Sabtu, 4 Oktober 2025

Gangguan Ginjal

Kasus Gagal Ginjal Akut pada Anak Bertambah Menjadi 255

Kemenkes mengatakan bahwa per 24 Oktober 2022, kasus gagal ginjal akut telah bertambah menjadi 255 kasus dari 26 provinsi di Indonesia.

Tangkap layar
Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dr. Mohammad Syahril, Sp.P, MPH 

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) baru saja menyampaikan update informasi terkait perkembangan kasus gagal ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI) pada anak yang diduga akibat konsumsi obat sirup yang mengandung zat kimia berbahaya seperti Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG).

Juru Bicara Kemenkes, dr Mohammad Syahril mengatakan bahwa per 24 Oktober 2022, kasus gagal ginjal akut telah bertambah menjadi 255 kasus dari 26 provinsi di Indonesia.

Angka ini mengalami peningkatan 10 kasus setelah pada 23 Oktober lalu mencapai 245 kasus.

Sedangkan persentase untuk anak yang meninggal akibat penyakit ini kini mencapai 56 persen.

"Perkembangan kasus gagal ginjal akut per 24 oktober ini terdapat 255 kasus yang berasal dari 26 provinsi, dan yang meninggal sebanyak 143 atau angka kematiannya 56 persen," ujar dr Syahril, dalam Keterangan Pers virtual bertajuk 'Perkembangan Gangguan Gagal Ginjal Akut pada Anak di Indonesia', Selasa (25/10/2022).

Sementara itu, terkait data baru yang dihimpun tersebut, 10 diantaranya merupakan kasus lama yang terlambat dilaporkan dan terjadi pada September lalu.

"Dari data ini ada penambahan 10 kasus dan 2 kasus kematian, namun 10 kasus dan 2 kasus kematian ini adalah kasus yang lama, terlambat dilaporkan, yang terjadi pada bulan September dan awal Oktober tahun 2022, jadi bukan kasus baru ya," jelas dr Syahril.

Baca juga: Ombudsman Temukan Tiga Potensi Maladministrasi Kemenkes Kasus Gagal Ginjal Akut, Ini Penjelasannya

Pakar Farmakologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Zullies Ikawati menjelaskan beberapa kemungkinan yang membuat obat sirup memiliki kandungan zat kimia berbahaya dan menyebabkan gagal ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI) pada anak.

Ia mengakui bahwa banyak orang tua yang tentunya akan menanyakan mengenai hal ini, 'mengapa obat sirup dahulu aman dikonsumsi, namun saat ini bisa berbahaya?'.

Faktor yang pertama adalah terkait sumber dari bahan baku pembuatan obat tersebut.

Menurutnya, mungkin aaja terdapat perbedaan sumber bahan baku obat yang diproduksi saat ini dan dahulu.

"Kok dulu aman-aman saja, sekarang kok bahaya?, sebetulnya ada beberapa possibility, yang pertama, mungkin memang ada perubahan sources atau perubahan sumber dari bahan baku, tetapi ini tentu saja harus dikonfirmasi kepada industrinya," kata Prof Zullies, dal program Kompas TV, Senin (24/10/2022).

Namun faktor ini dapat dibantah jika industri farmasi yang memproduksi obst tersebut mampu menunjukkan dokumen yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya bahwa tidak ada kandunga zat kimia berbahaya di dalamnya.

"Jika memang industri farmasi bisa menunjukkan dokumen yang valid bahwa tidak ada perubahan bahan baku, yang dulu aman-aman begitu, maka possibility ini menjadi gugur ya, bahwa ini tidak seperti itu," jelas Prof Zullies.

Selanjutnya, faktor kedua yang mungkin dapat menjadi penyebab munculnya zat kimia berbahaya seperti Etilen Glikol (EG) dan Dietilem Glikol (DEG) adalah terkait penyimpanan obat yang tidak tepat.

Perlu diketahui, Polietilen glikol merupakan zat yang kerap digunakan sebagai zat pelarut tambahan untuk obat-obatan cair seperti obat sirup.

Nah, zat ini sebenarnya tidak berbahaya jika kadar penggunaannya berada di bawah ambang batas.

Namun perlu diperhatikan, jika terjadi penguraian polietilen glikol pada saat penyimpanan, maka dapat menghasilkan cemaran zat berbahaya seperti EG dan DEG.

"Yang kedua, mungkin ada faktor misalnya peruraian selama penyimpanan, bisa saja polietilen glikol ataupun gliserol atau apa yang menjadi bahan baku yang sebetulnya itu adalah wajar, mengalami peruraian selama penyimpanan. Misalnya ketika di masyarakat disimpan secara tidak tepat, kena paparan panas dan sebagainya," papar Prof Zullies.

Kendati demikian, faktor ini tidak bisa menjadi landasan penyebab ratusan anak mengalami gagal ginjal akut.

Karena pada dasarnya, kata dia, banyak orang tua yang melakukan penyimpanan obat dengan meletakkannya di tempat sejuk dan menghindari papara sinar matahari.

"Tetapi ini memang tidak bisa menjawab 'kenapa dulu nggak (bahaya), kok sekarang iya' padahal kan cara menyimpan orang ya sama-sama saja seperti yang dulu. Jadi possibility ini mungkin bisa gugur juga," tutur Prof Zullies.

Kemudian faktor ketiga bisa saja terkait tindakan menyimpang (misconduct) dalam pembuatan obat tersebut.

Namun ia menegaskan bahwa untuk faktor satu ini diperlukan pembuktian secara akurat lantaran dapat berkaitan dengan hukum.

"Possibility yang ketiga adalah mungkin memang ada misconduct di dalam pembuatan. Tetapi yang ini kan harus dibuktikan secara benar-benar yang akurat ya, karena ini berimplikasi hukum," kata Prof Zullies.

Namun di luar itu semua, Prof Zullies menekankan bahwa konsumsi obat sirup dapat dianggap aman jika kandungan zat kimia yang menjadi bahan pelarutnya berada pada ambang batas aman.

"Selama ambang batasnya tidak terlampaui, maka sebetulnya tidak ada masalah," pungkas Prof Zullies.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved