Polisi Tembak Polisi
Kutip Pasal 340 KUHP, Febri Diansyah: Pada saat Kejadian Ferdy Sambo dalam Keadaan Emosional
Pengacara Ferdy Sambo, Febri Diansyah mengungkapkan bahwa dalam kasus pembunuhan berencana pelaku harus dalam keadaan tenang.
Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W. Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengacara Ferdy Sambo, Febri Diansyah mengungkapkan bahwa dalam kasus pembunuhan berencana pelaku harus dalam keadaan tenang.
Menurut Febri sebaliknya saat kejadian tewasnya Brigadir J di Duren Tiga Ferdy Sambo dalam keadaan emosional.
Pernyataan tersebut disampaikan Febri saat ditemui awak media selesai persidangan dalam lanjutan sidang terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (29/12/2022).
"Jadi kalau kita bicara Pasal 340 KUHP wajib dibuktikan terdakwa atau pihak yang dituduh melakukan pembunuhan berencana itu melakukannya dalam jeda waktu tertentu dan dalam keadaan tenang," kata Febri kepada awak media.
Febri melanjutkan frase keadaan tenang dikenal pertama kali Pasal 340 ini disusun di KUHP Belanda.
Dikatakan Febri pada saat itu ada perdebatan di parlemen dan ada penjelasan dari Menteri Kehakiman di Belanda mengenai hal tersebut.
"Keadaan tenang wajib dibuktikan terkait dengan aspek dengan pembunuhan berencana tersebut itu konsisten juga di beberapa keputusan," sambungnya.
Kemudian dikata Febri jika dihubungkan dengan ahli yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum yakni psikologi forensik dikatakan dari hasil pemeriksaan Ferdy Sambo saat kejadian dalam keadaan emosional intens.
"Kami tidak menghadirkan ahli psikologi forensik jaksa penuntut umum yang mengajukan ahli psikologi forensik. Hasilnya mengatakan dari hasil pemeriksaan psikologi forensik pada saat itu Ferdy Sambo dalam keadaan emosional intens tidak dalam keadaan tenang," jelas Febri.
Baca juga: Di Sidang Ferdy Sambo, Saksi Ahli Setuju Hukuman Mati untuk Terdakwa Pembunuhan Berencana
Adapun dalam persidangan sebelumnya Ahli Pidana sekaligus Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Andalas Elwi Danil menyebutkan dalam Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dikatakan minimal harus memenuhi tiga unsur.
Elwi menyebutkan dari tiga unsur tersebut diantaranya ada waktu dan ketenangan. Kedua unsur tersebut dikatakan Elwi akan jadi bahan perdebatan.
Keterangan tersebut dijelaskan Elwi Danil saat menjadi saksi A De Charge atau saksi yang meringankan hukuman dalam lanjutan sidang terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (27/12/2022).
"Yang pertama kehendak untuk melakukan perbuatan itu harus diputuskan dalam suasana tenang itu yang pertama," kata Elwi di persidangan.
Kemudian ia melanjutkan yang kedua antara timbulnya kehendak dengan pelaksanaan perbuatan dari manifestasi dari kehendak itu harus ada waktu yang cukup.
Untuk digunakan pelaku untuk merenungkan mempertimbangkan dan lainnya sebagainya.
"Apakah ia untuk kembali tidak melakukan kejahatan yang disampaikan. Artinya ada waktu yang cukup. Barang kali nanti yang jadi perdebatan suasana tenang dan waktu yang cukup itu," sambungnya.
Alwi juga menuturkan bahwa dalam Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana Undangan-Undang tidak menjelaskan lebih lanjut dari makna frasa direncanakan lebih dahulu.
Baca juga: Jadi Saksi di Sidang Ferdy Sambo, Ahli Hukum Pidana Bicara soal Pembunuhan Berencana
"Oleh karena itu ketika pembentukan Undang-undang tidak merumuskannya maka dari itu kita harus melihat pada teori atau pendapat para ahli terkemuka dan utusan-utusan sidang sebelumnya," terangnya.
Dalam penelusurannya di berbagai literatur dan utusan-utusan hakim terungkap bahwa yang dimaksud direncanakan lebih dahulu adalah minimal harus memenuhi tiga unsur atau syarat.
Adapun tiga syarat yang dimaksud Elwi tersebut, ketenangan, timbulnya kehendak dan waktu yang cukup.
Berikut bunyi Pasal 340 KUHP, yang menjerat Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.
Baca juga: 7 Poin Penting Surat Dakwaan Ferdy Sambo Bunuh Brigadir J: Ditodong Ajudan hingga Penembak Terakhir
Bunyi Pasal 340 KUHP :
"Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun."