Pemilih Kian Rasional, Calon Pemimpin Nasional Harus Punya Gagasan dan Tak Hanya Jual Isu Primordial
Pemilih di Pemilu 2024 diprediksi akan mengesampingkan isu primordial dan lebih mendasarkan pada gagasan program dan pengalaman kerja.
TRIBUNNEWS.COM - Pemilih di Pemilu 2024 diprediksi akan kian rasional. Pemilih akan mengesampingkan isu primordial dan lebih mendasarkan pada gagasan program dan pengalaman kerja.
Kesimpulan ini mengemuka saat Talkshow bertajuk "Memilih, Damai Yang Muda Yang Primordial?" di Kampus Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Jumat Sore (2/12/2022). Acara yang digagas Tribun Network ini menghadirkan Pengamat Ekonomi Politik, Fachry Ali, Dosen FISIP Unair, Airlangga Pribadi Kusman, dan Dosen Fakultas Ilmu Budaya Unair, Pradipto Niwandhono sebagai narasumber.
Peneliti Litbang Kompas, Yohan Wahyu, yang memberikan pemaparan di awal diskusi menjelaskan, ada tiga tokoh yang memiliki elektabilitas tertinggi sebagai calon presiden. Mereka adalah Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan.
Litbang Kompas memotret alasan pemilih menentukan calon yang ternyata berbeda-beda. Prabowo misalnya, dipilih karena dianggap sebagai figur yang tegas.
"Pemilih Prabowo karena alasan figur ketegasan, kemudian Ganjar karena merakyat, dan Anies karena kinerjanya. Masing-masing memiliki karakteristik berbeda di hadapan pemilih," katanya.
Di samping 3 nama itu, muncul tiga nama lain yang ternyata berasal dari luar etnis Jawa. Yakni, munculnya nama Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno, dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
"Muncul tiga nama figur di luar (etnis) Jawa. Mereka adalah Erick Thohir, Sandiaga Salahuddin Uno, hingga Ridwan Kamil," katanya.
Munculnya sejumlah nama tersebut menunjukkan pemilih mulai rasional dengan melepas isu primordial. Pemilih tak lagi terkesan dengan latar belakang etnis atau suku tertentu, namun juga mempertimbangkan program hingga pengalaman kerja.
Terutama, bagi pemilih milenial, ketiga figur terakhir yang dikenal juga aktif di media sosial tersebut dinilai telah menghadirkan banyak program keberpihakan kepada calon pemilih di bidang kerja masing-masing.
"Mereka ini kan juga aktif di media sosial. Kontennya dekat dengan anak muda yang mungkin apabila dinilai kalangan tua, ini terlalu receh. Namun, konten seperti ini yang justru interaktif dan memiliki eksposur yang tinggi dari anak muda," katanya.
Dengan munculnya figur tanpa mengenal latar primordial seperti asal kedaerahan, maka pemilu berjalan baik. Nantinya, kampanye akan banyak diisi dengan adu gagasan.
Menurutnya, di dua pemilu terakhir, tak banyak isu program yang dibawa dalam kampanye. Sebaliknya, isu primordial justru lebih banyak dimunculkan yang mengakibatkan polarisasi.
Adu gagasan harus diutamakan, mengingat pemilih rasional yang berasal dari pemilih mula atau milenial jumlahnya cukup besar pada 2024 mendatang. Angkanya, nyaris 50 persen terhadap potensi jumlah pemilih.
"Calon pemimpin menyampaikan soal keseharian mereka di masing-masing tugas. Pemilih akan cenderung memilih figur yang bisa menghadirkan solusi dari masalah mereka. Termasuk, penguatan demokrasi, dan program yang langsung menyentuh pemilih," katanya.
Pengamat Ekonomi Politik, Fachry Ali, menyambut baik hasil penelitian tersebut. Ini menjadi alarm bagi kandidat untuk tak boleh hanya sekadar menjual isu primordial.