Rabu, 1 Oktober 2025

PBNU Tanggapi Pernyataan BNPT Soal Perubahan Strategi Jaringan Teroris dalam Penyebaran Radikalisme

Menurutnya terorisme adalah musuh bersama dan mungkin bisa dilakukan oleh siapa saja dari agama apa saja, tidak hanya orang beragama Islam.

Penulis: Gita Irawan
TRIBUNJATIM.COM
Ketua PBNU Bidang Pendidikan dan Hukum KH Ahmad Fahrur Rozi (Gus Fahrur). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua PBNU Bidang Pendidikan dan Hukum KH Ahmad Fahrur Rozi (Gus Fahrur) menanggapi pernyataan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) soal perubahan strategi jaringan teroris dalam penyebaran radikalisme.

Menurutnya terorisme adalah musuh bersama dan mungkin bisa dilakukan oleh siapa saja dari agama apa saja, tidak hanya orang beragama Islam.

Jika memang ada oknum anggota ormas tertentu yang ditangkap atas tuduhan terlibat terorisme, lanjut dia, tentu harus diproses hukum dan tidak bisa distigma semuanya sudah terlibat.

Menurutnya juga penting untuk dijelaskan posisi dan duduk perkaranya.

Baca juga: MUI Sebut Pernyataan BNPT Soal Perubahan Strategi Jaringan Teroris Membuat Gaduh 

"Kita berharap BNPT menjalin kerjasama yang lebih baik dengan semua ormas keagamaan untuk pencegahan lebih awal dan menemukan bibit terorisme secara sungguh-sungguh, untuk pencegahan lebih awal dan membuat kriteria standar yang jelas tanpa harus banyak membuat statement di media agar suasana kondusif," kata Gus Fahrur ketika dihubungi Tribunnews.com pada Senin (21/2/2022).

Gus Fahrur berpandangan kewajiban menjaga ketentraman dan keselamatan bangsa Indonesia, mencegah terjadinya terorisme, dan mengantisipasi sejak dini agar tidak terjadi di masa depan dengan penguatan pendidikan cinta tanah air yang diajarkan oleh agama adalah tanggung jawab bersama.

Ia meyakini ormas Islam khususnya mayoritas misalnya NU dan Muhammadiyah telah terbukti mengajarkan moderat dan toleran dengan baik.

Baca juga: Soroti Kearifan Lokal, BNPT: Ada Ustaz Wahabi yang Haramkan Wayang Tapi Sudah Minta Maaf

Menurutnya hal tersebut perlu diperkuat oleh BNPT agar dakwahnya lebih mudah diakses masyarakat.

"Sehingga mereka tidak tertarik mengikuti aliran sempalan yang radikal. Karena BNPT mempunyai anggaran yang sangat besar untuk melakukan penguatan-penguatan tersebut dengan kerjasama yang baik," kata dia.

Untuk itu, dia juga mengusulkan adanya larangan terhadap pengajaran ideologi takfiri di Indonesia yaitu pemahaman yang memonopoli kebenaran dan mengkafirkan pihak lain yang tidak sependapat (intoleran).

Larangan tersebut, menurutnya bisa diatur dalam Undang-Undang atau aturan lainnya yang menegaskan larangan ajaran intoleran.

Ia pun mengungkapkan sejumlah hal penting lain dalam upaya menangkal radikalisme dan terorisme.

"Penguatan pendidikan cinta tanah air sejak dini, penguatan dakwah ideologi Islam ahlussunah wal jama'ah di medsos, dan pemerataan kemakmuran rakyat yang berkeadilan," kata Gus Fahrur.

Diberitakan sebelumnya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengungkapkan, ada perubahan strategi kelompok jaringan teroris dalam menyebarkan pemahaman radikal.

Hal ini terlihat dari adanya serangkaian penangkapan terduga teroris di beberapa lembaga, partai Islam dan ormas Islam belakangan ini.

Direktur Deradikalisasi BNPT Irfan Idris mengatakan, perubahan strategi itu buntut dari seruan mantan Pimpinan ISIS Abu Bakr al-Baghdadi sebelum meninggal dunia.

"Ini perubahan strategi mereka setelah Abu Bakr Al-Bagdhadi mengumandangkan, menginstruksikan kepada simpatisan, pendukung, militan, dan kelompok inti karena ada 4 kelompok kalau diklasifikasikan," kata Irfan saat acara sharing session di Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (18/2/2022).

Adapun dalam seruan itu kata Irfan, Abu Bakr al-Baghdadi menyebut kalau para kelompok inti yang dimaksud bisa menyebarkan pola aksi teror tanpa harus pergi ke Suriah.

Melainkan bisa dilakukan di masing-masing negara dengan terpusat di Poso, Sulawesi Tengah dan di negara Filipina.

"Mereka yang terjerat dan terpapar paham radikal untuk melakukan pola aksi untuk jangan semuanya harus ke Suriah, silakan beraksi di Negeri sendiri dan direncanalan untuk dipusatkan di Poso atau Filipina," kaya Irfan.

Hanya saja rencana tersebut gagal karena pimpinan jaringan MIT sekaligus pendukung ISIS di Poso yakni Santoso tewas lantaran berhasil ditangkap dan dieksekusi mati.

Atas hal itu kata Irfan, BNPT tidak pernah melabeli suatu lembaga Islam atau organisasi Islam bahkan lembaga pendidikan yang ada keterlibatannya dengan penangkapan teroris oleh Densus 88, sebagai lembaga pendukung teroris.

Sebab kata dia, kini kelompok jaringan teroris bisa berkembang melalui beragam cara dengan beragam nama identitas dengan cara menyusupi suatu lembaga dan tidak langsung melakukan kegiatan teror.

Para kelompok teror kata Irfan, akan menyusupi lembaga dengan cara misalnya pembaiatan, pengajian, dan menggunakan istilah-istilah yang biasa masyarakat umum lakukan.

"Kita jangan terjebak dengan simbol-simbol fisik, karena mereka intoleran, menghalalakan segala cara, menolak NKRI, Pancasila dan ingin merubah negara bangsa menjadi negara agama dengan sebuah ideologi khilafah yang mereka sendiri tidak pahami secara komprehensif," tukas Irfan.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved