Sabtu, 4 Oktober 2025

Bukti Cukup, Kejagung Segera Naikkan Pelanggaran Proyek Satelit Komunikasi Kemhan ke Penyidikan

Kejaksaan Agung (Kejagung) segera menaikkan status dugaan pelanggaran proyek satelit komunikasi di Kementerian Pertahanan tahun 2015 dari penyelidikan

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Johnson Simanjuntak
Tribunnews.com/Danang Triatmojo
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD dalam konferensi pers di Kemenkopolhukam, Jakarta, Kamis (13/1/2022). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) segera menaikkan status dugaan pelanggaran proyek satelit komunikasi di Kementerian Pertahanan tahun 2015 dari penyelidikan ke penyidikan.

Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan perkara ini bisa segera naik ke tingkat penyidikan karena pihak Kejagung sudah punya cukup bukti.

"Sekarang udah hampir mengerucut. Dalam waktu dekat perkara ini naik ke penyidikan, kemarin masih penyelidikan dan akan naik ke penyidikan. Insyaallah dalam waktu sehari dua hari kami akan tindak lanjuti," kata Burhanuddin dalam konferensi pers di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Kamis (13/1/2022).

"Memang dari hasil penyelidikan, cukup bukti untuk kami tingkatkan ke penyidikan," sambungnya.

Terkait para pihak yang terlibat, Burhanuddin belum bisa menyebutkannya karena masih terus dilakukan pendalaman.

Hal yang sama juga pada kerugian negara yang ditimbulkan atas pelanggaran prosedural proyek Kemhan. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) akan jadi pihak yang akan merilis berapa total kerugian negara dari pelanggaran ini.

"Ini masih pendalaman, kami belum menentukan penyidikannya. Dan pasti kalau kerugian kami sudah melakukan pendalaman, tapi finalnya ada di BPK dan BPKP," katanya.

Baca juga: Mahfud MD Ungkap Kontrak Pengadaan Satelit Komunikasi Kemhan Berpotensi Rugikan Negara Rp800 Miliar

"(Pihak pihak terlibat?) Saya belum bisa sebutkan di sini," pungkas Burhanuddin.

Sebagai informasi, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkap telah terjadi dugaan pelanggaran hukum di balik kontrak pembuatan Satelit Komunikasi Pertahanan, Kementerian Pertahanan tahun 2015 silam.

Akibat dugaan pelanggaran ini, Indonesia dijatuhi putusan oleh pengadilan arbitrase internasional Inggris dan Singapura yang mewajibkan pembayaran uang dengan total Rp800 miliar.

Potensi kerugian negara ini masih bisa bertambah jika pihak lain yang dirugikan turut menggugat Indonesia ke pengadilan arbitrase.

"Kementerian Pertahanan pada tahun 2015 melakukan kontrak dengan Avanti, padahal anggarannya belum ada, dia kontrak. Kontrak itu mencakup dengan PT Avianti, Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel dan Telesat," kata Mahfud dalam konferensi pers di Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (13/1/2022).

Adapun duduk perkara dalam pelanggaran kontrak pengadaan satelit komunikasi pertahanan untuk Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur ini, yaitu Kemhan membuat kontrak dengan 6 perusahaan dengan menyalahi prosedur dan melanggar hukum.

Sebab saat penandatanganan kontrak, belum ada anggaran dalam APBN untuk pengadaan tersebut.

Oleh karena kontrak tanpa anggaran negara menyalahi prosedur, pihak yang ikut perjanjian yakni Avanti menggugat pemerintah Indonesia di London Court of International Arbitration, lantaran Kemhan tak membayar sewa satelit sesuai nilai kesepakatan kontrak.

Pada 9 Juli 2019, pengadilan arbitrase di Inggris menjatuhi putusan pemerintah Indonesia wajib membayar uang sewa satelit Artemis plus biaya arbitrase, konsultan, dan biaya filling dengan nilai Rp515 miliar.

Pemerintah Indonesia juga menerima putusan serupa dari pengadilan arbitrase Singapura untuk membayar 20,9 juta dolar AS atau setara Rp304 miliar kepada Navayo.

"Selain dengan PT Avanti tadi, juga pemerintah baru saja diputus oleh arbitrase di Singapura untuk membayar lagi, nilainya sampai sekarang itu 20,9 juta dolar AS ke Navayo, yang 20 juta ini nilainya Rp304 miliar," kata Mahfud.

Potensi kerugian negara ini bisa terus membengkak jika perusahaan lain seperti Detente, Airbus, Hogan Lovel dan Telesat turut menggugat Indonesia ke pengadilan arbitrase.

Berkenaan dengan ini Mahfud telah meminta Kejaksaan Agung untuk mempercepat proses penanganan masalah tersebut.

"Ini sudah lama jadi perhatian Kejaksaan Agung, dan kami sendiri melakukan audit investigasi. Kami mengonfirmasi bahwa benar Kejaksaan Agung sedang sudah cukup lama menelisik masalah ini, dan kami sampaikan konfirmasi kami bahwa itu memang benar, sehingga kami menyampaikan ke Kejaksaan Agung untuk segera ditindaklanjuti, karena kalau ada suatu pelanggaran hukum dari sebuah kontrak kalau kita harus bayar, itu kita harus lawan," ucap Mahfud.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved