Polisi Tembak Polisi
Irfan Widyanto Dicecar Jaksa Soal Surat Perintah Pengambilan DVR CCTV dari Bareskrim Polri
Terdakwa Irfan Widyanto mengaku tidak mendapat surat perintah (sprin) untuk mengambil DVR CCTV dari Bareskrim Polri.
"Saya tahu dari dengar," ungkap Irfan.
"Sebelum diambil CCTV saudara sudah tahu?" tutur jaksa.
"Sudah tahu," ucap Irfan.
Diketahui, saat Brigadir J tewas, malam harinya eks Kanit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri, Ari Cahya mengajak Irfan ke rumah dinas Ferdy Sambo. Namun, Irfan mengaku tidak masuk ke dalam rumah.
Atas dasar itu, Irfan mengira perintah pengambilan DVR CCTV itu hanya untuk kepentingan hukum dari kasus yang awalnya disebut tembak-menembak itu.
"Saya tidak tahu, yang jelas sepengetahuan saya saat itu karena saya tidak ikut masuk, saya hanya mendengar ada kejadian apa, ada kejadian tembak menembak antara anggota polisi, dan itu H+1 baru keesokan harinya," jelas Irfan.
"Sehingga keyakinan saya atau pemahamannya saya, saya mendapat perintah tersebut berarti untuk kepentingan mungkin kepentingan hukum," sambung Irfan.
"Kepentingan hukum?" tanya jaksa.
"Siap," jawab Irfan.
"Kepentingan hukum, kalau di Bareskrim itu berarti untuk menemukan alat bukti bagian dari itu?" tanya jaksa kembali.
"Siap, saya kan tidak tahu apakah, karena yang perintah Paminal apakah itu untuk kepentingan prosedur Paminal atau kebutuhan prosedur reserse," lanjut Irfan.
Irfan Hubungi Pengusaha CCTV
Pengusaha CCTV Tjong Djiu Fung alias Afung dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) sebagai saksi dalam sidang lanjutan dugaan perintangan penyidikan atau obstraction of justice kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J, Kamis (3/11/2022).
Afung merupakan orang yang diminta oleh terdakwa Irfan Widyanto untuk mengganti DVR CCTV yang berada di Komplek Polri Duren Tiga pasca penembakan Brigadir Yosua.
Dalam sidang tersebut, Afung membeberkan awal mula dirinya dihubungi oleh Irfan Widyanto, kata dia peristiwa itu terjadi sekitar pukul 15.00 WIB di hari Jumat 8 Juli 2022.