Buya Syafii Maarif Meninggal Dunia
SOSOK Buya Syafii Maarif di Mata Mahfud MD: Pegang Teguh Pancasila
Mahfud MD menceritakan kenangannya bersama Buya Syafii Maarif yang tegas berjuang tegakkan Pancasila
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menceritakan kenangannya bersama Buya Syafii Maarif.
Diketahui, Syafii Maarif sempat menjadi pengajar di Universitas Islam Indonesia (UII) di Yogyakarta sehingga cukup dekat dengan Mahfud MD.
Pada saat itu, Mahfud MD dipilih Buya Syafii menjadi asisten untuk mendampinginya mengajar mata kuliah Pancasila.
"Pada waktu kembalinya Syafii dari AS, saya menjadi asistennya untuk mengajar Pancasila untuk membekali mahasiswa ketika akan tamat dari perguruan tinggi."
"Saya menjadi asisten Prof Syafii selama beberapa tahun UII Yogyakarta."
"(Interaksi pekerjaan) terakhir kami di Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP PIP) angkatan pertama."
"Hingga berubah menjadi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), beliau sampai akhir hayat di sana," kata Mahfud MD dalam telewicara bersama Kompas Tv, Jumat (27/5/2022).
Baca juga: Buya Syafii Maarif di Mata Ketua PP Muhammadiyah: Tokoh Sederhana, Tidak Haus Harta dan Kekuasaan
Menurut Mahfud MD, pandangan ideologi Buya Syafii berubah setelah menimba ilmu dari AS.
"Buya Syafii dulu sempat mempertanyakan mengapa Indonesia tidak menjadi negara Islam?"
"Tapi kemudian Pak Syafii itu pulang dari Amerika, pikirannya berubah total."
"Perubahan pandangan ideologi tentang agama itu, kemudian saya mengikutinya," lanjut Mahfud.
Baca juga: Buya Syafii Maarif Wafat, Menteri Agama: Indonesia Kehilangan Guru Bangsa
Pandangan Buya Syafii, kata Mahfud, mulai terbuka hingga pada akhirnya menjunjung tinggi dasar negara Indonesia, Pancasila.
"Dia mengatakan, kita sudah hebat memiliki Pancasila, Pancasila itu luar biasa hebat, suatu negara tidak harus dipaksakan berdiri oleh satu agama," sambung Mahfud.
"Tapi negara harus memiliki poin-poin penting lainnya yang di dalamnya mencangkup kebebasan beragama, hidup damai dan tidak boleh saling melukai."
"Mampu menjaga harta negara, mampu menjaga akal atau menjaga rasionalitas, dan menjaga keturunan yang bersih untuk kelangsungan negaranya.
"Dia mengatakan Islam mengajarkan tolerensi, Islam mengajarkan keterbukaan dan mengajarkan cosmo politalisme, yaitu sebagai warga negara kita harus terbuka dan toleran."
"Dan Pancasila bagi Buya sudah merupakan dasar negara yang paling tepat," kata Mahfud.
Hanya saja, kata Buya Syafii, bangsa Indonesia masih belum mampu menerjemahkan sila kelima Pancasila.
"Tapi pada sila kelima 'keadilan sosial' itu kita belum bisa (menerapkan secara maksimal), sehingga indonesia belum beres karena kita belum bisa menerjemahkan itu," kata Mahfud.
Baca juga: Buya Syafii Maarif Tutup Usia, Zulhas: Indonesia Kehilangan Tokoh Besar & Teladan yang Menginspirasi
Profil Buya Syafii Maarif
Kepergian Buya Syafii Maarif, Jumat (27/5/2022) pukul 10.15 WIB membawa duka mendalam bagi masyarakat Indonesia.
Banyak ucapan doa mengalir untuk menghantarkan kepergian Buya Syafii Maarif.
Lantas siapa sosok Buya Syafii Maarif, berikut profil Buya Syafii Maarif yang dirangkum Tribunnews dari Wikipedia.
Buya Syafii lahir pada 31 Mei 1935 di Nagari Calau, Sumpur Kudus, Minangkabau, Buya Syafii dikabarkan wafat pada usia 87 tahun.
Anak bungsu dari empat bersaudara pasangan Ma'rifah Rauf Datuk Rajo Malayu dan Fathiyah ini memiliki 14 saudara seayah.
Baca juga: Buya Syafii Maarif Meninggal Dunia di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta
Gelar doktornya diperoleh dari Program Studi Bahasa dan Peradaban Timur Dekat, Universitas Chicago, AS.
Buya Syafii lalu terlibat secara intensif melakukan pengkajian terhadap Al-Quran, dengan bimbingan tokoh pembaharu pemikiran Islam, Fazlur Rahman, Nurcholish Madjid dan Amien Rais.
Karier
Buya Syafii pernah menjadi guru mengaji dan buruh sebelum diterima sebagai pelayan toko kain pada 1958.
Setahun bekerja sebagai pelayan toko, ia kemudian berdagang bersama temannya.
Ia juga sempat menjadi guru honorer di Baturetno dan Solo sertamenjadi redaktur Suara Muhammadiyah dan anggota Persatuan Wartawan Indonesia.
Ulama dan cendekiawan Indonesia pernah menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Setelah meninggalkan posisinya sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah, kini ia aktif dalam komunitas Maarif Institute.
Guru besar IKIP Yogyakarta ini, juga rajin menulis dan menjadi pembicara dalam sejumlah seminar.
Sebagian besar tulisannya adalah masalah-masalah Islam, dan dipublikasikan di sejumlah media cetak.
Bukunya yang sudah terbit antara lain berjudul: Dinamika Islam dan Islam, Mengapa Tidak?, 1984 dan Islam dan Masalah Kenegaraan, 1985.
Baca juga: Breaking News: Buya Syafii Maarif Eks Ketum PP Muhammadiyah Wafat
Atas karya-karyanya itu, pada tahun 2008 Syafii mendapatkan penghargaan Ramon Magsaysay dari pemerintah Filipina.
Berdasarkan pengalamannya, penulis Damiem Demantra pun membuat sebuah novel tentang masa kecil Ahmad Syafi'i Maarif, yang berjudul 'Si Anak Kampung'.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani)