Polisi Tembak Polisi
Irfan Widyanto: Anggota Berpangkat Kombes di Divisi Paminal Polri Orang-orang Paling Ditakutkan
Irfan menyebut kalau anggota berpangkat Komisaris Besar di Divisi Paminal Polri merupakan orang-orang yang paling ditakutkan.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus dugaan perintangan penyidikan atau obstruction of justice tewasnya Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J, Irfan Widyanto mengaku takut dengan mantan Kaden A Biro Paminal Agus Nurpatria.
Hal itu yang membuat Irfan menuruti perintah mengambil DVR CCTV di sekitaran rumah dinas Ferdy Sambo di komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan usai penembakan.
Keterangan itu disampaikan Irfan saat menanggapi kesaksian dari Agus Nurpatria yang dihadirkan sebagai saksi oleh jaksa dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (16/12/2022).
Mulanya, Irfan menjelaskan kalau dirinya hanya menjalankan perintah dari Agus Nurpatria untuk mengambil dan mengganti DVR CCTV.
"Bahwa pada prinsipnya saya hanya menjalankan perintah dari komandan selaku Kaden A Paminal," kata Irfan dalam persidangan.
Kemudian, Irfan menyebut kalau anggota berpangkat Komisaris Besar di Divisi Paminal Polri merupakan orang-orang yang paling ditakutkan.
Sementara Agus Nurpatria merupakan anggota Polri yang berpangkat Kombes saat masih menjabat sebagai Kaden A Paminal.
"Pangkat Kombes banyak di Mabes. Namun Kombes di Divisi Paminal menurut kami polisi umum itu cukup menakutkan apabila perintahnya tidak dilaksanakan," kata dia.
Tak hanya dirinya, Irfan juga menyebut kalau Agus Nurpatria diyakini mengalami ketakutan yang sama saat diperintah ole Hendra Kurniawan.
Diketahui, Hendra Kurniawan saat itu menjabat sebagai Karo Paminal Div Propam Polri atau sebagai atasan dari Agus Nurpatria.
"Komandan (Agus, red) saja juga tidak berani bila melawan perintahnya Karo Paminal, apalagi saya melawan perintah komandan," tukas Irfan.
Sebelumnya, Eks Kasubnit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri AKP Irfan Widyanto mengaku tak bisa menolak perintah eks Kaden A Biro Paminal Divisi Propam Polri, Agus Nurpatria untuk mengambil DVR CCTV Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Hal itu diungkapkan Irfan saat menanggapi kesaksian eks Karo Paminal Divisi Propam Polri, Hendra Kurniawan dalam sidang perkara obstruction of justice kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (16/12/2022).
Irfan mengaku tidak berdaya untuk menolak perintah tersebut.
Baca juga: Agus Nurpatria Bantah Beri Perintah Irfan Widyanto untuk Mengganti DVR CCTV: Cek dan Amankan
"Saya ingin menyampaikan bahwa terhadap keterangan saksi Pak Karo Paminal. Bahwa saya tidak berdaya yang mulia melawan atau menolak perintah dari Kaden A Paminal," kata Irfan.
"Setelah saya ketahui itu adalah perintah secara berjenjang dari Karo Paminal maupun Kadiv Propam yang saat itu masih aktif," sambung Irfan.
Irfan menyebut kedatangannya ke Komplek Polri saat itu untuk mengganti DVR CCTV itu atas perintah eks Kanit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri, AKBP Ari Cahya alias Acay yang saat itu merupakan pimpinannya.
"Ditambahkan juga oleh saya bahwa saya datang ke sana atas perintah langsung dari Kanit saya. Di mana perintah ada perintah lisan maupun tertulis," kata Irfan.
Irfan menilai jika memang benar ada surat perintah untuk mengamankan DVR CCTV maka Acay merupakan sosok yang harus bertanggung jawab atas perbuatannya.
"Perintah tulisan berarti menjadi kewenangan pimpinan saya yaitu Kanit saya. Dengan kata lain tanggung jawab saya mendatangi TKP seharusnya menjadi tanggung jawab pimpinan saya," sambungnya.
Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Baca juga: Terseret Kasus Tewasnya Brigadir J, Irfan Widyanto Minta Ari Cahya Bertanggungjawab sebagai Atasan
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.