Sabtu, 4 Oktober 2025

Cendekiawan Muslim Aceh Fachry Ali: Erick Thohir Jembatan Generasi Non Millenial dengan Millenial

Menurutnya, semua tokoh atau pejabat negara yang ada di Indonesia memiliki kesempatan yang sama untuk memimpin Indonesia melalui proses demokrasi, dal

Editor: Content Writer
Tangkapan Layar YouTube Tribunnews
Talkshow Series Memilih, Damai dengan tema "Membaca Suara dari Daerah: Sumatera", Selasa (21/11/2022). 

"Menurut saya bagaimana jalan tengah yang dipilih untuk memimpin Indonesia dengan keberagaman, jadi pluralistik Indonesia ini merupakan sebuah kekuatan di mana itu sudah dibangun oleh para pendiri bangsa ini. Termasuk pada saat Orde Baru menerapkan politik ekspansi dengan program transmigrasinya di sinilah, memulai bahwa peradaban peradaban ini Jawa dan luar Jawa ini mulai membaur, dalam kacamata tadi yang unggah-ungguhnya mulai luntur kemudian otokrasinya juga mulai memudar termasuk juga budaya di Melayu itu sudah lebih Jawa daripada orang lain ini yang kita lihat, bahwa sudah terjadi semacam persilangan dimana orang sekarang bermimpi terhadap keadilan," jelasnya.

Alfitri mengungkapkan, dalam melihat ketokohan tokoh-tokoh Sumatera ini sendiri, bagaimana orang menawarkan keadilan ini sekarang ini meski dalam geografis tidak bisa bandingkan.

 Tetapi kalau misal ada tokoh yang bisa mengusung prinsip keadilan, terutama di dalam membangun Indonesia peluang itu akan besar dengan tidak memandang dia dari mana. 

"Menurut saya di pada pemilu 2024 akan menarik dan ditunggu oleh publik, bagaimana keadilan itu bisa menjadi tawaran bagi calon-calon kedepan, " tambahnya. 

Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang Profesor M. Sirozi mengungkapkan, dilihat dari pemilih pemula atau generasi Z yaitu anak muda yang usia antara 17 sampai 23 tahun, lalu ada namanya generasi milenial itu usia 24 sampai 39 tahun, yang merupakan generasi yang dibesarkan di era digital. 

"Pemilih pemula sekarang ini saya kira memang akan akan punya satu karakter yang berbeda dan selera politik yang juga berbeda Tapi sebelumnya kita harus melihat secara kuantitatif, karena suara ini sangat penting karena kalau saya baca data dari statistik generasi Z itu merepresentasikan 28 persen dari penduduk kita dan generasi milenial itu merepresentasikan 24 persen, sehingga kalau dikombinasikan merepresentasikan hampir 58 persen dari penduduk kita, atau hampir 144 juta," jelasnya. 

Jadi ini jeruk suara yang sangat penting, siapapun yang menjadi capres dan cawapres kalau lengah dalam melihat aspirasi politik kelompok ini  akan lewat nanti. Mengingat generasi Z dan generasi milenial ini generasi yang sangat realistis, karena itu generasi ini enggak bisa digombalin. 

"Jadi tidak bisa dibohongi karena mereka ini cari info terus, mereka punya informasi dan mereka sangat Intens berkomunikasi Jadi mereka selalu verifikasi. Kedua mereka ini  sangat independen mereka ini disebut dengan generasi do yourself yang enggak mau terlalu diatur-atur. Sehingga capres cawapres jangan coba-coba dengan mendikte dan menggurui yang membuat mereka tidak suka, "ujarnya.

Selain itu generasi Z dan milenial ini sangat open, sehingga diperlukan gagasan, ide dan terobosan baru yang tidak konvensional yang memberikan  perspektif baru masa depan Indonesia. 

"Kita ini kan hidup di era global karena kita penduduk kita ini masih lokal, nah anak muda sekarang itu mereka enggak ingin hanya jadi warga lokal, mereka ingin menjadi warga internasional dan ini tidak mudah,” pungkasnya seraya mereka juga generasi yang sangat toleran. 

Sedangkan di Sumatera isu geografi tidak pernah terpikirkan mengingat sejarahnya kota-kota besar di Sumatera itu kan tradisinya tradisi pesisir  kota dagang dari Aceh ke Lampung, melainkan dilihat dari segi kualitas orangnya.

"Ini wilayahnya sudah metropolitan dan dari dulu sudah ada, tak masalah kalaupun saat zaman Kesultanan sudah open juga,” katanya.(*) 

Sumber: Tribun Sumsel
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved