undang," jelas Fadil.

"Tentang tinggi rendah tuntutan, bagi saya kita ini beda sudut pandang itu hal yang wajar dalam proses penuntutan."

"Kalau korban menyatakan kurang tinggi, maka sebab saya berempati pada korban. Tapi kalau terdakwa bilang ketinggian, itu juga hak terdakwa, nggak apa-apa."

"Jika penasihat hukum katanya ketinggian, itu kan proses ini masih berjalan, ada namanya Pledoi, ada putusan, rangkaian masih panjang," terang Fadil.

Penjelasan ini disampaikan Fadil agar masyarakat tak membentuk opini.

"Biarkan Jaksa berpikir jernih, Penasehat Hukum berpikir jernih, nanti hukumannya dari Hakim."

"Jangan kita giring opini ini mengarah kepada sesuatu, nggak boleh, hargainlah kewenangan Penuntut Umum, hargai Hakim."

"Saya pun menghargai penasehat hukum mau ngomong apapun silahkan itu hak dia untuk selalu membela."

"Tapi dalam proses penggilingan opini itu nggak boleh, ini kita mengadili manusia," kata Fadil.

aksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Fadli Zumhana 9Kiri) dan Richard Eliezer. Kejagung sebut LPSK tidak boleh mengintervensi Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam memberi tuntutan kepada terdakwa.
aksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Fadli Zumhana 9Kiri) dan Richard Eliezer. Kejagung sebut LPSK tidak boleh mengintervensi Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam memberi tuntutan kepada terdakwa. (Kolase Tribunnews)

Kejagung: LPSK Tidak Boleh Intervensi soal Tuntutan Jaksa

Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Fadli Zumhana mengatakan bahwa Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) tidak boleh mengintervensi Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam memberi tuntutan kepada terdakwa.

Hal tersebut diungkapkan untuk menanggapi pernyataan dari LPSK yang merasa kecewa karena tuntutan 12 tahun terdakwa Richard Eliezer (Bharada E).

Meskipun pada kenyataannya LPSK banyak memberikan komentar, kata Fadli, hal itu tidak menjadi masalah karena memang LPSK bertugas untuk melindungi korban, bahkan Fadli juga mengucapkan terima kasih kepada LPSK untuk itu.

"Memang LPSK ini banyak komentar tapi tidak apa-apa itu tugas dia, dia melindungi korban benar itu dia, bahkan dia pelihara korban supaya selamat tidak diganggu orang."

"Saya terima kasih kepada LPSK sehingga perkara ini bisa selesai," kata Fadil di kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (19/1/2023).

Kendati demikian, Fadli juga mewanti-wanti kepada LPSK agar tidak mengintervensi atau memengaruhi jaksa dalam memberikan tuntutan untuk terdakwa.

"Kami tahu apa yang harus kami lakukan, benar tahu benar, karena pengalaman pengetahuan dan ada aturan, tahu persis saya itu, kajati tahu persis, kajari tahu persis, jaksa tahu persis, tapi kan kami sudah pertimbangkan, sehingga menuntut (Bharada E) lebih rendah dari pelakunya, ini Pak Sambo," sambung Fadli.

Fadli juga tetap menghormati kekecewaan LPSK terkait dengan tuntutan 12 tahun Richard Eliezer.

Untuk itu, Fadli meminta kepada masyarakat untuk menunggu putusan dari Majelis Hakim nanti, karena proses persidangan kasus pembunuhan Brigadir J masih terus berjalan.

Kejagung Pastikan Tak Akan Revisi Tuntutan Sambo Cs dalam Perkara Kematian Brigadir J

Kejaksaan Agung secara tegas memastikan tidak akan merevisi tuntutan lima terdakwa perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung, Fadil Zumhana menyebut tuntutan tersebut sudah benar adanya.

"Masalah meninjau merevisi, kami tahu kapan akan merevisi. Ini sudah benar, ngapain direvisi," kata Fadil dalam konferensi pers, Kamis (19/1/2023).

Fadil mengatakan revisi tuntutan itu dilakukan jika memang ada yang keliru dari jaksa penuntut umum.

"Contoh yang pernah saya revisi itu kasus di Karawang. Itu keliru. Kalau udah benar ngapain di revisi itu jawabannya. Tidak akan ada pernah revisi," jelasnya.

Bharada E menangis dan memeluk Ronny Talapessy setelah dituntut 12 tahun penjara dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
Bharada E menangis dan memeluk Ronny Talapessy setelah dituntut 12 tahun penjara dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J. (Tangkap layar YouTube Kompas TV)

Sebagai informasi, dalam perkara pembunuhan berencana Brigadir J, lima terdakwa sudah mendapatkan tuntutan dari jaksa penuntut umum.

Diketahui, Ferdy Sambo dituntut hukuman penjara seumur hidup, Bharada Richard Eliezer alias Bharada E dituntut 12 tahun penjara.

Sementara Putri Candrawathi, Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf dituntut selama 8 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum.

Terkait itu, tuntutan untuk Bharada E disorot lantaran dinilai terlalu tinggi padahal sudah menjadi pelaku yang membongkar skenario Ferdy Sambo.

Kuasa Hukum Richard Eliezer alias Bharada E, Ronny Talapessy menyebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) seakan tak mengindahkan status justice collaborator (JC) atau saksi yang bekerja sama membongkar perkara yang dimiliki oleh kliennya.

"Status Richard Eliezer sebagai justice collaborator yang dari awal konsisten dan kooperatif bekerja sama, saya pikir bahwa status dia sebagai JC tidak diperhatikan, tidak dilihat jaksa penuntut umum," kata Ronny dalam tayangan Kompas TV, Rabu (18/1/2023).

