Munarman Ditangkap Polisi
Soal Munarman Tak Tempuh Praperadilan, Kuasa Hukum : Ingin Perkara ini Cepat Diproses
Aziz mengatakan kalau pilihan untuk tak menempuh praperadilan karena adanya alasan startegis mengenai waktu yang diputuskan oleh Munarman.
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim kuasa hukum terdakwa kasus dugaan tindak pidana terorisme Munarman, Aziz Yanuar menanggapi terkait pernyataan jaksa penuntut umum (JPU) terkait upaya kliennya yang tak tempuh sidang praperadilan dalam perkara yang menjeratnya.
Aziz mengatakan kalau pilihan untuk tak menempuh praperadilan karena adanya alasan startegis mengenai waktu yang diputuskan oleh Munarman.
"Atas kepentingan strategis kami tidak ajukan praperadilan tapi kami sampaikan di sini (persidangan) artinya biar publik dan masyarakat menilai fakta-faktanya nya tanpa kami berproses di pra peradilan," kata Aziz saat ditemui usai persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu (22/12/2021).
Adapun kata Aziz, keputusan strategis yang dimaksud yakni terkait waktu dari perkara ini berproses di persidangan.
Baca juga: Jaksa Jawab Tudingan Munarman yang Menganggap Penangkapannya Dilakukan Sewenang-wenang
Dengan tidak menempuh praperadilan maka, pihaknya berharap proses hukum yang sedang ditempuh oleh Munarman ini bisa segera terselesaikan dalam waktu cepat.
"Kalau di pra peradilan akan makan waktu lagi dan banyak intrik-intrik nanti akan ada bentuk atau pandangan bahwa kita melawan pihak penegak hukum terkait proses ini kami tidak mau, kami maunya berproses tapi tidak mengganggu proses persidangan ini," tutur Aziz.
"Maksud saya prosesnya cepat, dan juga tidak terhambat dan untuk subjektivitas keperluan pak munarman tidak terganggu," tukasnya.
Sebelumnya, Jaksa penuntut umum (JPU) mengatakan, terdakwa Munarman seharusnya bisa menggunakan haknya terlebih dahulu untuk mengajukan praperadilan saat kasus dugaan tindak pidana terorisme masih dalam tahap penyidikan.
Baca juga: Jaksa Enggan Tanggapi Eksepsi Munarman Karena Dinilai Pendapat Subjektif
Hal itu diungkapkan jaksa dalam menanggapi eksepsi atau nota keberatan dari Munarman yang di mana eks Sekretaris Umum Front Pembela Islam (Sekum FPI) itu menilai kalau penangkapan terhadap dirinya dilakukan sewenang-wenang.
"Apabila terdakwa sejak awal proses penyidikan telah mengalami perlakuan sewenang-sewenang, sebagaimana terdakwa dan penasihat hukum sampaikan dalam nota keberatan atau eksepsinya, maka seharusnya terdakwa dapat menggunakan haknya dengan mengajukan praperadilan pada saat masih dalam proses penyidikan," kata jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Rabu (22/12/2021).
Kendati begitu, hingga persidangan ini berjalan, nyatanya baik Munarman maupun Kuasa hukum tak juga mengajukan praperadilan.
Atas hal itu, jaksa menyinggung profesi Munarman yang diketahui merupakan seorang advokat atau praktisi hukum.
Jaksa menilai, pernyataan yang dituangkan oleh Munarman dalam eksepsinya itu, bertolak belakang dengan profesi yang dimaksud.
"Sebagaimana diuraikan dalam nota keberatan. Hal ini tentunya bertolak belakang dengan pengetahuan terdakwa sebagai praktisi hukum," tukas jaksa.
Sebagaimana tertulis dalam eksepsinya, Munarman menyebut kalau penangkapan terhadap dirinya merupakan tindakan sewenang-wenang bahkan sudah ditargetkan.
Ungkapan itu diutarakan Munarman dalam sidang Rabu (15/12/2021) pekan lalu dengan agenda mendengarkan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).
Menurut pengakuannya, hal itu bermula saat dia melakukan pembelaan kepada 6 anggota eks Laskar FPI yang tewas dalam insiden penembakan dengan anggota polisi di ruas jalan tol Jakarta-Cikampek pada 7 Desember 2020.
"Dan sejak saya menyatakan bahwa para pengawal Habib Rizieq tidak mebawa senjata api maka ramai orang suruhan komplotan melaporkan saya ke polisi dengan tujuan memanjarakan saya," kata Munarman dalam persidangan, Rabu (15/12/2021).
Lebih lanjut, eks Sekretaris Umum (Sekum) FPI itu menyebut, setelah ada pernyataan yang dilayangkannya itu lantas banyak pihak yang membuat laporan kepolisian untuk menangkap dirinya. Munarman mengklaim, laporan itu sudah teragenda.
Bahkan untuk mengembangkan agenda tersebut, Munarman mengatakan, banyak media massa hingga media sosial yang memuat kabar tersebut.
"Cara kerja cipta kondisi dengan opini melalui orang-orang suruhan untuk membuat laporan polisi, lalu operasi media untuk memblowup hal tersebut sudah jamak dilakukan oleh komplotan yang memiliki kekuasaan power full," ucapnya.
Diketahui, dalam perkara ini, eks Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) itu didakwa menggerakkan orang lain untuk melakukan tindakan terorisme. Aksi Munarman itu dilakukan di sejumlah tempat.
"Munarman dan kawan-kawan merencanakan atau menggerakkan orang lain untuk ancaman kekerasan untuk melakukan tindak pidana teroris," kata jaksa dalam persidangan, Rabu (8/12/2021).
Dalam dakwaannya, jaksa menyatakan perbuatan itu dilakukan oleh Munarman secara sengaja.
Tak hanya itu, Jaksa menyebut, eks Kuasa Hukum Rizieq Shihab itu melakukan beragam upaya untuk menebar ancaman kekerasan yang diduga untuk menimbulkan teror secara luas.
Munarman juga disebut menyebar rasa takut hingga berpotensi menimbulkan korban secara luas. Selain itu, perbuatannya juga kata jaksa, mengarah pada perusakan fasilitas publik.
Baca juga: Jaksa Jawab Tudingan Munarman yang Menganggap Penangkapannya Dilakukan Sewenang-wenang
"Bermaksud untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas, atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas atau hilangnya nyawa atau harta benda orang lain, atau untuk menimbulkan kerusakan, atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis atau lingkungan hidup, atau fasilitas publik atau fasilitas internasional," ucapnya.
Atas perkara ini, Munarman didakwa melanggar Pasal 14 Juncto Pasal 7, Pasal 15 juncto Pasal 7 serta atas Pasal 13 huruf c Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU juncto UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang perubahan atas UU 15 Tahun 2003 tentang penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.