Kasus Dugaan Salah Tangkap Begal di Tambelang Bekasi, Komnas HAM: Ada Kondisi Orang Dipaksa Mengaku
Komnas HAM RI menyayangkan pihak kepolisian dalam hal ini Polsek Tambelang dan Polres Metro Bekasi karena memberikan keterangan tidak benar.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Komnas HAM RI menyayangkan pihak kepolisian dalam hal ini Polsek Tambelang dan Polres Metro Bekasi karena memberikan keterangan tidak benar kepada Komnas HAM untuk menutupi alibi bahwa tidak terjadi penyiksaan dalam kasus dugaan salah tangkap begal di Tambelang Bekasi tahun lalu.
Namun demikian, pihaknya yakin telah terjadi penyiksaan terhadap M Fikry dan kawan-kawannya oleh oknum polisi.
Keyakinan tersebut, kata Anam, didapati dari perbedaan foto yang diberikan kepolisian Polres Metro Bekasi dan Polsek Tambelang.
Ia mengatakan pihak kepolisian mengatakan bahwa M Fikry dan kawan-kawan ditangkap dan dimasukkan ke dalam Polsek sekira pukul 20.00 WIB disertai bukti foto yang telah dicrop.
Namun demikian, kata dia, Tim Komnas HAM menemukan foto asli yang identik dengan foto tersebut yang menunjukkan waktu foto tersebut diambil yakni pukul 03.27.51 WIB.
Baca juga: Komnas HAM Ungkap Dugaan Penyiksaan oleh Polisi dalam Kasus Salah Tangkap Begal di Tambelang Bekasi
Anam mengatakan keterangan yang disampaikan Polisi tersebut untuk melawan berbagai kesaksian yang diberikan baik oleh korban, keluarganya, masyarakat bahwa M Fikry dkk tidak dibawa ke Polsek tapi dibawa ke Gedung Telkom untuk disiksa.
Artinya, kata dia, ada kurang lebih 7 sampai 8 jam dari pukul 20.00 sampai 03.27 Fikry dkk berada di tangan polisi dalam status ilegal dan disiksa.
Anam menegaskan hal tersebut merupakan persoalan yang sangat serius.
"Ada kondisi orang dipaksa untuk mengaku. Jadi buat apa sih? Jadi dalam konteks hukum pidana itu, hukum acara pidana, kalau orang melakukan perbuatan kejahatan, kepolisian harus membuktikannya. Bukan menyuruh pelakunya untuk mengakui. Pengakuan itu bukan alat bukti," kata Anam dalam konferensi pers, Rabu (20/4/2022).
Padahal di sisi lain, kata dia, Kapolri kerap kali mengatakan pendekatan humanis dalam penanganan perkara.
Selain itu, kata dia, Kapolda Metro Jaya juga tengah mengembangkan dan menekankan penanganan perkara dengan pendekatan Criminal Scientific Investigation.
Baca juga: Komnas HAM Pastikan Tidak Ada Pelanggaran HAM dalam Penembakan Dokter Sunardi
"Sekali penegakan hukumnya dilakukan dengan penyiksaan, runtuhlah negara ini. Jadi menurut kami ini sangat serius bagi kami. Ini problem serius," kata Anam.
Untuk itu, Komnas HAM merekomendasikan sejumlah hal terkait kasus tersebut.
Pertama, kata dia, segera melakukan pemeriksaan kepada seluruh anggota yang terlibat baik Polres maupun Polsek.
Jika terbukti terdapat pelanggaran, kata dia, maka harus diberi sanksi etik/disiplin, dan sanksi pidana.
"Semua proses pemeriksaan dilakukan secara transparan dan akuntabel," kata Anam.
Selanjutnya, mengambil tindakan untuk memastikan bahwa peristiwa serupa tidak terulang kembali di manapun.
Menurutnya hal yang paling mudah adalah memastikan tidak ada tempat transit karena tempat transit adalah tindakan ilegal.
Baca juga: Komnas HAM Apresiasi Polda Sumut Tetapkan Bupati Langkat Nonaktif Tersangka TPPO dan Penganiayaan
"Orang ditangkap ya dibawa ke tempat yang secara hukum di mana dia ditujukan. Kalau ke Polsek ya Polsek, Polres ya Polres, Mabes ya Mabes. Tidak boleh ada ruang transit apapun. Satu menit kehilangan kesempatan dalam ruang transit dalam isu penyiksaan adalah problem paling serius dalam penyiksaan," kata Anam.
Selanjutnya, kata dia, melakukan upaya pemulihan terhadap 9 orang yang mengalami tindak penyiksaan.
Ia mengatakan untuk itu segala upaya harus dilakukan.
"Jadi ini kalau terbukti kuat bahwa ada penyiksaan dan lain sebagainya tidak cukup dengan etik dan disiplin tapi tindak pidana," kata Anam.
Diberitakan sebelumnya Polda Metro Jaya buka suara terkait dengan dugaan salah tangkap pelaku begal yang dilakukan Polsek Tambelang di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol E Zulpan menjelaskan bahwa awalnya pihak Polsek Tambelang melakukan penangkapan terhadap terduga pelaku begal.
Kemudian setelah dilakukan proses pemeriksaan, maka dilakukan penyidikan terhadap para tersangka.
Dari proses itu, katanya kuasa hukum tersangka mengajukan praperadilan pada 1 September 2021 terkait penggeladahan dan penangkapan tersebut.
"Hasil praperadilan putusan pengadilan menolak esepsi pemohon. Setelah proses praperadilan dimenangi Polsek Tambelang," jelas Zulpan di Polda Metro Jaya, Semanggi, Jakarta Selatan, Kamis (3/2/2022).
Kemudian, pada orang tua salah satu tersangka Muhammad Fikri mengadukan penyidik Polsek Tambelang ke Bidang Propam Polda Metro Jaya terkait dugaan salah tangkap dan rekayasa kasus.
Hasil penyelidikan Bidang Propam Polda Metro Jaya tidak ditemukan dugaan salah tangkap atau rekayasa kasus dalam kasus pencurian dengan kekerasan tersebut.
"Bidang Propam Polda Metro Jaya telah melakukan pemeriksaan dan penyelidikan dengan hasil tidak dilakukan salah tangkap dan rekayasa kasus," jelas Zulpan.
Akhirnya kuasa hukum tersangka mengadu ke Kompolnas pada 5 November 2021 lalu.
Hasil dari pemeriksaan Kompolnas proses penangkapan dan penyitaan dinyatakan telah sesuai prosedur.