Minggu, 5 Oktober 2025

Penjara di Rumah Bupati Langkat

Temuan LPSK: Anak Terbit Rencana Diduga Turut Lakukan Kejahatan Fisik

LPSK melakukan investigasi dan melakukan kegiatan koordinasi serta penelaahan terkait dengan penemuan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat

Editor: Wahyu Aji
tangkap layar kanal YouTube, Info Langkat
Terbit Rencana Peranginangin menjelaskan kerangkeng manusia yang disebut tempat pembinaan para pecandu narkoba ketika diwawancarai oleh kanal YouTube, Info Langkat pada 9 Maret 2021 lalu. 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) melakukan investigasi dan melakukan kegiatan koordinasi serta penelaahan terkait dengan penemuan Kerangkeng Manusia di rumah Bupati Langkat Nonaktif Terbit Rencana Peranginangin (TRP).

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan, dari hasil koordinasi, investigasi dan penelahaan selama rentang waktu dari 27 Januari hingga 5 Maret 2022 itu, LPSK menemukan data dan fakta. 

Di mana adanya tindak kekerasan yang juga diduga turut dilakukan oleh anak dari Terbit Rencana Peranginangin yakni Dewa Peranginangin (DW).

"Apa yang diduga dilakukan TRP dibantu anggota keluarga (anak TRP)," kata Edwin kepada wartawan, dikutip Rabu (16/3/2022).

Adapun tindakan kekerasan yang dilakukan oleh keluarga atau LPSK menyebutnya 'Dinasty TRP' itu yakni dengan melakukan kejahatan fisik.

Hal itu di antaranya yakni, dengan melakukan tindak pemukulan, ditendang hingga kepala diinjak.

"Mereka dipukul menggunakan selang, kunci inggris, batu dan balok, ditetesi plastik yang sudah dibakar, disundut rokok, disetrum, dan jempol kaki dipukul dengan palu," kata Edwin.

Baca juga: Temuan LPSK: 53 Tahanan di Kerangkeng Bupati Terbit Menderita Cacat dan Gangguan Jiwa

Ironisnya, dalam perlakuan kekerasan ini turut juga dilakukan oleh DW yang merupakan anak dari TRP.

Bahkan kata Edwin, tidak sedikit para anak kereng --sebutan korban yang tinggal di kerangkeng-- mengalami cacat fisik karena tindakan kekerasan itu.

Beberapa di antaranya, mengalami kuku jari terbelah karena dipukul hingga jari tangannya terputus.

"Banyak korban yang menderita cacat, seperti jari putus, luka bakar di tubuh, gigi tanggal, tulang rusuk hancur, kuku lepas, stres hingga mengalami gangguan jiwa hingga ada meregang nyawa," ucap Edwin.

Adapun lokasi penganiayaan yang dilakukan oleh 'Dinasty TRP' itu kata Edwin, terjadi di berbagai tempat dan lokasi.

"Lokasi penganiayaan di kerangkeng maupun di luar kerangkeng, seperti gudang cacing, perkebunan sawit, pabrik sawit dan kolam," tukas dia.

Baca juga: Temuan LPSK: Bupati Langkat Dapat Keuntungan Lebih dari Rp 177 Miliar terkait Praktik Perbudakan

TRP Raup Laba Hingga Ratusan Miliar

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) melakukan kegiatan koordinasi, investigasi dan penelahaan sejak 27 Januari – 5 Maret 2022 atas kasus ditemukannya kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin (TRP).

Dalam temuannya itu, LPSK mengungkap adanya praktik perbudakan yang dilakukan oleh Terbit Rencana kepada para anak kereng --sebutan korban yang berada di dalam kerangkeng.

Bahkan kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu, dari hasil perbudakan itu Terbit Rencana Peranginangin disinyalir telah mendapatkan keuntungan besar hingga lebih dari Rp177 Miliar atas penerapan perbudakan modern tersebut.

Baca juga: Komnas HAM Sebut Tak Ada Usulan LPSK Soal Menkopolhukam Bentuk Tim Usut Kasus Kerangkeng di Langkat

"Mengacu pernyataan Kapolda Sumut bila setidaknya ada 600 korban dalam 10 tahun terakhir yang dipekerjakan oleh TRP di bisnisnya tanpa di gaji, maka TRP diuntungkan dengan tidak membayar penghasilan mereka sebesar Rp 177.552.000.000," kata Edwin dalam keterangannya, dikutip Jumat (11/3/2022).

Lebih lanjut, Edwin mengungkapkan, pihaknya menduga keras adanya praktik perbudakan dengan iming-iming rehabilitasi bagi pecandu narkotika dalam kasus kerangkeng manusia di Langkat ini.

Sebab kata Edwin, berdasarkan informasi yang didapati pihaknya saat melakukan investigasi itu, dominan yang dimasukkan ke dalam kerangkeng tersebut merupakan mereka yang pecandu narkoba.

"Telah terjadi praktik perbudakan dengan iming-iming rehabilitasi bagi pecandu narkotika," beber Edwin.

Bahkan ada konsekuensi yang akan dialami korban setelah masuk kerangkeng ini. Di mana mereka yang sudah masuk, kata Edwin akan sangat sulit untuk pulang kembali ke rumah.

Terlebih, kata Edwin, Terbit Rencana Peranginangin membentuk tim pemburu yang bertugas untuk mencari dan menjemput paksa para korban yang kabur.

Baca juga: Respons Komnas HAM Sikapi Temuan LPSK Terkait Kasus Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat

"Tim pemburu terdiri dari anak buah TRP dan anak buah Dewa (anak TRP) serta oknum aparat. Dalam praktiknya, tim pemburu juga mengancam keluarga dari korban yang kabur untuk menggantikan posisi dalam kerangkeng," ucap Edwin.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved