Polisi Tembak Polisi
Ferdy Sambo Mengaku Skenarionya Berantakan Setelah Rekaman CCTV Tampilkan Brigadir J Masih Hidup
Ferdy Sambo mengaku skenario yang disusunnya soal kematian Brigadir J setelah menyaksikan rekaman CCTV yang menunjukkan sang ajudan masih hidup.
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ferdy Sambo mengaku skenario yang disusunnya soal kematian Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J berantakan setelah dirinya menyaksikan rekaman CCTV yang terpasang di gapura pos pengamanan Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Hal itu diungkapkan Ferdy Sambo saat dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa kasus perintangan penyidikan atau obstraction of justice tewasnya Brigadir J atas terdakwa Irfan Widyanto.
Mulanya, Ketua Majelis Hakim Afrizal Hady mengonfirmasi soal adanya momen pengambilan CCTV Komplek Polri oleh Irfan Widyanto pada tanggal 9 Juli 2022 atau tepat sehari setelah insiden penembakan.
"Tahukah saudara pada tanggal 9 Juli tersebut, dekorder CCTV tersebut sudah diambil oleh terdakwa Irfan Widyanto?" tanya majelis hakim Afrizal Hady dalam persidangan, Jumat (16/12/2022) malam.
"Saya tidak tahu yang mulia, karena saya sampaikan tadi bahwa saya tidak terpikirkan ada gambar seperti yang mulia," jawab Ferdy Sambo.
Baca juga: Hendra Kurniawan Ceritakan Malam Penembakan Brigadir J, Ditelepon Ferdy Sambo saat Memancing
Setelah itu, Hakim Suhel mencecar Ferdy Sambo soal niatan atau alasan dirinya memerintahkan eks Karo Paminal Div Propam Hendra Kurniawan dan mantan Kaden A Ropaminal Divpropam Polri Agus Nurpatria untuk mengecek kamera CCTV.
Kata Ferdy Sambo, dirinya berharap pengecekan kamera CCTV itu sejatinya bisa memuluskan upayanya dalam merancang skenario.
"Seandainya perintah saudara itu dalam rangka pengungkapan kasus atau dugaan tindak pidana tersebut atau mencoba untuk menghindari dari skenario tersebut?" tanya hakim Afrizal Hady.
Baca juga: Hendra Kurniawan Ungkap Alasan Menunjuk Ari Cahya Ikuti Perintah Ferdy Sambo soal Pengamanan CCTV
"Waktu tanggal 9 itu belum ada niatan saya untuk menghindari skenario itu karena saya yakin bahwa CCTV sebenarnya tidak menyorot ke dalam (area rumah) yang mulia," kata Ferdy Sambo.
"Jadi tujuan saudara itu supaya skenario saudara itu rapih sedemikian rupa?" tanya lagi hakim Afrizal Hady.
"Bukan, siapa tahu kan bisa mendukung skenario, ternyata kan tidak," ucap Ferdy Sambo.
Bukan membuat skenario jadi sukses, tayangan CCTV yang diamankan itu malah seperti pisau bermata dua atau membuat skenario Ferdy Sambo berantakan.
Sebab, saat rekaman CCTV itu diputar pada tanggal 13 Juli 2022, dalam tayangan tanggal 8 Juli 2022 itu terlihat masih ada Brigadir J yang sedang berjalan di taman rumah dinas Ferdy Sambo atau tempat kejadian perkara.
Dalam tayangan itu juga menampilkan Ferdy Sambo turun dari mobil berwarna hitam sesaat sebelum kamera menangkap gerak gerik Brigadir J.
Baca juga: Wakapolri Sempat Panggil Seluruh Anggota yang Terlibat Amankan CCTV di Sekitar Rumah Ferdy Sambo
Padahal dalam skenarionya, Ferdy Sambo menyebut telah terjadi aksi tembak menembak antara Bharada Richard Eliezer atau Bharada E dengan Brigadir J di saat dirinya sedang tidak ada di rumah dinas.
"Darimana saudara mengatakan pengecekan (kamera CCTV) itu moga-moga akan mendukung skenario saudara itu?" tanya lagi hakim Afrizal Hady.
"Karena kan saya tidak tahu kalau posisi Yosua itu jalan ke... seperti yang ada di CCTV yang mulia. Jadi saya pikir cuma (menangkap gambar) mobil saja," kata Ferdy Sambo.
"Artinya saudara, berusaha kalaupun sorotan atau coveran kamera CCTV tersebut yang dari gapura mengarah ke situ (area rumah dinas), saudara berharap Yosua tidak tertangkap kamera tersebut?" tanya hakim Afrizal Hady memastikan.
"Harapannya sih seperti itu yang mulia," jawab Ferdy Sambo.
"Itu makanya saudara memastikan itu diamankan?" tanya lagi hakim Afrizal Hady.
"Saya waktu itu hanya natural untuk mengecek aja yang mulia," jawab Ferdy Sambo.
Diketahui, Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir Jmenjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir J tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Brigadir J.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.