KTT G20 Bali Diharapkan Turut Gelorakan Semangat Dasasila Bandung dan Pemikiran Bung Karno
Seruan agar dilakukan pembaruan struktur dunia yang tidak adil, bergema di ajang “Bandung-Belgrade-Havana in Global History and Perspective'
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Seruan agar dilakukan pembaruan struktur dunia yang tidak adil, bergema di ajang “Bandung-Belgrade-Havana in Global History and Perspective', sebuah kegiatan napak tilas Konferensi Asia-Afrika (KAA) 1955 dan Gerakan Non Blok (GNB).
Termasuk sejumlah saran untuk puncak G20 di Bali beberapa waktu mendatang.
Mantan Menko Perekonomian asal Ekuador Prof Pedro Nel Páez Pérez yang turut menjadi peserta kegiatan itu, mengatakan sangat penting menyelamatkan dunia dari bahaya.
“Kita perlu membangun keseimbangan dunia yang baru berdasarkan situasi multipolar. Memberikan pembiayaan bagi tipe pembangunan yang baru untuk membangun perdamaian,” kata Pedro, di Surabaya, Jawa Timur, Jumat (11/11/2022).
“G20 yang akan diselenggarakan di Indonesia sebaiknya meneruskan Semangat Dasasila Bandung dan Soekarno,” tegasnya.
Baca juga: Sekjen PDIP: Delegasi Negara KAA 1955 Kaget Lihat Makam Bung Karno yang Begitu Sederhana
Pedro menekankan perlunya membangun sistem finansial baru yang menghindarkan negara dari jebakan utang.
Misalnya, G20 bisa mengeluarkan mekanisme dukungan pendanaan untuk negara demi menjaga balance of payment.
Hal ini diperlukan kepada negara yang rawan terhadap krisis pangan dan energi.
“Kita harus menghindari kemungkinan tekanan ekonomi dengan cara program penyesuaian,” katanya.
Menurutnya, Indonesia dan negara Asia Tenggara, sangat paham bagaimana manipulasi lewat jalur keuangan terjadi terhadap mereka.
“Dan kini semangat Dasa Sila Bandung menyiratkan pembangunan kedaulatan model baru, desain keuangan yang baru, baik di tingkat dunia serta regional,” kata Paez.
Baca juga: Hari Pahlawan, PDIP bersama Delegasi KAA dan Gerakan Non-Blok Napak Tilas ke Makam Bung Karno
Mengenai sosok Presiden Pertama RI Ir Soekarno, peserta lainnya asal Brasil Beatriz Bissio bicara khusus.
Menurutnya, Soekarno adalah sosok yang memberi inspirasi yang kuat bagi negara-negara di Amerika Latin.
“Soekarno adalah sosok inspirasi yang kuat bagi kami di Amerika Latin yang sedang memperjuangkan dunia baru. Dunia dengan solidaritas dan keadilan sosial. Pancasila dan Soekarno sangat dekat di hati kami, dan inspirasi yang kami dapat disini akan memberikan tenaga baru untuk perjuangan kami. Konferensi ini menjadi titik balik dan periode baru untuk perjuangan kami mencapai dunia baru,” kata Beatriz Bissio.
Akademisi asal Indonesia, Connie Rahakundini, mengatakan solidaritas Asia, Afrika, Gerakan Non Blok, Russia, dan Latin, perlu diperkuat.
Sebab solidaritas inilah yang akan menghadapi kekuatan superpower dunia yang dilatarbelakangi kapitalisme yang hegemonik serta unipolarisme.
Connie menilai perlunya penghapusan pangkalan militer di tiga kontinen serta penghapusan pakta militer.
“Penting untuk mewujudkan impian Soekarno tahun 1965, yang tertuang dalam Dasa Sila Bandung bahwa pakta-pakta pertahanan di muka bumi harus dihapuskan. Dengan bagaimana pun caranya kita harus mengarah ke sana,” kata Connie.
Connie juga mengatakan saat ini ancaman nuklir tak seberapa bahayanya dibanding bahaya bom nuklir. Yakni dalam bentuk propaganda palsu menggunakan teknologi komunikasi dan kekuatan cyber maupun air space.
Connie mengatakan semangat GNB harus menjadi dasar bagi merja sama diantara negara-negara anggotanya. Perencanaan ekonomi harus dibangun bersama untuk memprioritaskan kepentingan negara GNB, demi meminimalkan hubungan ekonomi dengan negara Barat.
Baca juga: ANRI Gelar Konferensi Internasional Bandung-Belgrade-Havana, Hadirkan Kembali Semangat KAA 1955
“Pembangunan bangsa-bangsa Gerakan Non Blok harus difokuskan pada pencapaian kesetaraan dan keadilan sosial, demi keadilan,” tegas Connie.
Doktor Ilmu Pertahanan yang juga Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, mengatakan selama kapitalisme bekerja dalam sistem internasional, maka akan terus terjadi kekacauan.
Maka sangat diperlukan penggalian kembali konstruksi tata dunia baru yang bebas dari penjajahan, kolonialisme, dan imperialisme.
“Tata dunia baru yang menunjukkan suatu kerjasama dan keberpihakan pada kesetaraan global. Berpihak pada keadilan dan nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal,” tegas Hasto.
Acara Bandung-Belgrade-Havana in Global History and Perspective merupakan napak tilas KAA 1955.
Para peneliti yang diajak dalam program ini antara lain ialah Annamaria Artner (Hungaria), Connie Rahakundini Bakrie (Indonesia), Isaac Bazie (Burkina Faso/Canada), Beatriz Bissio (Brasil/Uruguay), Marzia Casolari (Italia), Gracjan Cimek (Poland), Bruno Drweski (Prancis/Polandia), Hilman Farid (Indonesia), Darwis Khudori (Indonesia/Prancis), Seema Mehra Parihar (India), Jean-Jacques Ngor Sene (Senegal/USA), Istvan Tarrosy (Hungaria), Rityusha Mani Tiwary (India), Nisar Ul Haq (India).