Padahal menurut Ronny, Bharada E sudah berupaya terus konsisten dalam mengungkap perkara peristiwa rencana Ferdy Sambo membunuh Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J secara rinci.

Selain itu Bharada E kata Ronny juga konsisten berbicara jujur mulai dari proses penyidikan hingga perkara masuk persidangan.

"Kami melihat perjuangan dari awal bagaimana Richard Eliezer yang coba konsisten ketika dia berani mengambil sikap, berani berkata jujur dari proses penyidikan sampai proses persidangan itu ditunjukkan," ucapnya.

Tangis Bharada E

Sebelumnya Terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J, Bharada E, langsung tertunduk dan menangis, mendengar tuntutan 12 tahun penjara.

Bahkan dirinya menangis di pelukan sang pengacara Ronny Talapessy.

Keluarga Bharada E merasa terpukul mendengar tuntutan bagi Bharada E.

Pun orang tua Brigadir J, Samuel Hutabarat dan Rosti Simanjuntak, terkejut mendengar tuntutan Bharada E tersebut.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut hal yang memberatkan Bharada E dituntut hukuman 12 tahun penjara.

Termasuk Bharada E sebagai eksekutor yang membuat nyawa Brigadir J hilang.

Sehingga menyebabkan duka yang mendalam bagi keluarga Brigadir J.

Sementara yang meringankan adalah status Bharada E sebagai justice collaborator (JC), yang membuka kasus hingga terang.

Juga sikap Bharada E yang sopan hingga adanya perbuatan memaafkan dari keluarga Brigadir J.

Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu menjalani sidang tuntutan di Pengadilan negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Rabu (18/1/2023), Bharada E dituntut hukuman 12 tahun penjara pada kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir N Yosua Hutabarat. Jaksa meyakini Eliezer dengan sadar dan tanpa ragu merampas nyawa Yosua dengan cara menembak. Tribunnews/Jeprima
Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu menjalani sidang tuntutan di Pengadilan negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Rabu (18/1/2023), Bharada E dituntut hukuman 12 tahun penjara pada kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir N Yosua Hutabarat. Jaksa meyakini Eliezer dengan sadar dan tanpa ragu merampas nyawa Yosua dengan cara menembak. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)

Kata Keluarga Bharada E

Roy Pudihang, paman Bharada E tetap yakin kebenaran dan keadilan akan berlaku pada diri sang keponakannya tersebut.

Pihaknya mengakui keluarga Bharada E sangat terkejut dan terpukul terkait tutntutan 12 tahun penjara tersebut.

"Kami yakin kebenaran pasti akan berlaku untuk anak kami Richard Eliezer," katanya dalam tayangan Breaking News Kompas TV, Rabu (18/1/2023),

Selanjutnya, Roy menyebut, pihaknya tetap mendukung Kuasa Hukum Richard Eliezer, Ronny Talapessy, mendampingi keponakannya dalam proses persidangan.

"Kepada Pak Ronny, kami tetap mendukung dan mengawal Richard Eliezer," ucapnya.

Pihak keluarga Bharada E berharap Majelis Hakim PN Jakarta Selatan memberikan vonis seadil-adilnya.

"Memohon kepada Pak Hakim akan memberikan hukuman yang seadil-adilnya kepada Richard Eliezer," ucap Roy.

Kata Keluarga Brigadir J

Di sisi lain Samuel Hutabarat, ayah Brigadir J menyebut terkejut mendengar tuntutan 12 tahun penjara untuk Bharada E.

Bahkan perbedaan tuntutan antara Putri Candrawathi dan Bharada E sangat tidak masuk akal.

Meski sama seperti Rosti Simanjuntak yang merasa tak adil, Samuel Hutabarat berserah pada majelis hakim dalam menjatuhkan vonis nanti.

"Kita sempat terkejut mendengarnya. Alangkah jauhnya dengan yang bertiga Kuat Maruf, Ricky Rizal, sama Putri."

"Nanti finalnya di hakim, karena kan yang menentukan hukuman Hakim bukan jaksa, Biar hakim yang memutuskan," ungkapnya.

Roslin Simanjuntak, bibi dari Brigadir J, pun juga merasa kecewa Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjatuhkan tuntutan hukuman penjara 12 tahun.

Roslin merasa apa yang dituntutkan kepada Bharada E tidak adil.

Bagi pihak keluarga Brigadir J, seharusnya Bharada E dihukum lebih rendah dari Putri Candrawathi, yang hanya 8 tahun penjara.

“Itulah hukum di Indonesia ini tidak adil, memang kalau sesuai dengan dakwaan JPU pembunuhan berencana harus 15 tahun, tapi Eliezer kan sudah bersaksi, menyatakan kebenaran dan membuka semua rencana-rencana mereka,” kata Roslin Simanjuntak, dikutip dari TribunJambi.com.

Baca juga: Profil Paris Manalu, Jaksa yang Bacakan Tuntutan Bharada E, Hartanya Rp915 Juta

Roslin Simanjuntak mengatakan, keluarga Brigadir Yosua memahami apa yang dilakukan oleh Richard Eliezer dikarenakan perintah Ferdy Sambo.

“Karena memang dia keadaan terpaksa ya oleh pimpinannya seorang jenderal yang memerintah, jadi otomatis dia melakukannya,” ujar Roslin Simanjuntak.

Disamping itu, lanjut Roslin Simanjuntak, Richard Eliezer selama proses hukum dan jalannya persidangan sudah mengakui kesalahannya dan bertobat.

Oleh karena itu, Roslin Simanjuntak berharap hakim lebih bijaksana untuk memberi putusan kepada para terdakwa tewasnya Brigadir yosua. (tribun network/thf/Tribunnews.com)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan